Monday, December 17, 2012
Empat
Nak, genap sudah empat bulan kamu bertumbuh didalam tubuh ibumu. Kemarin, telah kusambut jiwamu dengan Quran dan Shalawat Rasulmu. Ingat baik-baik ya nak.... :)
Rider Jancuk!
Sebelum hari ini pun saya memang tidak terlalu
suka dengan kumpulan rider, geng motor atau apalah namanya orang-orang
yang berkelompok memenuhi jalan raya dengan motor berisik mereka. Saya
tahu, off the road, ada kegiatan positif dr sebagian mereka. Tapi on
the road they're just simply ARROGANTLY ANNOYING. Penilaian yang
akhirnya semakin kuat setelah serempetan hari ini. Dunia lebih baik
tanpa arogansi di jalanan...
Friday, November 23, 2012
Sore di Fried Chicken
Rumah
makan cepat saji jalan kawi itu tak terlalu ramai. Kami mengantri
tenang, hanya berjarak dua orang dari meja sang kasir. Ada dua alat
pembayaran, namun hanya satu yang beroperasi.
Tak berapa lama antrian itu sedikit bertambah. Dua orang laki-laki paruh baya berdiri di belakang kami. Lalu pria paling belakang, seorang berperawakan ekstra tambun tinggi besar dan kemeja rapi menyalak sengak,...
"..Woy, buka dong kasir satunya, pegawai banyak, yang peka dong kalau banyak antrian..."
Tak berapa lama antrian itu sedikit bertambah. Dua orang laki-laki paruh baya berdiri di belakang kami. Lalu pria paling belakang, seorang berperawakan ekstra tambun tinggi besar dan kemeja rapi menyalak sengak,...
"..Woy, buka dong kasir satunya, pegawai banyak, yang peka dong kalau banyak antrian..."
Tergopoh, terlihat sedikit kesal, seorang pelayan restoran yang sedang membersihkan lemari datang dan menyalakan mesin kasir satunya. Ia mempersilahkan kami maju dan membuat antrian baru, yang kini berisi dua orang, dengan laki-laki ekstra tambun itu kini persis dibelakang kami. Selepas membayar, istri saya yang tak begitu memperhatikan sosoknya, menggumam, "...sapa sih yang tadi ga sabaran banget...?"
Ah, barangkali dia memang terlalu lapar dan waktu terlalu berharga untuk dihabiskan dalam antrian...
Saturday, November 17, 2012
Looper
Katakan, apa yang ingin kau lakukan pertama kali jika suatu saat perjalanan waktu bukan lagi sekedar dongeng dari laci nobita?
Mencegah pernikahan perempuan yang kau pikir seharusnya menjadi pendampingmu? Memilih hidup vegetarian untuk memperbaiki catatan kesehatan masa depan yang memvonis sisa umurmu? Mengubah kata "ya" menjadi "tidak"?
Semua orang akan punya jawaban yang menarik. Dan Joe, seorang mantan pembunuh bayaran yang di masa pensiunnya menemukan kedamaian di pedalaman Shanghai, memilih untuk memasuki mesin waktu dan kembali ke masa lalunya, demi mengubah jalan hidup yang tak bisa ia terima. Maka kembalilah ia ke tahun 2044 dan perjumpaan dengan versi muda dirinya, yang justru ditugasi membunuhnya.
Yang terjadi selanjutnya, seperti halnya kisah-kisah pelintas waktu lainnya, benturan dua masa pun terjadi dan tentu saja bukan hanya tentang Joe muda dan Joe tua, tapi juga orang-orang lain yang ada disekitar mereka. Alih-alih menampilkan benturan itu dalam format adegan hancur-hancuran macam terminator, kisah Joe mengulas lebih dalam pada pergulatan intens sosok-sosok manusia yang terus mengalami perjuangan antara sisi positif dan negatif dalam dirinya. Karenanya sulit menebak begitu saja siapa sebenarnya yang menjadi protagonis maupun antagonis dalam kisah ini.
Yang mungkin identik dengan kisah-kisah pelintas waktu sebelumnya, adalah bahwa dunia di masa depan digambarkan sebagai ruang yang dipenuhi teknologi, yang mempermudah aktivitas, namun menggiring manusianya menjadi semakin tersentral pada dirinya sendiri. Institusi hukum serta pemerintahan tinggal simbol tanpa makna dan orang-orang, termasuk Joe tua, dalam pencariannya akan perubahan dunia, lantas rentan terjebak pada hasrat menumpahkan kesalahan pada orang lain dan lupa bahwa perjuangan terbesar dalam hidup sejatinya adalah ketika kita harus mengalahkan diri sendiri.
Pada akhirnya, pertanyaan-pertanyaan akan muncul dan memberi kita kesempatan untuk memikirkan jawaban akan seberapa besar penghargaan kita akan persahabatan? Sejauh mana cinta layak diperjuangkan? Apakah benar kasih sayang lingkungan sekitar bisa mengubah jalan hidup sebuah individu? Bagaimana kita menghadapi kesalahan hidup?
Maka padamu, anakku akan kuceritakan bahwa, adam membuat kesalahan. Ayah dan ibumu telah berkali-kali melakukannya. Engkau juga kelak akan melakukan kesalahan dalam hidupmu nak. Kadang kupikir malah engkau membutuhkannya. Jadi, anakku, janganlah berlebihan memikirkannya, tak perlu kau menuntut diri menjadi manusia yang tak bercacat. Jika suatu saat di masamu kelak, pelintas waktu bukan lagi mimpi, maka janganlah kau menaiki mesin waktu jika kau hanya berpikir kembali untuk menyalahkan masa lalu.
Jadilah saja kesatria yang berzirahkan pengendalian nafsu dalam dirimu, yang bertamengkan kemampuan untuk mengakui kesalahan dan bersenjatakan pedang yang kau tempa dari pelajaran-pelajaran terbaik dan terpahit dalam hidupmu. Masa depanmu bukan terletak di masa lalumu....
Mencegah pernikahan perempuan yang kau pikir seharusnya menjadi pendampingmu? Memilih hidup vegetarian untuk memperbaiki catatan kesehatan masa depan yang memvonis sisa umurmu? Mengubah kata "ya" menjadi "tidak"?
Semua orang akan punya jawaban yang menarik. Dan Joe, seorang mantan pembunuh bayaran yang di masa pensiunnya menemukan kedamaian di pedalaman Shanghai, memilih untuk memasuki mesin waktu dan kembali ke masa lalunya, demi mengubah jalan hidup yang tak bisa ia terima. Maka kembalilah ia ke tahun 2044 dan perjumpaan dengan versi muda dirinya, yang justru ditugasi membunuhnya.
Yang terjadi selanjutnya, seperti halnya kisah-kisah pelintas waktu lainnya, benturan dua masa pun terjadi dan tentu saja bukan hanya tentang Joe muda dan Joe tua, tapi juga orang-orang lain yang ada disekitar mereka. Alih-alih menampilkan benturan itu dalam format adegan hancur-hancuran macam terminator, kisah Joe mengulas lebih dalam pada pergulatan intens sosok-sosok manusia yang terus mengalami perjuangan antara sisi positif dan negatif dalam dirinya. Karenanya sulit menebak begitu saja siapa sebenarnya yang menjadi protagonis maupun antagonis dalam kisah ini.
Yang mungkin identik dengan kisah-kisah pelintas waktu sebelumnya, adalah bahwa dunia di masa depan digambarkan sebagai ruang yang dipenuhi teknologi, yang mempermudah aktivitas, namun menggiring manusianya menjadi semakin tersentral pada dirinya sendiri. Institusi hukum serta pemerintahan tinggal simbol tanpa makna dan orang-orang, termasuk Joe tua, dalam pencariannya akan perubahan dunia, lantas rentan terjebak pada hasrat menumpahkan kesalahan pada orang lain dan lupa bahwa perjuangan terbesar dalam hidup sejatinya adalah ketika kita harus mengalahkan diri sendiri.
Pada akhirnya, pertanyaan-pertanyaan akan muncul dan memberi kita kesempatan untuk memikirkan jawaban akan seberapa besar penghargaan kita akan persahabatan? Sejauh mana cinta layak diperjuangkan? Apakah benar kasih sayang lingkungan sekitar bisa mengubah jalan hidup sebuah individu? Bagaimana kita menghadapi kesalahan hidup?
Maka padamu, anakku akan kuceritakan bahwa, adam membuat kesalahan. Ayah dan ibumu telah berkali-kali melakukannya. Engkau juga kelak akan melakukan kesalahan dalam hidupmu nak. Kadang kupikir malah engkau membutuhkannya. Jadi, anakku, janganlah berlebihan memikirkannya, tak perlu kau menuntut diri menjadi manusia yang tak bercacat. Jika suatu saat di masamu kelak, pelintas waktu bukan lagi mimpi, maka janganlah kau menaiki mesin waktu jika kau hanya berpikir kembali untuk menyalahkan masa lalu.
Jadilah saja kesatria yang berzirahkan pengendalian nafsu dalam dirimu, yang bertamengkan kemampuan untuk mengakui kesalahan dan bersenjatakan pedang yang kau tempa dari pelajaran-pelajaran terbaik dan terpahit dalam hidupmu. Masa depanmu bukan terletak di masa lalumu....
Tuesday, October 23, 2012
Pesan Kecil #2
Nak, dunia yang kelak kau temui itu penuh
cerita-cerita hebat. Einstein, nietzche, mandela, soekarno, steve jobs,
dan messi akan memberimu cukup inspirasi. Pesanku hanya satu, sebelum
kau baca biografi mereka nanti, cobalah kau kenali dulu hidup seorang
pria terhebat bernama Muhammad. Lalu carilah tahu sahabat-sahabatnya,
Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, agar kau mengerti bagaimana cara
berucap dalam kebenaran, berpakaian dalam kesederhanaan dan melangkah
dengan kerendah hatian....
Pesan Kecil #1
Nak, kelak, jika kau telah benar-benar melihat
sesak dunia, jangan mudah tersedak kala kau terdesak. Jangan terlalu
sering kau gauli lubang kenyamanan, jangan kalah pada godaan amarah.
Maka jadilah engkau penjelajah dunia, penyambung langit, atau penjaga
mimpi. Jadilah apa saja yang yang bisa menjadikanmu manfaat sesama, apa
saja...
