Kemarin saya menawar harga makanan beku di penjual kelilingan. Hari ini, setelah berkeliling supermarket grosir, saya jadi tahu kalau beda harga keduanya tak sampai dua ribu perak. Belum juga dihitung dengan ongkos bensin si penjual keliling.
Menawar adalah hak konsumen. Bahkan rasa-rasanya dialog tawar menawar juga bagian integral perekat hubungan sosial di negeri ini. Tapi jika semata tentang harga, lucunya, kita tak pernah berani menawar di supermarket, grosir, mall dan semacamnya. Seringkali kita sekedar menggumam, memasukkan barang itu kedalam troli, lantas mendorongnya menuju deretan kasir.
Konsumen yang cerdas adalah mereka yang mengetahui bagaimana mendapatkan manfaat maksimal dari barang yang dibelinya. Sedang konsumen yang bijak, diantaranya, adalah mereka yang mengetahui apa yang perlu ditawar, dan apa yang akan lebih bernilai jika kita sekedar menarik lembaran uang dari dompet, menyodorkannya pada si penjual, mengucapkan terimakasih dan pulang tanpa perasaan puas telah mengurangi nominal yang tak seberapa.
Selisih nominal itu bisa jadi alasan kenapa kita suatu saat akan menyesali model ekonomi yang menyusupi negeri ini.
Nominal itu, bisa jadi jatah makan siang seseorang....
No comments:
Post a Comment