Thursday, July 22, 2010

HERO

“…Are you gonna bark all day, or are you gonna bite ‘em…??” (Reservoir Dogs)

********

Setelah sebelumnya dipenuhi oleh perdebatan teknokratis tentang beragam definisi dan konsep interdisiplin, akhirnya hari terakhir workshop penataan ruang mempertemukan saya dengan sesuatu yang berbeda. Warna lain yang muncul dari sosok bersahaja berkemeja batik.

Namanya Agus Wiyono, pemuda kelahiran Malang, alumni IKIP Surabaya. Kulitnya sawo matang, sekilas saya pikir wajahnya mirip vokalis salah satu grup band papan atas di Indonesia. Dan walaupun wajahnya terkesan serius, ia rupanya memilih memulai perbincangan dengan kelakar, bahwa jika dilihat dari background pendidikannya sebagai guru olahraga maka apa yang dilakukannya sekarang sungguh “menyimpang”.

Agus Wiyono jatuh cinta pada alam….

Kecintaan yang banyak dipupuk dari keikutsertaannya dalam organisasi pecinta alam di kampus yang makin berkembang setelah pada sekitar tahun 1995 ia mulai terjun kedalam lembaga swadaya masyarakat.

Sambil sesekali meneguk teh hangat yang mengepulkan uap tipis, ia mulai bercerita tentang kehidupannya. Ide-ide nya tentang pengelolaan hutan secara kolaboratif dan perjuangannya bertahun-tahun memahami masyarakat yang ingin diajaknya berubah. Semua berangkat dari pemahamannya bahwa lingkungan adalah titipan Tuhan dan keyakinannya bahwa setiap orang pada dasarnya memiliki concern yang sama tentang lingkungan disekitar mereka.

Lalu ia pun menuturkan alasan dibalik kegagalannya menyelesaikan pendidikan master lingkungan hidup di Bogor. Adalah benturan waktu yang memaksanya memilih mewujudkan cita-citanya memberikan sesuatu bagi masyarakat di kaki Gunung Arjuna. Saat itu raut mukanya sedikit merenung, mungkin sedikit menyesal, tapi sejurus kemudian wajahnya kembali cerah dan melanjutkan perbincangan kami dengan antusias. Ya, saya pikir pilihannya memang tak perlu disesali. Karena waktu pun kemudian menuturkan fakta bagaimana seorang Agus Wiyono menjalaninya.

Adalah jalan yang “menyimpang” itu yang akhirnya mengantarnya memotivasi banyak orang bekerjasama, side by side hingga akhirnya 3.900 Hektar lahan rawan kebakaran di Kaki Gunung Arjuna berkurang menjadi 86 hektar. Jalan hidupnya membangkitkan motivasi orang-orang disekitarnya sehingga hampir tujuh puluh persen masyarakat di tempatnya mengabdi tergerak untuk berbuat sesuatu yang nyata pada lingkungannya. Pilihan untuk gagal wisuda itu juga yang mengantarnya berkeliling dunia, menjadi bagian dari anak-anak bangsa yang mengharumkan Indonesia.

********

Agus Wiyono memang bukan Tony Stark, tapi dia menjadi “HERO” sesungguhnya, bukan rekaan rangkaian slide dan tak perlu pula mencari ke negeri Far Far Away.

Dan layaknya superhero yang tak ingin dikenali, tak sekalipun dalam perbincangan kami dia “mengakui” bahwa ia adalah katalisator. Ia selalu menganggap dirinya sekedar bagian dari inisiatif-inisiatif lain yang bersepakat melakukan sesuatu. Ia selalu membanggakan guru-gurunya. Menyanjung adik-adiknya sebagai penerus yang telah siap melampaui pencapaiannya.

Ia menuturkan setiap cerita hidupnya dengan sederhana, membuat satu jam waktu pertemuan kami terasa singkat sekali. Buat saya, adalah kilau kejujuran di matanya yang membuat pilihan diksi yang biasa saja menjadi begitu mempesona, berbeda dari sekedar bahasa…

Perbedaan itu membuat saya serasa menemukan oase ditengah skeptisisme terhadap kehidupan sekitaran yang dipenuhi berita kebijakan dan perilaku yang menyedihkan. Bahwa ditengah kepungan pragmatisme masih bisa ditemukan keping-keping ketulusan. Kisahnya mempermalukan kesombongan dan menginisiasi inspirasi.

Lalu dalam perjalanan pulang mendadak mata saya berair…

********

“…Mereka dan aku yang mungkin sekedar menyajikan kata..

sementara engkau melukis cerita

Mereka dan aku sibuk mengadu logika

sedang engkau telah memeluk dunia…”

Monday, July 19, 2010

153

Minggu sore, setelah satu persatu teman berpamitan, saya sendirian (lagi) pergi ke kantor. Saya ini makhluk yang sering menikmati kesendirian, tapi tidak terhadap sepi. Dan lembur di kantor pada hari libur (sayangnya) adalah salah satu cara terbaik untuk menemukan kesepian.