Tuesday, October 2, 2012
A Picture That Doesn't Need Aperture
Friday, September 14, 2012
Kemenyek
Jika pun ente benar ttg suatu hal, jangan bertindak seakan-akan ente adalah yang paling benar dalam segala hal. Apalagi jika ente cuma setengah benar atau salah. "..Daripodo kisinan...", kata orang jawa. Control yourself, diam dan berpikirlah masak-masak sebelum ente menyesal karena telah bertindak berlebihan hanya karena merasa benar, lalu gagal mencapai tujuan hidup yang lebih prinsip atau tak menemukan keberanian untuk meminta maaf atas cara kita bersikap. Kita adalah makhluk yang hidup dalam kasih sayang tuhan yang masih menutupi aib kita, jika anda percaya....
Saturday, September 8, 2012
Desir
hai...
aku tak cukup mengerti masa
mungkin kelak, ketika seseorang,
sekonyong-konyong, meracau namamu
dan tengkuk ku tak lagi berdesir,
lalu kita akan kembali saling menyitir.
sesekali, sewajarnya,
seharusnya....
aku tak cukup mengerti masa
mungkin kelak, ketika seseorang,
sekonyong-konyong, meracau namamu
dan tengkuk ku tak lagi berdesir,
lalu kita akan kembali saling menyitir.
sesekali, sewajarnya,
seharusnya....
Saturday, July 28, 2012
Monday, July 23, 2012
Memberi Selimut yang Tepat bagi Satria Kegelapan
Jam satu seperempat, kerumunan orang beragam usia mulai memasuki lobi. Sekumpulan mahasiswa dalam kelompok pria dan wanita, belasan pasang kekasih, pasangan suami istri muda, dan ayah ibu yang mengajak serta anaknya. Saya dan istri menikmati pikuk pemandangan itu sembari bersandar di dinding berkarpet merah persis di depan pintu studio. Saya setengah berharap bahwa sebagian dari mereka, anak-anak dan remaja itu, tak akan memasuki pintu yang sama dengan yang akan saya tuju setengah jam lagi. Berharap bahwa orang tua mereka telah mengerti betul isi pesan dalam papan himbauan batas usia yang terpajang di depan kasir.
The Dark Knight Rises, memang sebuah genre film yang dari posternya saja sudah memancing minat banyak anak-anak dan remaja untuk datang menonton. Wajar jika akhirnya tersemat beberapa pesan sederhana seperti ketika Bruce Wayne mendefinisikan pahlawan sebagai figur yang bisa dimainkan semua orang, tak harus berkostum khusus, sehingga tetap layak disematkan bagi seseorang yang sekedar memakaikan mantel pada seorang anak kecil yang kedinginan sekalipun. Tapi membaca informasi lembaga sensor di awal laga yang menyatakan bahwa ini adalah film untuk remaja membuat kening saya sedikit berkerut.
Ini bukan tayangan kartun atau bahkan Batman era Michael Keaton. Christopher Nolan membawa sang satria kegelapan dan penontonnya kedalam dunia yang lebih kelam dan walau itu menjadikannya sebagai film superhero terbaik hingga saat ini, toh kata terbaik itu tak bermakna bagi semua usia.
Anak-anak memang butuh melihat perjuangan melawan tantangan hidup. Bahwa kebenaran akan menang. Tapi, ceritanya tentu berbeda ketika mereka lebih banyak disuguhkan kegalauan dan pesan kekecewaan akan kegagalan otoritas dalam menjamin hak-hak warga negaranya. Protes akan korupsi dan ketidakadilan yang lantas memunculkan reaksi beragam karena bukan hanya jalan Bruce Wayne, The Dark Knight Rises juga menawarkan 'solusi' versi Ra's Al Ghul, Joker dan Bane. Belum lagi kegelisahan yang tertangkap dari reaksi para orang tua yang mengajak serta anak-anak mereka ketika bioskop memutar trailer Rock of Ages yang penuh adegan striptease, lalu Dark Knight Rises sampai pada scene ketika Bruce Wayne melumat bibir Miranda Tate dan lalu Anne Hathaway.
Tentu ini bukan salah Nolan. Bagi saya, adalah penggolongan film yang terlalu umum dan minimnya peringatan dari manajemen bioskop tentang kadar konten 'rawan' yang ada dalam film yang sebenarnya bisa lebih ditingkatkan.
Catwoman boleh jadi skeptis pada sebuah awal yang baru dalam dunia dimana anak-anak umur duabelasan bisa dengan mudah mengakses internet lewat telepon seluler mereka dan lalu membaca seluruh dunia. Tapi membagi kriteria batas usia penonton film lebih rigid tak terlalu utopia seharusnya. Dan juga, apa susahnya sebenarnya, jika secara verbal melalui kasir-kasir tiket, layaknya mbak-mbak online marketing yang bersuara manis, bioskop membantu menyampaikan pesan..
"..bapak/ibu maaf sebelum kami melayani anda, perlu kami ingatkan bahwa film bla bla bla mengandung unsur kekerasan dan seksual seperti bla bla bla. silahkan dipertimbangkan jika memang bapak/ibu membawa anak-anak pada usia bla bla bla..."
Tidakkah ingin memberi 'selimut' bagi anak-anak indonesia yang menggigil dalam dunia yang makin kecil? :D
The Dark Knight Rises, memang sebuah genre film yang dari posternya saja sudah memancing minat banyak anak-anak dan remaja untuk datang menonton. Wajar jika akhirnya tersemat beberapa pesan sederhana seperti ketika Bruce Wayne mendefinisikan pahlawan sebagai figur yang bisa dimainkan semua orang, tak harus berkostum khusus, sehingga tetap layak disematkan bagi seseorang yang sekedar memakaikan mantel pada seorang anak kecil yang kedinginan sekalipun. Tapi membaca informasi lembaga sensor di awal laga yang menyatakan bahwa ini adalah film untuk remaja membuat kening saya sedikit berkerut.
Ini bukan tayangan kartun atau bahkan Batman era Michael Keaton. Christopher Nolan membawa sang satria kegelapan dan penontonnya kedalam dunia yang lebih kelam dan walau itu menjadikannya sebagai film superhero terbaik hingga saat ini, toh kata terbaik itu tak bermakna bagi semua usia.
Anak-anak memang butuh melihat perjuangan melawan tantangan hidup. Bahwa kebenaran akan menang. Tapi, ceritanya tentu berbeda ketika mereka lebih banyak disuguhkan kegalauan dan pesan kekecewaan akan kegagalan otoritas dalam menjamin hak-hak warga negaranya. Protes akan korupsi dan ketidakadilan yang lantas memunculkan reaksi beragam karena bukan hanya jalan Bruce Wayne, The Dark Knight Rises juga menawarkan 'solusi' versi Ra's Al Ghul, Joker dan Bane. Belum lagi kegelisahan yang tertangkap dari reaksi para orang tua yang mengajak serta anak-anak mereka ketika bioskop memutar trailer Rock of Ages yang penuh adegan striptease, lalu Dark Knight Rises sampai pada scene ketika Bruce Wayne melumat bibir Miranda Tate dan lalu Anne Hathaway.
Tentu ini bukan salah Nolan. Bagi saya, adalah penggolongan film yang terlalu umum dan minimnya peringatan dari manajemen bioskop tentang kadar konten 'rawan' yang ada dalam film yang sebenarnya bisa lebih ditingkatkan.
Catwoman boleh jadi skeptis pada sebuah awal yang baru dalam dunia dimana anak-anak umur duabelasan bisa dengan mudah mengakses internet lewat telepon seluler mereka dan lalu membaca seluruh dunia. Tapi membagi kriteria batas usia penonton film lebih rigid tak terlalu utopia seharusnya. Dan juga, apa susahnya sebenarnya, jika secara verbal melalui kasir-kasir tiket, layaknya mbak-mbak online marketing yang bersuara manis, bioskop membantu menyampaikan pesan..
"..bapak/ibu maaf sebelum kami melayani anda, perlu kami ingatkan bahwa film bla bla bla mengandung unsur kekerasan dan seksual seperti bla bla bla. silahkan dipertimbangkan jika memang bapak/ibu membawa anak-anak pada usia bla bla bla..."
Tidakkah ingin memberi 'selimut' bagi anak-anak indonesia yang menggigil dalam dunia yang makin kecil? :D
Wednesday, July 18, 2012
100% Indonesia
"...I'm sorry, your damaged seats isn't part of 100% INDONESIA Campaign...."
Ujar saya pada si bule yang lantas tertawa dan berusaha mengerti akan ketidaknyamanan kursinya yang bukan hanya tidak didesain untuk kaki-kaki panjangnya, tapi juga ternyata rusak engselnya dan sayangnya sedang dihiasi kain sandaran bertema kampanye produk nasional.
Tom, bule itu, sudah bepergian ke banyak negara, norway, australia, inggris, vietnam dan kini ia dan pasangannya sedang menuju jogja. Maka saya tak ingin membayangkan keduanya pulang dan membawa cerita tentang jawaban petugas perjalanan yang hanya berkata, "..ya, maaf, sudah kami periksa sebelum berangkat dan memang rusak...".
Ketidakpahamannya akan bahasa inggris seadanya dari sang petugas dan 'kerelaan'nya untuk memaklumi kondisi di sebuah moda transportasi massal negara berkembang, membuat Tom hanya mengangguk pelan dan sang petugas pun berlalu. Tapi tentu anda yang merasa sebagai orang indonesia akan malu melihat tamu kita menggeliat-geliat dan tergoyang karena kursi kelas eksekutif yang rusak engselnya.
Beruntung, di belakang kursi saya ada dua tempat duduk kosong. Entah punya siapa, barangkali milik penumpang yang nanti naik dari Cirebon. Biar saja sementara saya pikir, lalu saya tepuk pundaknya...
"...tom, i think those two seats behind me is empty, i've asked the train officer permitiob and you can use it instead of your original seats..."
"..thank you'..", balasnya sembari mengangkat jempol sebelum beringsut pindah bersama kekasihnya ke kursi belakang saya...
"...it is an obligation to serve our guests well. So when you come back home, i hope it wont be those damaged seats of a developing country's train you'll have in mind, but it is the helpful and warmth of indonesian people which will be your journey's conclusion. After all, being helpful should be the theme for us all, citizen of the world..."
Tom dan kekasihnya tersenyum, lalu kami mengakhiri pembicaraan dan kembali menikmati pemandangan indah sawah-sawah di karawang dari balik jendela kereta. Indonesia memang indah kawan....
