Wednesday, June 16, 2010

bukan surat cinta

Bulir pagiku..

Ini minggu keduaku di rumah baru. Minggu baru yang masih diiringi dengan sebuah pertanyaan hari kemarin. Pertanyaan tentang apa yang diinginkan penghuni kamar yang kutempati terhadapku. Aku bukannya menolak melakukan pekerjaan fisik, tapi kamu tahu apa yang kuinginkan bukan ketika aku berniat memasuki rumah ini. Apa mungkin orang-orang benar bahwa hidup disini harus dibayar dengan beberapa mili cairan otakku??

Wajar bukan kalau aku sedikit khawatir ketika orang-orang bilang bahwa tuntutan fisik ini akan berjalan lebih lama dan lebih dari sekedar prosesi pengenalan situasi. Beberapa tahun mungkin karena memang menurut mereka ini adalah sebuah tradisi sistemik. Pertanyaan-pertanyaan yang pernah meragukanmu kini juga menghantamku, and its not easy though. Saya ragu embun. Saya malah sempat protes ke Tuhan kemarin malam.

Tapi rupanya benar, “Tuhan tahu, tapi menunggu”

Dan tadi pagi, ketika seorang tsubasa memasuki lapangan, entah kenapa aku juga ikut tersentil dengan kata-kata di salah satu filem kartun favoritku itu…

“…Berjuanglah, sekuat tenaga dan penuh semangat. Agar kau tak menyesal. Berjuanglah untuk masa depan…”

Yeah, I wanna fight this. And I think God want me to fight this too…

Jadi doakan aku duhai bulir pagiku…

Doakan agar aku tak cuma betah dirumah baru ini. Tapi juga berubah, berkembang, lebih baik dari yang sebelumnya. Temani aku melewati ujian keraguan ini. Aku mau menjalani pilihan ini tanpa gerutu berkepanjangan. Aku ingin melakukan sesuatu…

Aaahh.... Bicara denganmu selalu membuat waktu serasa menghilang entah kemana.

Jadi sudah dulu ya embun, kamarku sudah mulai pekat.

Aku ingin tidur cepat agar sempat mencarimu saat esok pagi mendekat.

Aku rindu kau meluncur turun dari ubun-ubun sebelum mentari memintamu kembali.

Jadi datanglah, sibakkan kabut yang melingkupi..

Karena pagi bukan pagi...

jika tanpamu dewi embunku…


Tuesday, June 8, 2010

PINTU

hari ini, 8 juni 2010, setelah beberapa hari berdiri di depan pintu dan berbincang dengan pemilik rumah, akhirnya saya akan masuk kedalamnya. Pintu yang sudah beberapa lama saya nantikan terbuka, sekarang benar-benar terbuka. Saya sebentar lagi akan tertulis dalam kartu keluarga sang pemilik rumah..

Tapi lucunya kenapa saya jadi nggak terlalu excited ya?

Semoga bukan karena saya tidak cukup bersyukur.
Semoga ini hanya seperti ketika saya pertama belajar berjalan dulu, malu-malu, takut jatuh, tapi lantas tak ingin berhenti berlari saat tumpuan kaki saya cukup kuat.
Semoga ini hanya efek minggu yang somehow became too melancholic alurnya
Semoga pintu itu benar-benar cocok dengan kunci yang saya punya...