Maka menjadi lucu sebenarnya ketika hari kedua puluh pernikahan kami 'rayakan' dengan menonton sebuah film adaptasi novel laris yang ternyata memberi banyak pelajaran hal identik. Akan ada banyak orang, perempuan muda kebanyakan, yang menganggap film ini adalah tentang menikmati sajian fisik aktor-aktor yang bermain didalamnya. Sementara bagi kebanyakan pria, membaca novelnya saja sudah cukup untuk menjadi skeptikal terhadap film ini. Saya salah satunya....
Stephanie Meyer sebenarnya memberikan cukup banyak ruang untuk menjadikan film adaptasi ini mengambil porsi fantasi yang lebih galak. Tapi rupanya sang sutradara memilih untuk menyerahkan lebih dari dua puluh menit pertama hanya untuk memvisualkan romantisme Edward Cullen dan Bella Swan, sepasang pengantin baru. Mulai dari detil persiapan pernikahan hingga liputan live bulan madu mereka di sebuah pulau terpencil di Brazil.
Detilnya luar biasa (membosankan maksudnya), sampai-sampai saya berpikiran bahwa jangan-jangan sang sutradara dulunya adalah seorang wedding organizer atau kemungkinan lain, a lonely person dreaming of a great wedding, Tidak sering saya membaca blog via HP ketika sedang ada di dalam bioskop, tapi itulah yang terjadi kemarin. I'm bored and my wife thought so.
Tapi untunglah, adegan preparasi dan selebrasi itu lalu bergeser pada cerita bulan madu yang lama-lama membuat saya sedikit terhibur. Bukan karena tubuh telanjang pasangan vampir dan manusia itu, tapi lebih pada rasa syukur bahwa saya tidak sebodoh Edward. Dia adalah seorang laki-laki yang digambarkan hampir sempurna, kecuali fakta bahwa dia adalah pria bodoh. Edward seharusnya menjadi lebih laki-laki ketimbang mematung diam dan ketakukan kala seorang perempuan, istri sah-nya, setengah telanjang, harus sampai memohon-mohon untuk sebuah hak, nafkah batin yang dibutuhkannya....
Ketika cerita kemudian bergeser ke situasi kehamilan Bella, saya justru tak lagi berfokus pada alur scene pembangun eskalasi ketegangan setelahnya. Rentetan cerita yang melibatkan Edward, Bella dan Jacob, tiga orang yang berperan sebagai suami, istri dan mantan gebetan nan 'mbulet', akhirnya meyakinkan bahwa langkah saya, untuk memulai pernikahan dengan menjadi lebih communicatively decisive terasa benar. Edward, si vampir (hampir) sempurna itu rupanya bukan cuma bodoh, tapi juga tervisualisasikan lemah. Tak ada cerita seorang suami yang tegas dan bertanggung jawab, hanya berdiri, membiarkan mantan gebetan istrinya memeluk istrinya yang kesakitan dalam hamilnya. Di hadapannya pula. Sempat saya berpikir, ah mungkin ini efek kurang pengalamannya edward menghadapi situasi pasca menjomblo 100 tahun, walaupun akhirnya saya kembali pada kesimpulan awal. He's so lame....
Sementara di sisi lain, pada scene yang sama, saya menyadari bahwa karakter Jacob, bagi saya adalah visualisasi laki-laki bodoh. Dia adalah laki-laki yang tak lagi memiliki kesempatan bersama orang yang dicintainya, tapi masih saja, melakukan begitu banyak hal dan setengah berharap bahwa pernikahan orang yang dicintainya tak berhasil. Entahlah, bagi saya, seeorang serigala jadi-jadian seharusnya lebih bijak dan cerdas ketimbang apa yang dipertontonkan. Mungkin akan ada banyak yang membela, begitulah cinta. Bagi saya, cinta sekalipun, membutuhkan porsi logika yang cukup.
Maka dalam situasi sedikit menertawakan Bella yang 'terpaksa' harus memilih antara seorang vampir lemah dan seorang serigala bodoh, saya pun bersyukur dan semakin yakin, tidak ada manusia yang sempurna. Tidak Jacob, apalagi Edward. Dan ya, TUHAN ITU MAHA ADIL....
Maka pikiran skeptis perlahan saya buang. Karena toh dalam cerita yang tidak terpikirkan seperti Breaking Dawn - yang kemungkinan besar terpengaruh oleh konsep penyajian dua bagian ala edisi pungkasan Harry Potter, sehingga dilabeli Part 1 -, walaupun memang akhirnya tidak keluar dari khitahnya sebagai film fantasi perempuan, toh tetap ada beberapa lelucon dan pelajaran yang pantas disimak, khususnya untuk para lelaki yang 'wajib' menemani perempuannya menghabiskan waktu di bioskop. .
Tentang menetapkan batas-batas dan beradaptasi dengan tanggung jawab baru akan ikatan janji dihadapan Tuhan yang telah kami ucapkan. Tentang menjadi laki-laki yang decisive dan istri yang supportive. Tentang mengendalikan cinta dunia dengan logika agar kami tak melebihi kewajiban mencintai Dzat yang memang seharusnya mendapat prioritas pertama.
Atau sederhananya, pelajaran tentang Breaking Dawn, khususnya karakter utama Edward, Bella dan Jacob, naga-naganya bisa dirangkum dalam tag...
"DONT TRY THOSE AT HOME" ....:p
zehahahaha... dari dulu gak pernah suka ma sekuel twlight (meskipun berakhir dengan penyesalan karena telah membaca sampai eclipse) dan memutuskan untuk tidak peduli dengan kelanjutan ceritanya. :D
ReplyDeleteand honestly, i learn that i didn't learn anything from those stories. except that those stories are full of opportunist character. lol
ah, coba dicari lagi, selalu ada pelajaran di setiap kejadian, seburuk breaking dawn sekalipun... :p
ReplyDelete