:)
Ujar saya pada si bule yang lantas tertawa dan berusaha mengerti akan ketidaknyamanan kursinya yang bukan hanya tidak didesain untuk kaki-kaki panjangnya, tapi juga ternyata rusak engselnya dan sayangnya sedang dihiasi kain sandaran bertema kampanye produk nasional.
Tom, bule itu, sudah bepergian ke banyak negara, norway, australia, inggris, vietnam dan kini ia dan pasangannya sedang menuju jogja. Maka saya tak ingin membayangkan keduanya pulang dan membawa cerita tentang jawaban petugas perjalanan yang hanya berkata, "..ya, maaf, sudah kami periksa sebelum berangkat dan memang rusak...".
Ketidakpahamannya akan bahasa inggris seadanya dari sang petugas dan 'kerelaan'nya untuk memaklumi kondisi di sebuah moda transportasi massal negara berkembang, membuat Tom hanya mengangguk pelan dan sang petugas pun berlalu. Tapi tentu anda yang merasa sebagai orang indonesia akan malu melihat tamu kita menggeliat-geliat dan tergoyang karena kursi kelas eksekutif yang rusak engselnya.
Beruntung, di belakang kursi saya ada dua tempat duduk kosong. Entah punya siapa, barangkali milik penumpang yang nanti naik dari Cirebon. Biar saja sementara saya pikir, lalu saya tepuk pundaknya...
"...tom, i think those two seats behind me is empty, i've asked the train officer permitiob and you can use it instead of your original seats..."
"..thank you'..", balasnya sembari mengangkat jempol sebelum beringsut pindah bersama kekasihnya ke kursi belakang saya...
"...it is an obligation to serve our guests well. So when you come back home, i hope it wont be those damaged seats of a developing country's train you'll have in mind, but it is the helpful and warmth of indonesian people which will be your journey's conclusion. After all, being helpful should be the theme for us all, citizen of the world..."
Tom dan kekasihnya tersenyum, lalu kami mengakhiri pembicaraan dan kembali menikmati pemandangan indah sawah-sawah di karawang dari balik jendela kereta. Indonesia memang indah kawan....
:)
Thursday, July 12, 2012
Tentang Sang Bintang Lima
Ruang seminar internasional bertema environmentally sustainable city yang entah kenapa alat pendinginnya dipasang sampai membekukan jemari, toilet tanpa keran untuk cebok yang hanya menyediakan tisu untuk mengelap apapun yang perlu dibersihkan, dan mushola berukuran minimalis yang tersudut jauh di pojok. Dalam setengah hari sudah jelas terbaca hotel bintang lima ini memang bukan sahabat bagi karakter lokal....
Friday, June 29, 2012
Kekayaan
Sore selepas lembur proposal CSR. Saya sedang memacu pelan kendaraan
meninggalkan gerbang kantor ketika seorang nenek berkebaya kuning lusuh
yang berjalan perlahan, tiba-tiba berhenti di depan seonggok kotak bekas
rokok di bibir aspal jalan....
Pengumpul barang bekas, pikir saya ketika sang nenek membungkuk pelan memungut kotak rokok itu. Saya tercekat sesaat kemudian, tergetar hati ini ketika menyaksikan sang nenek bergerak mendekati tong sampah karet pinggir jalan dan membuang kotak itu kedalamnya.
KEKAYAAN MEMANG TERBUKTI SOAL HATI. Alloh, nenek ini, semoga layak mengisi surgamu....
Pengumpul barang bekas, pikir saya ketika sang nenek membungkuk pelan memungut kotak rokok itu. Saya tercekat sesaat kemudian, tergetar hati ini ketika menyaksikan sang nenek bergerak mendekati tong sampah karet pinggir jalan dan membuang kotak itu kedalamnya.
KEKAYAAN MEMANG TERBUKTI SOAL HATI. Alloh, nenek ini, semoga layak mengisi surgamu....
Thursday, June 7, 2012
Four Star Burden
PNS Golongan III memang seyogyanya tidak perlu diinapkan di Hotel Berbintang Empat di Kawasan CBD elit. Bukan saja kurang etis, truktur gaji dan uang saku nya pun tidak feasibel untuk membayar bill makan malam yang tidak tercover paket akomodasi dan opsi termurah yang ada cuma steak seharga 95ribu+pajak21%... [jakarta oh jakarta]
Thursday, May 31, 2012
Nasi Kotak
Saya tahu betul raut mukanya. Gajian masih semingguan, uang makan tinggal yang ada di tangan. Lalu pada suatu tengah malam, setelah lembur yang melelahkan, ia melakukan yang tak terduga. Dihampirinya ibu tua yang meringkuk di selasar toko depan pasar, lalu diserahkannya kotak makan malamnya untuk sang ibu. ".!.kasihan, mungkin bisa membantunya melupakan dingin malam..'", ujarnya. Dua hari setelahnya, Allah SWT, seperti janji-Nya, mencukupkan makan ia dan suaminya untuk setengah bulan kedepan, bahkan ada sisa untuk ditabungkan... Maka nikmat Tuhan mana lagi yang akan kita dustakan...
Tuesday, May 29, 2012
Jatuh Cinta, Sekali Lagi....
Dua hari yang lalu, dalam sabtu yang cerah, saya mudah marah. Skedul kegiatan yang padat, Lembur tak terjadwal, rapat yang berbelit, inefisiensi kerja rekan setim, jebakan macet dalam cuaca yang terik karena ada serombongan orang bayaran dalam kampanye jangkrik!, dan mata saya pun gampang mendelik. Istri saya, yang sama-sama lelah setelah lomba juga kena dampaknya dan ia ingin balik mendelik namun akhirnya memilih diam. Lalu di rumah, ketika amarah mulai merendah, ia baru berkata..
"...ketika kita dikecewakan orang lain, lucunya memang justru lebih mudah ke pasangan ketimbang orang lain itu ya pa..."
saya tersedak sembari mencerna, lalu jatuh cinta padanya, sekali lagi... ^^
****
"...ketika kita dikecewakan orang lain, lucunya memang justru lebih mudah ke pasangan ketimbang orang lain itu ya pa..."
saya tersedak sembari mencerna, lalu jatuh cinta padanya, sekali lagi... ^^
****
Friday, May 25, 2012
S O E G I J A
Jika anda, seperti saya, sudah lelah melihat segala macam perdebatan (terutama di media itu-itu aja) tentang gaga dan norma yang terkadang dikaitkan dengan soal agama, be prepared for another in the mould of SOEGIJA. Berhubung saya belum melihatnya secara langsung, tentu saya tidak tahu kenapa film yang dibuat berdasarkan catatan harian Mgr. Soegijapranata, uskup pribumi pertama indonesia yang memiliki andil besar dalam perjuangan kemerdekaan ini menjadi masalah, bahkan ketika belum diputar di bioskop. Kalau ada yang merasa keimanannya akan terganggu karena film ini, tentu jawabannya simpel, tak usah menonton. Kalau ingin memutuskan setuju tidak setuju, tentu ada baiknya menontonnya dulu. Saya sejauh ini juga masih berminat menonton karena alasan itu. Nanti kalau sudah, baru akan saya putuskan pendapat saya pribadi, apakah SOEGIJA itu biasa saja seperti ketika kita menonton CHE GUEVARA, atau tidak. Sejauh ini, adalah lebih penting untuk mereduksi peredaran film-film hantu yang sudah jelas-jelas tak terarah dan merusak akidah dan film-film action atau spionase holywood yang didalamnya penuh propaganda anti-Islam....
Friday, May 18, 2012
G*g*
Tak harus menggesernya ke soal agama. Jika anak-anak muda sampai rela mengantri berhari-hari sejak dini hari, berebut membelanjakan ratusan ribu uang saku hanya untuk bersorak bersama perempuan norak dan menangisi satu kompi anak muda dari korea, pasti ada yang salah dengan budaya negeri ini....
Saturday, May 12, 2012
Ken
Membersihkan kucing itu tidak mudah. Pengalaman buruk setelah memandikan Zoey kapan hari membuat saya ragu-ragu dan menunggu. Ada yang bilang anak seumuran mereka terlalu rentan jika dimandikan. Tapi pada akhirnya saya tidak tahan juga melihat si Ken yang makin bulukan. Rekor periode tak mandi si mata biru yang bahkan sudah melampaui catatan istimewa sejarah beberapa teman saya dari alumni indikator dalam konteks sejenis, harus dihentikan....
Maka pagi tadi saya pergi ke rumah perawatan hewan. Empat puluh ribu sekali mandi dan melihat bagaimana hasil Ken setelah mandi, membuat istri saya berpikir untuk memandikannya setiap minggu. Nah, untuk bagian ini saya masih belum setuju. Lhaa, tagihan air pdam saya sebulan saja tak sampai 25 ribu.....
Maka pagi tadi saya pergi ke rumah perawatan hewan. Empat puluh ribu sekali mandi dan melihat bagaimana hasil Ken setelah mandi, membuat istri saya berpikir untuk memandikannya setiap minggu. Nah, untuk bagian ini saya masih belum setuju. Lhaa, tagihan air pdam saya sebulan saja tak sampai 25 ribu.....
Friday, May 11, 2012
Lee
Anak kecil selalu ingin bermain, tapi mereka belum bisa mengukur kerawanan situasi diluaran. Orang tua lah yang mengingatkan mereka. Ketika saya memutuskan melepaskan lee dan ken bermain diluar kandang kemarin lusa, yang ada di benak saya cuma memberi kesempatan mereka berolahraga dan bebas. Terkungkung setiap hari di kandang itu tidak enak. Tapi ketika saya pulang dan menemui kaki lee pincang dan lehernya nampak tergigit sesuatu, saya menyesal sekali. Lee akhirnya menyusul Zoey keesokan hari dalam pelukan Ken yang kini sendirian dan tampak sekali kesepian. Selamat jalan Lee, maafkan kami....
Wednesday, May 9, 2012
Tentang Anak, Orang Tua dan (mungkin) Pernikahan
Pernikahan, teman, salah satu artinya adalah bertambahnya anggota keluarga. Orang tua baru jelas ada di pucuk silsilahnya. Dan karenanya, teman, pernikahan adalah bertambahnya kegiatan. Sebagian, pada awalnya, akan mendefinisikannya sebagai kewajiban. Sebagian lagi merasakan sebagai tuntutan. Bagi sebagian yang terakhir, pertanyaan standar pasca pernikahan semacam soal keturunan, pengelolaan keuangan, rencana tempat tinggal dan pengambilan keputusan akan memiliki potensi berujung pada perselisihan.Bagi saya, ada tiga hal yang selalu saya tanam dalam-dalam di kepala setiap kali berinteraksi dengan orang tua.