Modem yang saya bawa tidak juga mampu mereduksi senyap dalam ruangan 3 x 3 meter yang pengap. Saya sebenarnya tahu sebabnya, tahu juga jawabannya, hanya belum menemukan cara untuk menuliskan jawaban itu. Hampir gila, saya sempat terpikir membuka pembicaraan dengan tiga gentong besar berwarna biru dan seperangkat alat pertukangan yang teronggok di sudut ruangan kantor. Beruntung saya tidak menemukan kapur untuk membuat gambar wajah di ketiga gentong tadi. Still I'm casting away....

Tapi Tuhan memang Maha Baik, digerakkan-Nya hati saya untuk menemuinya di masjid sebelah. Lalu lewat kajian ba'da maghrib itu, diberikan-Nya setetes ilmu yang terkandung dalam sebuah ayat yang indah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.(QS. 2:153)


So Thank you God

Untuk hari yang kembali mengingatkan bahwa saya masih makhluk lemah yang sama.
Yang Kau jadikan dari pertemuan sperma dan ovum yang lalu Kau tempatkan di tempat yang kokoh... Hari dimana saya rupanya masih laki-laki biasa yang kadang merasakan ketakutan akan sepi.

Dan terimakasih pula untuk kejadian menjelang tengah malam. Yang mengingatkan bahwa saya masih seorang sarjana yang sangat biasa saja. Seorang perencana yang rupanya keyboard saja tidak cukup untuknya. Yang bisa begitu saja lumpuh tanpa mouse biru di tangan kanannya, yang tak tergantikan oleh shortcut, tidak pula keberadaan touch pad....


Tapi setidaknya saya ingat kembali

bahwa saya tidak sendiri...

saat belajar bersabar menjalani hari...






When shadows fill our day
Lead us to a place
Guide us with your grace
Give us faith so we'll be safe

-the prayer-

Sunday, July 18, 2010

disclosure

Duhai Sang Maha pembolak-balik hati...

boleh saya bicara lagi...???

ummm..... nggg.....

ahh..

Tak jadi Tuhan...

Untuk apa merangkai banyak kata

Jika Engkau sudah tahu segalanya

Tolong Ya Rabb...






Wednesday, July 14, 2010

SURAT UNTUK TUHAN

Life is like a gift they say
Wrapped up for you everyday
Open up and find a way
To give some of your own

Isnt it remarkable?
Like every time a raindrop falls
Its just another ordinary miracle today

(ordinary miracle - Sarah McLachlan)

Tuhan, saya menemuimu, agak istimewa hari ini…

Engkau Maha segalanya bukan? Jadi salahkah jika saya juga menganggap-Mu Maha Lucu?

Engkau memang memberi kami kemampuan untuk memilih bagaimana kami akan menjalani jalani hari demi hari, tapi cuma Engkau yang bisa menuntun hati ini. Dan kadang cara-Mu menuntun hati kami memang sungguh lucu dan tak terduga. Persis sebagaimana Engkau seringkali mencurahkan rizkimu lewat pintu yang tak disangka-sangka.

Maka terimakasih Tuhan…

Untuk bahu indah dan rambut kuncir sederhana yang Kau pertemukan denganku desember dua tahun lalu. Benar bahwa waktu itu saya tidak tahu seberapa besar pengaruh kontak fisik beberapa menit itu. Bukan cinta rasanya. Tapi hati yang Kau titipkan begitu saja mengerti bahwa hari itu saya akan mengalami sesuatu yang tidak biasa.

Terimakasih juga Tuhan...

Karena kami akhirnya mengalami kesempatan yang mempertemukan, perpisahan yang menentukan, dan kecocokan yang menyenangkan setelah sore itu. Sore dimana saya menemukan my serendipity, another ordinary miracle. Siapa lagi jika bukan Kau yang mengumpulkan yang terserak diantara kami.

Dan terakhir, terimakasih juga untuk selasa yang, uhmmm….. istimewa??!.

Selasa, 13 Juli 2010 yang akan saya (dan dia) simpan sebagai hari dimana kami menyadari apa arti pertemuan kami dulu dan kenapa Kau memerangkap kami dalam lingkaran kecil yang menyenangkan ini. Hari dimana Kau ijinkan saya memainkan pertandingan futsal terbaik hingga saat ini. Hari dimana Engkau juga membuat saya tertawa saat tanpa request, Kau perintahkan sound system di lapangan futsal memutar lirik yang unexpectedly funny ini…

"....Nyanyikan lagu indah

Sebelum ku pergi dan mungkin tak kembali

Nyanyikan lagu indah

Tuk melepasku pergi dan tak kembali

Nikmati detik demi detik

yang mungkin kita tak bisa rasakan lagi

Hirup aroma tubuhku

yang mungkin tak bisa lagi tenangkan gundahmu..."