Pertama, saya belum pernah jadi orang tua. Setiap orang tua, pada dasarnya, ketika anak-anaknya memasuki masa pernikahan, saya pikir mengalami sindrom "takut ditinggalkan". Sesuatu yang seorang anak belum rasakan dan karenanya saya pikir harus menjadi landasan ketika kita berbincang atau sekedar diam menerima nasehat dari orang tua. Karena bahkan semua harta di dunia tidak sanggup menggantikan setetes air susu ibu. Dengan menanamkan pikiran bahwa saya belum merasakan sulitnya jadi orang tua, saya jadi lebih mudah menerima ketika orang tua melakukan tugas mereka, menasehati. Menjadi pendengar yang baik itu mudah kok, kita yang terkadang mempersulitnya dengan memasukkan perasaan berlebihan dan keinginan untuk diakui dalam diskusi yang kadang tak harus dimenangkan.
Kedua, orang tua tak selalu benar. Sebagian besar orang tua mengerti sebenarnya bahwa terkadang mereka salah. Tapi persoalan memberi contoh untuk mengakui kesalahan bukan sesuatu yang bisa dilakukan semua orang tua. Sebagian terlalu khawatir anaknya menjadi jumawa ketika merasa lebih benar ketimbang para orang tua dan akhirnya memilih mengambil posisi sebagai acuan. Menikah, memang seharusnya membuat pria dan wanita menjadi lebih diiewasa dari sebelumnya. Dan ini termasuk dalam membaca kapan waktu yang tepat untuk diam dan menyimpan saja kebenaran yang kita yakini tanpa perlu mendebat pendapat. Mengalah tak sama dengan kalah. Mengalah dalalm diskusi dengan orang tua seharusnya salah satu yang termudah. Tak perlu lah senantiasa membuat orang tua merasa salah dan kita benar. Walau memang, mengajak orang tua berdiskusi dengan santun tentang perbedaan yang tak perlu disamakan adalah pilihan yang harus selalu diusahakan.
Ketiga, setiap anak berhak dan akan membuat kesalahan dan wajib belajar darinya. . Inilah pokok yang perlu didiskusikan ketika kita berhasil menemukan waktu yang pas dengan orang tua atau ketika para orang tua kita rasakan menuntut segala sesuatunya harus sesuai dengan pengalaman hidup mereka. Setiap orang tua ingin yang terbaik bagi anaknya. Sebagian menginginkan anaknya tumbuh sebagai orang-orang yang tanpa cacat yang bisa dimanfaatkan menjadi celah 'serangan' orang lain. Agar mereka tidak membuat kesalahan-kesalahan. Tapi sejujurnya, jika memang waktu diskusi itu ada, makaa yang perlu kita sampaikan kepada mereka adalah bahwa setiap anak berhak dan butuh untuk melakukan kesalahan dalam hidup. Mereka butuh belajar dari kesalahan tersebut untuk mencapai apa yang diinginkan orang tua mereka, a better person in a better living.....
Tiga hal itu yang saya yakini bisa membuat saya melewati masa aklimatisasi sebelum sepenuhnya hubungan semua bagian dalam keluarga yang membesar ini lebih bergerak pada konsep kasih sayang dan empati....
Pertama, saya belum pernah jadi orang tua. Setiap orang tua, pada dasarnya, ketika anak-anaknya memasuki masa pernikahan, saya pikir mengalami sindrom "takut ditinggalkan". Sesuatu yang seorang anak belum rasakan dan karenanya saya pikir harus menjadi landasan ketika kita berbincang atau sekedar diam menerima nasehat dari orang tua. Karena bahkan semua harta di dunia tidak sanggup menggantikan setetes air susu ibu. Dengan menanamkan pikiran bahwa saya belum merasakan sulitnya jadi orang tua, saya jadi lebih mudah menerima ketika orang tua melakukan tugas mereka, menasehati. Menjadi pendengar yang baik itu mudah kok, kita yang terkadang mempersulitnya dengan memasukkan perasaan berlebihan dan keinginan untuk diakui dalam diskusi yang kadang tak harus dimenangkan.
Kedua, orang tua tak selalu benar. Sebagian besar orang tua mengerti sebenarnya bahwa terkadang mereka salah. Tapi persoalan memberi contoh untuk mengakui kesalahan bukan sesuatu yang bisa dilakukan semua orang tua. Sebagian terlalu khawatir anaknya menjadi jumawa ketika merasa lebih benar ketimbang para orang tua dan akhirnya memilih mengambil posisi sebagai acuan. Menikah, memang seharusnya membuat pria dan wanita menjadi lebih diiewasa dari sebelumnya. Dan ini termasuk dalam membaca kapan waktu yang tepat untuk diam dan menyimpan saja kebenaran yang kita yakini tanpa perlu mendebat pendapat. Mengalah tak sama dengan kalah. Mengalah dalalm diskusi dengan orang tua seharusnya salah satu yang termudah. Tak perlu lah senantiasa membuat orang tua merasa salah dan kita benar. Walau memang, mengajak orang tua berdiskusi dengan santun tentang perbedaan yang tak perlu disamakan adalah pilihan yang harus selalu diusahakan.
Ketiga, setiap anak berhak dan akan membuat kesalahan dan wajib belajar darinya. . Inilah pokok yang perlu didiskusikan ketika kita berhasil menemukan waktu yang pas dengan orang tua atau ketika para orang tua kita rasakan menuntut segala sesuatunya harus sesuai dengan pengalaman hidup mereka. Setiap orang tua ingin yang terbaik bagi anaknya. Sebagian menginginkan anaknya tumbuh sebagai orang-orang yang tanpa cacat yang bisa dimanfaatkan menjadi celah 'serangan' orang lain. Agar mereka tidak membuat kesalahan-kesalahan. Tapi sejujurnya, jika memang waktu diskusi itu ada, makaa yang perlu kita sampaikan kepada mereka adalah bahwa setiap anak berhak dan butuh untuk melakukan kesalahan dalam hidup. Mereka butuh belajar dari kesalahan tersebut untuk mencapai apa yang diinginkan orang tua mereka, a better person in a better living.....
Tiga hal itu yang saya yakini bisa membuat saya melewati masa aklimatisasi sebelum sepenuhnya hubungan semua bagian dalam keluarga yang membesar ini lebih bergerak pada konsep kasih sayang dan empati....
Saturday, May 5, 2012
Kerupuk
Pernah menemui tempat makan yang memberi penawaran kerupuk gratis untuk para pembelinya? Jika belum, silakan coba datang ke Gajahmada Plaza, Malang. Lalu cari sebuah tempat makan fried chicken dan rupa-rupa gorengan ayam di bagian sayap kanan depan pusat perbelanjaan era 90-an ini.
Zoey
Baru kemarin rasanya kukatakan bahwa memberi nama yang pantas untuk keindahanmu adalah yang tersulit. Hari ini aku tahu, mengantarmu 'pulang' seperti menerima pukulan chris john yang berulang. Safe trip heaven, bye, zoey....
Sunday, April 29, 2012
Tamu di Loteng
Awalnya saya pikir kucing adalah makhluk yang tak meninggalkan anak yang baru dilahirkannya. Premis itu rupanya keliru ketika tiga hari lalu saya dan istri saya mendengar tiga suara kecil di loteng rumah. Istri saya sebenarnya takut kucing, sementara saya juga tidak ingin bermasalah dengan protozoa toksoplasma pada saat-saat kami sedang memprogram kehamilan. Ditambah minimnya pengetahuan kami tentang merawat bayi kucing, kehadiran tiga makhluk kecil lucu itu awalnya membuat kami ragu.
Toh akhirnya kami tak sanggup melepaskan mereka begitu saja di luaran. Tidak ketika usia mereka belum genap sebulan, belum lengkap fungsi indera pendengaran dan penglihatan sehingga kumis masih menjadi alat bantu memahami keadaan sekitaran. Maka akhirnya jadilah mereka bertiga kami anggap sebagai berkah. Tamu sekaligus Hadiah untuk kami belajar mencintai makhluk hidup lain. Latihan untuk saya yang penidur ini agar bisa terjaga sewaktu-waktu ketika nanti misalnya datang tanggung jawab panda-panda kecil yang kami rindukan.
Sementara istri saya membuat susu formula, saya yang bertugas menyuapi mereka. Tidak mudah memang menyuapi anak-anak kucing ini. Lepek, dot, sendok dan kapas telah kami coba. Yang terakhir katanya yang terbaik agar asupan susu tak masuk ke paru-paru. Lebih tidak mudah lagi ketika saya mencoba memandikan mereka kemarin setelah membaca bahwa anak-anak itu perlu dibersihkan dua kali seminggu.
Tapi yang tersulit rupanya memberi mereka nama. Hehe...Panggilan adalah hal krusial untuk ketiganya merasa nyaman dan mau makan atau menerima perawatan. Interaksi dengan kucing lebih lama ketimbang jalinan manusia dan anjing. Istri saya awalnya mengusulkan tono, toni, dan tini untuk tiga bersaudara ini. Pada akhirnya kami sepakat memanggil mereka si putih '..LEE..', si coklat '..KEN..', dan si belang cantik '...ZOEY...'. Ken paling doyan makan, lee paling senang bermain, sementara zoey paling gampang tertidur.
So here, meet our kitty.... ^^
Toh akhirnya kami tak sanggup melepaskan mereka begitu saja di luaran. Tidak ketika usia mereka belum genap sebulan, belum lengkap fungsi indera pendengaran dan penglihatan sehingga kumis masih menjadi alat bantu memahami keadaan sekitaran. Maka akhirnya jadilah mereka bertiga kami anggap sebagai berkah. Tamu sekaligus Hadiah untuk kami belajar mencintai makhluk hidup lain. Latihan untuk saya yang penidur ini agar bisa terjaga sewaktu-waktu ketika nanti misalnya datang tanggung jawab panda-panda kecil yang kami rindukan.
Sementara istri saya membuat susu formula, saya yang bertugas menyuapi mereka. Tidak mudah memang menyuapi anak-anak kucing ini. Lepek, dot, sendok dan kapas telah kami coba. Yang terakhir katanya yang terbaik agar asupan susu tak masuk ke paru-paru. Lebih tidak mudah lagi ketika saya mencoba memandikan mereka kemarin setelah membaca bahwa anak-anak itu perlu dibersihkan dua kali seminggu.
Tapi yang tersulit rupanya memberi mereka nama. Hehe...Panggilan adalah hal krusial untuk ketiganya merasa nyaman dan mau makan atau menerima perawatan. Interaksi dengan kucing lebih lama ketimbang jalinan manusia dan anjing. Istri saya awalnya mengusulkan tono, toni, dan tini untuk tiga bersaudara ini. Pada akhirnya kami sepakat memanggil mereka si putih '..LEE..', si coklat '..KEN..', dan si belang cantik '...ZOEY...'. Ken paling doyan makan, lee paling senang bermain, sementara zoey paling gampang tertidur.
So here, meet our kitty.... ^^
Thursday, April 12, 2012
W.I.L.L
Sore kemarin istri saya membacakan 'cerita pengantar tidur'
yang rupanya memiliki pesan tentang beberapa kejadian setelahnya.
Adalah cerita Sunaryo Adhiatmoko tentang Misno dan Sikem, sepasang suami
istri yang tinggal di sebuah desa pegunungan selatan Jawa Timur yang
masyarakatnya masih mengkonsumsi tiwul sebagai makanan pokok.
Kehidupan
sederhana mereka jalani dengan menjejakkan telapak kaki tanpa alas,
diatas jalan berbatu dan aspal yang panas saat matahari membakar setiap
kali mereka berdua berjalan kaki menuju pasar yang jaraknya tigapuluh
kilometer dari desa mereka. Misno dan Sikem adalah penjual rinjing
(kerajinan dari bambu). Rinjing-rinjing tersebut bukanlah buatan Misno
dan Sikem, melainkan produk apara tetangganya. Mereka berdua hanyalah
perantara yang membantu keluarga-keluarga miskin tersebut mendapat
penghasilan.
"..Tidak usah berhitung kalau mau membantu orang.
Gusti Allah mboten sare (Allah tidak tidur).."
Begitulah
filosofi mereka tentang aktivitas berangkat berjalan kaki sejak pukul
tiga pagi hingga tiba di pasar jam sebelas malam, lalu tidur di emperan
pasar sembari menunggu pembeli yang berniat membeli dagangan tetangga
mereka itu. Barang-barang yang setelah seharian untungnya tak lebih
dari dua puluh ribu perak. Dan sebagian keuntungan itu, sepulang dari
pasar, disisihkannya untuk membeli tulang-tulang sisa daging racikan
dari warung-warung soto sepanjang jalan. Mereka membelinya di banyak
tempat agar tak terlalu malu. Ini oleh-oleh mewah untuk dimakan
bersama tetangga mereka katanya. Begitu terus berulang selama dua puluh
tahun.
Dini
harinya, ribuan kilometer di barat desa tempat tinggal Misno dan Sikem,
di belahan dunia dan kisah lain, muncul sebuah semangat yang sama
besar. Dalam suasana DW Stadium yang dipenuhi 18 ribuan penduduk kota
kecil tersebut, dipimpin Roberto Martinez, sebuah tim kecil melakoni
misi mustahil yang seringkali dipadangkan dengan alur cerita The Great
Escape.
Pasca
kekalahan kontroversial di Stamford Bridge, ditambah rekor 14 kali
pertemuan sebelumnya yang tak pernah sekalipun menghasilkan angka,
kualitas individu yang kalah jauh, tertekan situasi di jurang klasemen
dan rentetan pertandingan berat yang menguras energi membuat hampir
semua pengamat menghapus peluang mereka untuk menang.
Tapi
sepakbola adalah pertandingan sebelas manusia lawan sebelas manusia.
Semua angka statistik pertemuan masa lalu yang kadung terekam di atas
kertas bisa tak lagi berarti ketika bola mulai digulirkan. Hanya mereka
yang menihilkan diri sendiri akan harapan peluang yang masih terbilang.
Dan Roberto Martinez jelas bukan salah satunya. Pria Spanyol pecinta passing football
ini, rupanya mengerti betul bagaimana Athletic Bilbao dan Basel
berhasil mengeksploitasi kelemahan cara bertahan United menghadapi
formasi yang fluid dan terus menekan sepanjang pertandingan. Karenanya,
Shaun Maloney, James McCarthy, Victor Moses dan Mohamed Diame
difungsikannya begitu mobil. Toh semua strategi butuh sesuatu yang lain
untuk bisa dieksekusi. Dan Shaun Maloney dkk pagi tadi memiliki apa
yang dibutuhkan untuk mewujudkan skema permainannya, ENERGI. Tujuh
tembakan harus diterima De Gea, satu diantaranya melengkung indah ke
pojok kiri atas mengakhiri catatan clean sheetnya yang sudah terentang
lima pertandingan.
Sebaliknya, tak siap dengan bagaimana lawan
mereka bermain, para pengejar gelar tertampar. Bahkan Ryan Giggs yang
kenyang pengalaman pun tak luput dari serangkaian kesalahan umpan.
Hanya dua tembakan sepanjang pertandingan melawan sebuah tim papan bawah
jelas tidak bisa diterima oleh perfeksionis seperti Alex Ferguson.
Fergie
seusai pertandingan berujar bahwa ini hanyalah satu dari sedikit malam
dimana segalanya menjadi buruk. Namun lebih dari itu, kentara sekali
bahwa jika United nantinya benar-benar meraih gelar, maka tanggal 8
januari 2012 lalu akan dikenang sebagai salah satu tanggal terpenting
yang mengubah peta persaingan juara musim ini. Paul Scholes kembali
dari pensiunnya hari minggu itu dan dua belas pertandingan setelah ia
kembali, Manchester United meraup 11 kemenangan dan 1 kali imbang. Pagi
tadi, tanpa Scholes yang diistirahatkan, Carrick tak mampu sendirian
mengontrol ritme dan persaingan gelar juara yang tiga hari lalu seperti
tinggal sebuah prosesi, kini kembali meninggi. Pagi tadi juga sekali
lagi sebuah alarm yang akan menghantui Fergie jika di musim panas nanti
ia tak bisa menemukan sosok muda pengganti setara sang pangeran jahe.
Tapi
lupakan dulu tentang gelar dan ambisi tinggi lainnya yang terdampak
situasi pagi tadi. Sejenak biarlah kesempatan ini ada lebih untuk
mengapresiasi permainan Wigan. Benar, dengan QPR menuai hasil positif
juga semalam, hasil ini belum tentu membuat Wigan bertahan di liga
primer. Benar, bahwa jadwal tandang berat selanjutnya di Emirates
Stadium bisa jadi akan kembali menghempaskan mereka ke jurang
degradasi. Toh untuk satu malam mereka telah memberi penonton pelajaran
tentang perjuangan. Menggali jauh kedalam batas-batas normal, Wigan
menemukan energi yang bisa jadi timbul dari rasa ingin berkorban untuk
orang-orang yang mencintai klub kecil yang tak banyak ambisi ini.
Sama
seperti apa yang menjadi landasan Misno dan Sikem merelakan diri
melakoni peran Mbah Rinjing tanpa mimpi tinggi untuk menjadi pahlawan
perbaikan perekonomian. Sekedar pemahaman bahwa begitu berarti
keuntungan kecil yang bisa didapat keduanya bagi para tetangga sehingga
jika Misno dan Sikem tak berjualan sekali saja, maka tetangganya tak
bisa makan, Gaplek!
Pernah dalam sebuah kesempatan mereka sakit
dan tak bisa berjualan, lalu datanglah seorang tetangganya yang kala
itu bermaksud meminjam gaplek...
"..sudah ambil saja, kasihan anak-anakmu kalo tidak makan.."
Demikian kata Sikem pada tetangganya itu walau ia sendiri sebenarnya tak memiliki cukup persediaan untuk keluarganya.
Mengerti situasi, sedikit segan, sang tetangga balik bertanya "..lha sampeyan bagaimana nanti?.."
"..Tidak usah dipikir, biar Gusti Allah yang mikirin saya..",
tandas Sikem bernas. Ia memenuhi pesan Tuhan untuk mencintai orang lain sebagaimana ia mencintai diri sendiri.
Kekuatan
hati semacam itu telah membuat Sikem bertahan, bahkan ketika ia hampir
saja runtuh menghadapi kepergian Misno-nya tercinta. Hanya untuk
kemudian ia bangkit bersama wasiat Misno untuk terus berjualan demi
tetangganya. Sendirian ia susuri kembali jalan-jalan panas yang dulu
dilaluinya berdua seakan Misno tak pernah pergi dari sampingnya.
Enam
tahun kemudian, Sikem pulang untuk berkumpul kembali dengan Misno-nya
tercinta. Tak ada lagi Mbah Rinjing, tapi apa yang dilakukannya tetap
ada dan dikenang mereka yang tersentuh karenanya. Istri saya pun hampir
menangis membaca cerita pengantar tidur ini. Dalam dunia yang berbeda,
kemenangan bersejarah Wigan atas United juga suatu saat bisa jadi tak
lagi berarti banyak menghadapi kerasnya persaingan. Namun sikap dan
cara mereka berjuang akan lekang bagi penduduk kota kecil mereka.
Misno, Sikem, Roberto Martinez dan para pemain Wigan menemukan hal yang
sama....
KEKUATAN KEINGINAN, ADALAH PINTU HARAPAN UNTUK BERTAHAN...
#NOWPLAYING : HIDUP ADALAH PERJUANGAN/DEWA
Tuesday, March 27, 2012
Stop Bikin Bingung Masyarakat
[ Demo yang tepat teman, negeri ini butuh kepercayaan, bukan kerusuhan ] |
Pada saat saya menulis ini, saya yakin polemik mengenai rencana kenaikan harga bahan bakar minyak sudah menjadi isu politik, bukan lagi semata soal perekonomian negara. Ada orang-orang yang semula menyarankan agar harga bbm dinaikkan, kini berbalik 100%, dan sebaliknya. Ada orang yang awalnya diam saja, tiba-tiba muncul dengan segepok pengetahuan tentang seluk beluk anggaran nan penuh kebohongan. Ada juga orang-orang yang membela kenaikan BBM dengan argumen yang justru memicu pertanyaan. Entahlah, saya terlalu jauh dari data-data untuk bisa menganalisa.