Cuma Engkau yang bisa memilihkan lagu selucu itu tanpa kuminta...


Its seems so exceptional
Things just work out after
all
Its just another ordi
nary miracle today


Sekali lagi, Terimakasih Tuhan.....

Tuntun saya, tuntun dia, agar selalu di jalan-Mu yang indah (dan lucu)...













*Dan tolong, mudahkan bagi mereka, orang-orang baik yang sedang kau uji kesehatannya…*

BITTER TRUTH

Suatu malam sepulang latihan futsal, seperti biasa saya dan teman mencari menu makan malam. Pilihan akhirnya jatuh pada warung lalapan di pinggir jalan soekarno-hatta kota malang yang sudah beberapa waktu menjadi salah satu tempat makan langganan kami.

Namun hari itu ada yang berbeda rupanya. Bukan soal harga dan rasa lalapannya yang masih tetap pas bagi kami, tapi tentang sosok dua pemuda tanggung ber-rompi oranye yang berdiri diantara deretan sepeda motor pembeli malam itu. Hari itu, warung lalapan pinggir jalan naik kelas rupanya, sejajar dengan rumah makan dan warnet yang setiap pengunjungnya harus bayar seribu perak ke tukang parkir. Yah, ada gula ada semut memang dan lalapan kaki lima itu memang makin ramai saja akhir-akhir ini. Saya tertawa sedikit satir malam itu, “jadi, negara dan kita memang sungguh tidak mampu membantu para pemudanya menemukan pekerjaan yang lebih baik sepertinya ya…?”

Maaf, Ralat. Jangankan di luaran. Di kantor baru saya saja, sulit untuk mencari pekerjaan. Pekerjaan bisa diibaratkan seperti sepotong pudding yang diperebutkan lima enam anak di pesta ulang tahun. Semua ingin dapat bagian yang paling besar, paling manis, tapi tentunya tidak akan bisa. Wajar jika yang terjadi akhirnya adalah friksi di instansi yang seharusnya efektif melayani. Friksi yang kadang sulit teridentifikasi oleh orang baru seperti saya. Kadang mirip rasanya berjalan diantara tebaran kulit pisang di lantai, salah sedikit bisa terpeleset tentunya.

Sebulan awal kemarin, saya seperti halnya beberapa sarjana yang lebih dulu masuk, (dipaksa) menepikan apa yang kami pikir bisa kami tawarkan setelah bertahun-tahun kuliah. Saya mengeluh, terpikir untuk membiarkan saja dalam diam, tapi lalu saya memilih untuk bicara. Protess!!! Saya tidak mau menjadi penerus yang tidak peduli pada inefisensi wujud dari himpunan pajak jutaan orang.

Dan beberapa hari terakhir sejujurnya saya semakin bahagia dan excited ada disini. Bahagia karena Tuhan, lewat beberapa pemandangan sederhana, menunjukkan bahwa situasi saya tidak lebih buruk ketimbang orang lain. Excited karena adaptasi saya mulai menunjukkan gambar tentang apa yang saya hadapi. Masih sketsa memang, tapi setidaknya saya bisa membaca siapa si A, B, C dan lainnya.

Jadi, seandainya nanti ada yang berniat“mempenjarakan” saya, isi kepala saya, ataupun integritas saya. Maka saya akan tahu cara jadi Andy Dufresne. Saya akan ada didalam system, tanpa perlu terinstitusi oleh kepentingan-kepentingan yang menjadi parasit didalamnya…

Saya mau hidup disini, berharap meninggalkan sesuatu, dan melakukannya dengan bahagia. Dengan bernyanyi-nyanyi kecil….

“Oo.. oo oo….. Kau lihat hati ini, Rasakan langkah dan laguku….!!!!”

Sunday, July 11, 2010

deadline

21.46...

sembilan belas jam menuju deadline "pertaruhan" tulisan kami, dan saya belum berhasil mengetik satu kata pun. memang benar, jeda terlalu lama sungguh membekukan pena dan distraksi yang datang terus menerus dua hari ini sungguh sama sekali tidak membantu konsentrasi.

Tadinya saya pikir perjalanan nekad ke batu nite spectacular di akhir pekan terakhir liburan panjang sekolah tahun ini bisa memberi sedikit pencerahan. But i should've know better... Traffic jam was the only thing i could felt that nite. Lalu payung, lalu langkah-langkah nan melelahkan diantara udara segar kebun raya....


Arrghhh.... why is it so hard to find the focus... Do i really need AF Lens?? :D

*hehehe.... jika benar ada menang dan kalah, sepertinya saya akan kalah...*
#tapi baru sepertinya lho ya, aku belum berhenti mencoba, beruang#