Yang jelas terlintas, saya yakin pada akhirnya bahan bakar minyak yang ujung-ujungnya selalu bikin bingung masyarakat memang harus ditinggalkan. Sudah terlalu sering kita menghabiskan energi untuk hal ini. Setiap presiden pada akhirnya juga dihadapkan pada situasi yang serupa, dilema tentang harga.
Energi baru yang terbarukan jangan lagi dijadikan mimpi jangka panjang karena rakyat butuh solusi cepat. Tingginya tekanan harga minyak dunia harus menjadi titik kesadaran. Kesempatan bagi mereka yang sudah bosan membolak-balik angka anggaran untuk menyesuaikan. Karenanya investasikan sumber daya manusia dan modal dalam jumlah yang berlipat dibanding sebelumnya. Negeri ini saya yakin punya lebih dari cukup otak-otak cerdas yang bisa mewujudkannya. Negara harus menjalankan fungsi fasilitasinya dengan lebih baik dalam hal ini.
Dan tentang urgensitas anggaran dan ekonomi jangka pendek, saya berpendapat bahwa seharusnya jika pun harus naik, apakah tidak mungkin BBM yang dinaikkan sementara adalah yang diperuntukkan bagi konsumsi mobil pribadi saja...??
Mereka yang menggunakan mobil pribadi, saya yakin bukan orang yang pantas mengaku tersedak karena harga minyak. Jangankan 6000, saya pikir mereka yang menggunakan mobil pribadi malah justru harus dilarang sekaligus untuk membeli BBM bersubsidi. With greater power, comes greater responsibility, tutur Paman Ben pada keponakannya, Peter Parker.
Sedang sepeda motor, walaupun memang pertumbuhan jumlah dan prosentase konsumsi BBM bersubsidi-nya makin besar, pada akhirnya memang masih menjadi jalan bertahan bagi sebagian besar strata masyarakat menengah ke bawah di negeri ini. Iya, menengah ke bawah yang berpotensi menjadi miskin ketika salah satu aset terbesar mereka terlumpuhkan karena kenaikan biaya operasional dan efek dominonya pada harga-harga bahan pokok yang praktis juga akan terpengaruh karenanya. Maka jikapun nantinya tetap harus naik, seyogyanya lakukan secara bertahap dan janganlah terlalu tinggi besarannya.
Bagaimana dengan kendaraan umum?
Mereka seyogyanya ada di peringkat terakhir pihak yang harus mengalami kenaikan harga bahan bakar minyak.
Tak kalah penting dengan ide menaikkan harga BBM bersubsidi, saya pikir efisiensi anggaran di tingkat pusat dan daerah yang banyak dituntut mereka yang kontra terhadap rencana pemerintah tentang minyak ini memang sesuatu yang nyata bisa dilakukan. Permasalahannya, mau tidak para birokrat yang memegang kendali anggaran di Pusat dan Daerah repot-repot untuk mengevaluasi anggarannya. Dalam kacamata awam nan sempit saya di kedinasan, memang masih banyak kok kegiatan yang bisa ditunda pelaksanannya. Jika 1 SKPD di 1 Daerah bisa menghemat 50 s.d 100 juta, bayangkan total anggaran yang bisa dihemat di seluruh Indonesia. Bayangkan lagi jika kita bisa menyetop kebocoran-kebocoran anggaran di banyak pos pengeluaran.
Selain dua hal itu, saya pikir orang-orang yang memiliki cukup pengetahuan, semacam Mahasiswa dan Pegawai Negeri harus pula berkontribusi nyata dalam mengurangi konsumsi energi minyak negeri. Sungguh seringkali terheran saya ketika melihat kampus-kampus dan perkantoran penuh sesak dengan kendaraan pribadi, dan kemacetan timbul di sekitar lokasi yang seharusnya menjadi pelopor masa depan.
Jika memang, dan memang transportasi publik saat masih belum bisa diharapkan kehandalannya, kenapa tidak mahasiswa menginisiasi gerakan berangkat ke kampus bersama. Carter kendaraan umum untuk dinaiki sesama rekan satu almamater. Selain melatih disiplin waktu, siapa tahu ketemu jodoh di dalam angkot itu? Hal serupa juga seharusnya dapat dicontohkan dalam sistem berangkat berkantor bagi pegawai negeri. Reduksi kesulitan transportasi massal dalam komunitas-komunitas. Sementara para pimpinan bisa mengembangkan dengan 'sedikit' paksaan atau insentif positif. Jika perlu, tambah porsi berjalan kaki. Berangkat bersama-sama pasti lebih romantis. Toh kos-kosan pasti tak jauh dari pusat pendidikan bukan...?
Saya menamainya transportasi komunitas. Entah apa sebenarnya nama yang tepat... ^^
Friday, March 16, 2012
Kelas, Respek, Cinta
Mereka yang mengukur respek berdasarkan kelas sosial tertentu, maksimal, hanya akan berakhir pada sekedar penghormatan. Sedang, mereka yang tidak memandang kelas dalam hubungan sosial berarti memberikan kesempatan bagi mereka tumbuh sebagai pribadi yang dicintai. Keduanya bukan soal benar salah, hanya soal pilihan apakah seseorang ingin dihormati? atau dicintai...?
Wednesday, March 7, 2012
One Day
Beberapa hari lalu, istri saya, diantara cengkerama kami, meminta saya mendefinisikannya dalam tiga kata. Saya menjawabnya dengan REAKTIF, PERSISTEN dan MUDAH TERSENTUH. Satu penggal situasi dalam One day, tadi malam, adalah contoh paling akhir tentang bagaimana ia, dibalik kengototan prinsip yang seringkali diperlihatkannya, adalah tetap saja wanita yang mudah tersentuh dengan visualisasi. ^^
Friday, March 2, 2012
B U W U H
Tanggal muda, bulan Maret. di meja sudut kantor, istri saya menulis nama kami berdua di pojok kiri atas amplop yang saya sodorkan. Ada agenda ‘buwuh’ sunatan teman kantor siang ini dan amplop tentu saja menjadi bagian dari preparasi kami. Awalnya saya ingin memisahkan amplop masing-masing, walaupun akhirnya saya pikir buang-buang kertas saja. Kenapa saya ingin memisahkan?
Ada satu hal yang menarik tentang pemberian amplop berisi sejumlah sumbangan uang bagi penyelenggara hajatan. Sejak lama, saya selalu penasaran mengapa sebagian besar orang yang saya temui cenderung menuliskan namanya diatas amplop ‘buwuh’ tersebut. “..Untuk memudahkan sang pemilik hajatan membalas budi...” atau “..biar bisa bebas dari rasa tidak enak untuk makan sampai puas..”, demikian jawaban beberapa orang yang saya tanyakan asal muasal ‘penamaan amplop’ itu.
Istri saya termasuk salah satu yang memberikan jawaban senada. Sedang saya, sejak pertama kali mendapat undangan sebuah acara hajatan, justru tidak pernah menuliskan nama saya di amplop. Menurut saya, adalah aneh, sebuah pemberian diserahkan dengan embel-embel ‘harapan suatu saat ketika kita ganti memiliki hajatan, nominal itu akan dikembalikan’. Suatu ketika saya malah sempat emosi ketika saat itu, karena berhalangan hadir, saya bermaksud menitipkan sebuah amplop ‘buwuh’ pada seorang teman, namun ia memaksa saya untuk menuliskan nama saya diatas amplop, hanya karena menurutnya itu sudah menjadi tradisi.
Sementara itu beberapa orang lain berasumsi bahwa dengan memberikan nama diatas amplop, seseorang akan bisa melegitimasi kelas sosialnya atau memenuhi ambang batas kewajaran sebuah kedudukan. Seorang pimpinan misalnya, akan merasa tidak nyaman jika memberikan amplop kurang dari 100 ribu rupiah untuk sebuah acara sunatan. Istri saya juga pernah bercerita bahwa salah seorang temannya, mendapat amplop kado pernikahan berisi uang 3 juta dari supervisornya. Dalam kasus lain, seorang bawahan merasa tidak enak ketika datang ke hajatan pimpinannya tanpa memasukkan selembar uang 100 ribuan kedalam amplopnya. Relatif memang volumenya, namun keduanya sama, diberi nama dan akhirnya membuat pemilik hajatan melegitimasi kelas si pemberi amplop.
Jadi, berapa isi amplop yang ‘pantas’ diharapkan dari seorang pegawai negeri golongan IIIA semacam saya dan istri saya? 25 ribu? 50 ribu? 100 ribu? Atau lebih?
Lantas, akankah ketika nanti misalnya saya menjadi pimpinan sebuah institusi, apakah saya harus berkaca pada posisi sebelum memberi?
Sejauh ini, saya merasa tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Dan karenanya saya yakin, pilihan membiarkan amplop kosong adalah yang terbaik, untuk saya. Saya pernah memberikan amplop berisi uang 25 ribuan saja pada seorang yang anggaplah teman dekat bagi saya. Posisi yang mungkin seharusnya ‘menuntut’ saya memasukkan nominal lebih. Apakah itu berarti saya pelit dan tak menulis nama hanya karena malu?
Entahlah, yang jelas di dompet saya saat itu memang cuma tersisa uang total 50 ribu, saya tak punya prospek pendapatan dan harus makan untuk seminggu kedepan.
Sebaliknya, suatu ketika saya pernah mengisi amplop berisi 100 ribu dalam sebuah hajatan teman yang tak terlalu saya kenal. Lantas, apakah saya sudah memiliki kelas lebih saat itu?
Sama seperti amplop untuk teman saya, amplop itu juga tanpa nama.
Menurut saya, apapun yang telah saya masukkan kedalam setiap amplop ‘buwuh’ itu, tak pernah lagi saya harapkan akan kembali, dalam nominal yang sama, apalagi lebih. Dalam banyak kesempatan, saya menentukan nominalnya karena secara logis, itulah angka yang saya bisa sediakan saat itu.
Pada akhirnya, amplop bagi saya adalah bagian dari penghormatan pada si empunya acara, bukan segala-galanya. Tak ada pentingnya nama diatas amplop saya. Entahlah jika mereka tidak bersungguh-sungguh dengan tulisan..
“..kehadiran anda adalah yang utama..”
Oh ya, ini tetap MENURUT SAYA, tak harus menjadi SEHARUSNYA....
Ada satu hal yang menarik tentang pemberian amplop berisi sejumlah sumbangan uang bagi penyelenggara hajatan. Sejak lama, saya selalu penasaran mengapa sebagian besar orang yang saya temui cenderung menuliskan namanya diatas amplop ‘buwuh’ tersebut. “..Untuk memudahkan sang pemilik hajatan membalas budi...” atau “..biar bisa bebas dari rasa tidak enak untuk makan sampai puas..”, demikian jawaban beberapa orang yang saya tanyakan asal muasal ‘penamaan amplop’ itu.
Istri saya termasuk salah satu yang memberikan jawaban senada. Sedang saya, sejak pertama kali mendapat undangan sebuah acara hajatan, justru tidak pernah menuliskan nama saya di amplop. Menurut saya, adalah aneh, sebuah pemberian diserahkan dengan embel-embel ‘harapan suatu saat ketika kita ganti memiliki hajatan, nominal itu akan dikembalikan’. Suatu ketika saya malah sempat emosi ketika saat itu, karena berhalangan hadir, saya bermaksud menitipkan sebuah amplop ‘buwuh’ pada seorang teman, namun ia memaksa saya untuk menuliskan nama saya diatas amplop, hanya karena menurutnya itu sudah menjadi tradisi.
Sementara itu beberapa orang lain berasumsi bahwa dengan memberikan nama diatas amplop, seseorang akan bisa melegitimasi kelas sosialnya atau memenuhi ambang batas kewajaran sebuah kedudukan. Seorang pimpinan misalnya, akan merasa tidak nyaman jika memberikan amplop kurang dari 100 ribu rupiah untuk sebuah acara sunatan. Istri saya juga pernah bercerita bahwa salah seorang temannya, mendapat amplop kado pernikahan berisi uang 3 juta dari supervisornya. Dalam kasus lain, seorang bawahan merasa tidak enak ketika datang ke hajatan pimpinannya tanpa memasukkan selembar uang 100 ribuan kedalam amplopnya. Relatif memang volumenya, namun keduanya sama, diberi nama dan akhirnya membuat pemilik hajatan melegitimasi kelas si pemberi amplop.
Jadi, berapa isi amplop yang ‘pantas’ diharapkan dari seorang pegawai negeri golongan IIIA semacam saya dan istri saya? 25 ribu? 50 ribu? 100 ribu? Atau lebih?
Lantas, akankah ketika nanti misalnya saya menjadi pimpinan sebuah institusi, apakah saya harus berkaca pada posisi sebelum memberi?
Sejauh ini, saya merasa tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Dan karenanya saya yakin, pilihan membiarkan amplop kosong adalah yang terbaik, untuk saya. Saya pernah memberikan amplop berisi uang 25 ribuan saja pada seorang yang anggaplah teman dekat bagi saya. Posisi yang mungkin seharusnya ‘menuntut’ saya memasukkan nominal lebih. Apakah itu berarti saya pelit dan tak menulis nama hanya karena malu?
Entahlah, yang jelas di dompet saya saat itu memang cuma tersisa uang total 50 ribu, saya tak punya prospek pendapatan dan harus makan untuk seminggu kedepan.
Sebaliknya, suatu ketika saya pernah mengisi amplop berisi 100 ribu dalam sebuah hajatan teman yang tak terlalu saya kenal. Lantas, apakah saya sudah memiliki kelas lebih saat itu?
Sama seperti amplop untuk teman saya, amplop itu juga tanpa nama.
Menurut saya, apapun yang telah saya masukkan kedalam setiap amplop ‘buwuh’ itu, tak pernah lagi saya harapkan akan kembali, dalam nominal yang sama, apalagi lebih. Dalam banyak kesempatan, saya menentukan nominalnya karena secara logis, itulah angka yang saya bisa sediakan saat itu.
Pada akhirnya, amplop bagi saya adalah bagian dari penghormatan pada si empunya acara, bukan segala-galanya. Tak ada pentingnya nama diatas amplop saya. Entahlah jika mereka tidak bersungguh-sungguh dengan tulisan..
“..kehadiran anda adalah yang utama..”
Oh ya, ini tetap MENURUT SAYA, tak harus menjadi SEHARUSNYA....
Thursday, February 23, 2012
A Bright Day For Laundrymen, A Cloudy Day For Openspace
Bayangkan, saya baru saja membeli sebuah rumah, lunas walau sertifikat masih diurus. Rumah yang karena sederhana maka sisa uang yang saya miliki sekarang saya alokasikan untuk menuntaskan pondasi taman dan jemuran di sisa lahan belakang rumah. Lantas siang hari ini seseorang asing, akunya orang penting, datang mengetuk pintu, dan menunjukkan sertifikat tanah saya, hanya saja atas nama dia. Sertifikat yang dibelinya dari mantan seseorang, suatu waktu sering dipanggil yang terhormat. Maka bisakah anda perkirakan perasaan saya sekarang?
Saturday, February 11, 2012
sateponorogo.soekhat
Waktu pacaran dulu, istri saya hampir selalu mengelak diajak makan sate ponorogo. Terlalu manis buat lidah jawa timur-nya, katanya. Sore ini, setelah kembali dari sepuluh hari penuh peluh, ceramah dan ikan asin di surabaya, sate 'manis' ini adalah pilihan pertama menu makannya. Percaya seringkali memang tentang merasa, walau hukum tersebut tak berlaku bagi saya dan durian.
Eniwei, warung sate-nya ada di Jalan Soekarno-Hatta Malang. Dekat tugu pesawat, mampir kalau sempat... :)
Eniwei, warung sate-nya ada di Jalan Soekarno-Hatta Malang. Dekat tugu pesawat, mampir kalau sempat... :)
*harga: 12.000 / porsi
Thursday, February 9, 2012
Jam Tiga Sore, Sembilan Februari
Bukit berkabut dihadapanku...
Debur sendang biru di sudut matamu...
Kita duduk berlawan tengkuk....
Nafas kita masih saling peluk
Lalu entah kapan...
Setahuku Jam Tiga Sore...
Matahari menghabis di cakrawala
Menelanmu bersamanya
Setahuku Sembilan Februari
Ketika kutahu pasir pantai tuntas mengubur
Lima huruf pemberian ibuku...
Debur sendang biru di sudut matamu...
Kita duduk berlawan tengkuk....
Nafas kita masih saling peluk
Lalu entah kapan...
Setahuku Jam Tiga Sore...
Matahari menghabis di cakrawala
Menelanmu bersamanya
Setahuku Sembilan Februari
Ketika kutahu pasir pantai tuntas mengubur
Lima huruf pemberian ibuku...
Saturday, February 4, 2012
Menawar
Kemarin saya menawar harga makanan beku di penjual kelilingan. Hari ini, setelah berkeliling supermarket grosir, saya jadi tahu kalau beda harga keduanya tak sampai dua ribu perak. Belum juga dihitung dengan ongkos bensin si penjual keliling.
Menawar adalah hak konsumen. Bahkan rasa-rasanya dialog tawar menawar juga bagian integral perekat hubungan sosial di negeri ini. Tapi jika semata tentang harga, lucunya, kita tak pernah berani menawar di supermarket, grosir, mall dan semacamnya. Seringkali kita sekedar menggumam, memasukkan barang itu kedalam troli, lantas mendorongnya menuju deretan kasir.
Konsumen yang cerdas adalah mereka yang mengetahui bagaimana mendapatkan manfaat maksimal dari barang yang dibelinya. Sedang konsumen yang bijak, diantaranya, adalah mereka yang mengetahui apa yang perlu ditawar, dan apa yang akan lebih bernilai jika kita sekedar menarik lembaran uang dari dompet, menyodorkannya pada si penjual, mengucapkan terimakasih dan pulang tanpa perasaan puas telah mengurangi nominal yang tak seberapa.
Selisih nominal itu bisa jadi alasan kenapa kita suatu saat akan menyesali model ekonomi yang menyusupi negeri ini.
Nominal itu, bisa jadi jatah makan siang seseorang....
Menawar adalah hak konsumen. Bahkan rasa-rasanya dialog tawar menawar juga bagian integral perekat hubungan sosial di negeri ini. Tapi jika semata tentang harga, lucunya, kita tak pernah berani menawar di supermarket, grosir, mall dan semacamnya. Seringkali kita sekedar menggumam, memasukkan barang itu kedalam troli, lantas mendorongnya menuju deretan kasir.
Konsumen yang cerdas adalah mereka yang mengetahui bagaimana mendapatkan manfaat maksimal dari barang yang dibelinya. Sedang konsumen yang bijak, diantaranya, adalah mereka yang mengetahui apa yang perlu ditawar, dan apa yang akan lebih bernilai jika kita sekedar menarik lembaran uang dari dompet, menyodorkannya pada si penjual, mengucapkan terimakasih dan pulang tanpa perasaan puas telah mengurangi nominal yang tak seberapa.
Selisih nominal itu bisa jadi alasan kenapa kita suatu saat akan menyesali model ekonomi yang menyusupi negeri ini.
Nominal itu, bisa jadi jatah makan siang seseorang....
Thursday, February 2, 2012
Moneyball, Ketika Hidup Tak Sekedar Memenangkan Persaingan
Pada tahun 2002, seorang General Manajer sebuah institusi
dari kota kecil ‘terpaksa’ kehilangan tiga orang 'petugas' terbaiknya karena
tawaran yang lebih menggiurkan dari para kompetitor dari kota-kota
metropolitan. Tak terelakkan memang jika melihat bujet institusinya yang
hanya seperempatnya. Sebuah tantangan pelik karena besarnya tuntutan
publik akan perbaikan kinerja institusinya yang menjadi simbol kebanggaan
lokal.
Dalam kegalauannya, entah di kantor atau di rumah, tak
jarang ia diam. Pencarian solusinya terkadang berakhir pada cuplik-cuplik
rekaman jalan hidup yang telah ia pilih sendiri sejak usia 18 tahun itu.
Cuplik itu ‘menawarkan’ penyesalan akan kegagalan berkelanjutan ketimbang
keberhasilan. Potensi yang dimilikinya dan membuatnya mengesampingkan
pilihan studi di Universitas ternama, ternyata tak berbuah manis. Belum
lagi kegagalan rumah tangga yang akhirnya membatasi interaksinya dengan sang
putri.
Masa muda pria itu, Billy Beane, adalah sebuah contoh
afirmasi bahwa potensi pada akhirnya memang sebuah konsep samar-samar. Sebagian
menyadarinya. Sebagian tidak. Bahwa potensi akan tergerus bersama waktu, entah
berkembang atau menghilang. Bahwa bisa menjadi anugerah, beban, atau
keduanya.
Digadang-gadang sebagai anak muda dengan potensi besar
sebagai salah satu pemain baseball paling komplit di generasinya, rupanya
tekanan besar tak sanggup ia tanggung dan akhirnya Beane hanya tumbuh sebagai
pemain medioker. Beruntung bahwa ia bukanlah seorang yang pantang
menyerah. Sadar bahwa ia tak lagi mampu berkompetisi, ia meniti jenjang
karir baru di bidang yang sama. Ia terlanjur jatuh cinta pada
baseball. Dan akhirnya setelah beberapa tahun, jadilah ia General Manajer
A’s, sebuah klub baseball berbujet kecil, namun juga salah satu institusi
kebanggaan Oakland.
Setelah serangkaian kegagalan, tahun 2002 itu ia bertemu
dengan seorang pria bernama Bill James. Pria tambun berkacamata itu
tak memiliki latar belakang sebagai pemain baseball. Ia ‘hanyalah’
seorang sarjana ekonomi yang memiliki teori luar biasa unik tentang model
statistik dan baseball (kala itu). Keunikan cara pandang Bill James-lah
akhirnya membuat Beane yakin bahwa ia telah menemukan cara untuk memperpendek
jurang kesenjangan antara tim kecil semacam A’s dengan tim raksasa semacam
Yankees dan Red Sox.
Berdua, mereka meninggalkan patron tradisional.
Dicerabutnya segala romantisme tentang seleksi pemain berdasarkan pada
kecepatan kaki atau otot besar, untuk secara sederhana berpulang menilik
mekanika dasar tubuh seseorang. Sesuatu yang beruntungnya dalam dunia
baseball tercatat lengkap dalam statistik setiap pemain. Sebuah paradigma
yang lantas dikenal sebagai Moneyball.
Moneyball terdengar sederhana, tetapi pada saat itu
memberikan tim Beane suatu jenis keuntungan yang selalu dicari pebisnis,
efisiensi biaya. Sementara klub lain mengincar pemain glamour, mereka
justru mencari pemain gendut, pemain tua atau pemain cedera – tipe-tipe pemain
berharga murah namun masih bisa melakukan fungsi yang konon terpenting penting
dalam Baseball, yakni mencapai base pertama. Taktik ini mentransformasi
A’s dari sebuah tim papan bawah hingga menjadi kuda hitam liga. Hingga
pada suatu waktu, John W Henry, pemilik Boston Red Sox tertarik dan menyodorkan
kontrak GM terbesar kepadanya.
Kelanjutan ceritanya sudah jelas dan lengkap
terpublikasi. Red Sox meraih dua gelar World Series semenjak 2003 dan
Billy Beane masih saja berkutat dengan obsesinya untuk memenangkan pertandingan
terakhir musim.
Kesuksesan Oakland A’s di musim 2002 membuktikan bahwa sains
bisa menjadi jalan alternatif bagi institusi yang tak memiliki anggaran untuk
membeli nama besar. Dan implikasi metode Moneyball bukan hanya terasa di
dunia baseball.
John W Henry, sang pemilik Red Sox, semenjak perhatiannya
beralih ke sepak bola Inggris, mencoba meletakkan basis perekrutan pemain
Liverpool pada teknik yang sama. Downing, Henderson dan Adam, adalah 3
dari 12 gelandang dengan statistik tertinggi di Liga Primer. Sementara
Gareth Bale dan Luka Modric adalah beberapa transfer yang terjadi di era Damien
Comolli, direktur olahraga Spurs waktu itu, yang bersahabat dan masih sepaham
dengannya tentang analisis sibermetrik semacam moneyball.
Menilik lebih jauh, Arsene Wenger, the Professor, tidak
mengejutkan, adalah salah satu manajer yang paling awal dan sering
mengintegrasikan informasi statistik kedalam strateginya. Pada awal
2000-an ia seringkali mengganti Dennis Bergkamp di atas menit ke-70 karena ia
percaya data statistik yang memperlihatkan tren penurunan kecepatan sprint sang
striker legendaris itu pada seperempat akhir pertandingan.
"Jika saya tahu bahwa seorang pemain rata-rata
membutuhkan waktu 3,2 detik untuk menerima bola dan lalu mengumpankannya, lalu
secara tiba-tiba waktunya bertambah hingga 4.5 detik, maka saya bisa mengatakan
padanya, 'Dengar, Anda terlalu banyak memegang bola'. " (Arsene Wenger)
Namun rasanya tak seorang pun di sepak bola Inggris
keranjingan dan meletakkan prioritas tertinggi akan penggunaan teknologi dan
informasi ilmiah seperti Sam Allardyce (kini melatih West Ham). Tahun
2001 ia secara langsung menemui Billy Beane dan dibawanya pelajaran dari
Amerika itu kedalam delapan tahun era kepelatihannya di Stadion Reebok.
Allardyce lantas membawa tim medioker itu menempati
peringkat keenam, kedelapan dan dan ketujuh di Liga Premier. Mereka juga
mencapai Final Piala Carling dan berlaga di Eropa. Dan ia melakukannya
dengan merekrut veteran. Youri Djorkaeff, Ivan Campo, Fernando Hierro, dan
Jay-Jay Okocha, adalah contoh pemain-pemainnya yang dinilai rendah oleh pasar,
namun secara statistik memenuhi kriteria yang dibutuhkan dan tentu saja berada
dalam bujet Bolton kala itu. Persis seperti apa yang dilakukan Beane di
Oakland A’s.
Tapi dengan semua kemiripan aplikasi tersebut, apakah
statistik dalam sepakbola telah mampu memberikan dasar utama sebagaimana apa
yang bisa disajikan data pemain bisbol?
Jawaban singkat terhadap pertanyaan di bagian atas
pembicaraan ini adalah, Tidak..
Tidak sekarang.....
Pertama karena baseball adalah mimpi statistik.
Jumlah data untuk setiap pemain terekam begitu banyak, lengkap dan
rapi tersusun. Seorang General Manager klub Baseball seperti Beane,
asisten atau para scout-nya bisa melihat juara potensial dari data yang
diposting pemain sejak bermain di perguruan tinggi atau liga bisbol yang lebih
rendah.
Dia tidak perlu melakukannya dengan pergi menonton mereka,
seperti yang terjadi di masa lalu, namun dengan sekedar menghitung rasio
langkah hingga data strikeout, atau angka-angka yang seringkali terpendam,
kedalam model-model kalkulasi potensi.
Kedua, dibanding baseball, sepakbola adalah olahraga yang
lebih rancu untuk dianalisis, walaupun tidak berarti hal tersebut tidak mungkin
dilakukan.
Di Liga Premier misalnya, pengenalan perangkat lunak pelacak
pemain seperti Opta dan Prozone, terdengar seperti lonceng kematian untuk
pemain Matt Le Tissier dan Paul Gascoigne, yang secara statistik dapat
diketahui bahwa keterampilan olah bolanya tidak diimbangi dengan etos kerja
mereka.
Sekarang, tersembunyi dalam setiap pertandingan, deretan
kamera milik Prozone atau Opta yang disewa setiap klub melacak setiap unsur
gerakan pemain, jarak yang ditempuh, bertenaga tinggi berjalan dan posisi
defensif. Jarak tempuh keseluruhan pemain tidak lagi menjadi statistik
kunci untuk orang-orang yang mencoba menemukan beberapa persen tambahan peluang
antara menang dan menjadi yang kedua. Melihat data-data tersebut, anda
mungkin akan terkejut tentang siapa-siapa saja pemain yang berstatistik tinggi
dan sebaliknya kemahalan di liga primer inggris. Saya mencari data serupa
terkait pemain indonesia, namun rupanya tak ada yang ditemukan tertera di mesin
pencari...
Baseball adalah permainan yang bagi saya tidak memiliki
variasi perubahan strategi sebanyak sepakbola dan karenanya lebih mudah
menetapkan cara untuk mencapai tujuan. Pukul sejauh-jauhnya, atau Lempar
secepat dan sesulit mungkin. Itu saja rasanya. Statistik
sepakbola mungkin saja akan menjadi sangat efektif ketika suatu saat nanti,
model analisis permainan telah mencapai level real time analisis dan bukannya
pre/post match. Ketika seorang asisten pelatih bisa membuka pc-tablet nya
dan langsung melihat perubahan data pemain di bangku cadangan dari menit ke
menit saat pertandingan dimainkan.
Dan lagi, tidak seperti baseball yang relatif ‘olahraga
lokal’ amerika, sepakbola adalah permainan paling digemari di seluruh
dunia. Ia melintasi batas geografis yang karenanya lantas menciptakan
perbedaan budaya, karakter individu pemain, dan tentu saja kemampuannya
beradaptasi dengan gaya permainan di negara lain. Ada batas-batas budaya
yang bisa jadi mereduksi beberapa statistik menonjol seorang pemain impor.
Dukungan pengetahuan psikologis, insting talenta atau
pelajaran pengalaman menghadapi situasi-situasi kritis yang tak semuanya
terdokumentasi dalam angka akan menjadi luar biasa ketika disandingkan dengan
statistik dan sains terapan.
Beane dan moneyball-nya, dalam aspek kompetitif mungkin saja
telah kehilangan keuntungannya sebagai pioneer. Seperti halnya klub-klub
sepakbola kecil yang harus bersaing dengan besarnya dana klub besar yang kini
juga dialokasikan untuk pengembangan statistik pemain. Dalam
kacamata kemenangan di lapangan, Beane memang masih saja gagal mencapai gelar
tertentu. Tapi rasanya ia adalah salah satu stereotip persona sebagaimana
kriteria quote ini...
“Innovation distinguishes between a leader and a
follower.” (Steve Jobs)
Dan terlepas dari keputusannya terhadap tawaran Red Sox, ia
telah membuatnya memenangkan perjuangan lain. Sebuah romantisme seorang
bapak terhadap kerinduan akan suara indah sang putri...
After all, Life isn’t always about winning
competition, right....??
*****
|
|
Billy Beane, suatu ketika pemuda yang ambisius,
kini ayah
yang memilih anaknya atas uang dan pencapaian pribadi
|
gambar diambil dari wikipedia.com
Subscribe to:
Posts (Atom)