Monday, December 27, 2010

On Any Given Wednesday!!!

Merunut pada pengalaman visual pribadi, semenjak Bill Pulmann memerankan Thomas J. Whitmore dalam Independence Day hingga pidato Barrack Obama di Balairung UI, maka Amerika, buat saya selain bangsa paling doyan perang, juga bangsa yang pandai merangkai orasi (atau katakanlah bualan) yang menggugah.

Salah satu ‘sosok’ lain yang juga memenuhi hipotesa tersebut adalah Tony D’Amato. Dia seperti halnya Thomas J. Whitmore memang hanya tokoh fiksi. Ia adalah sosok yang digambarkan memiliki determinasi dan dedikasi tinggi pada pekerjaannya sebagai pelatih Miami Sharks, klub sepakbola amerika yang sejatinya sedang terpuruk namun berhasil dibawanya mencapai final kejuaran. Dan diantara jeda babak di final itulah, disaat Miami Sharks dalam posisi tertinggal, D’Amato menyampaikan sebuah orasi hebat di kamar ganti…

“ ….I don't know what to say, really. Three minutes to the biggest battle of our professional lives. All comes down to today, and either, we heal as a team, or we're gonna crumble. Inch by inch, play by play. Until we're finished. We're in hell right now, gentlemen. Believe me. And, we can stay here, get the shit kicked out of us, or we can fight our way back into the light. We can climb outta hell.... “

Maka selepas orasi D’Amato yang diperankan dengan meyakinkan oleh Al Pacino, keluarlah para pemain Miami Sharks dengan semangat berbeda dan akhirnya film ini pun mencapai klimaks pesan yang ingin disampaikan judulnya, that on Any Given Sunday, everything can happen, including a superb comeback.

Benar, bahwa dalam script memang merangkai kata-kata saja seringkali sudah cukup untuk membalikkan situasi. Sementara dalam kehidupan nyata, persoalannya tidak semudah itu karena setiap orang rasanya punya preferensi yang berbeda ketika ia mencari cara untuk bangkit dari keterpurukan.

Saya mengenal beberapa teman yang bisa tersentuh oleh kata-kata bijak dari teman terdekatnya lalu tergerak karenanya. Beberapa teman dekat saya lainnya justru lebih suka jika masalahnya tidak ditambahi oleh bualan tentatif tentang moving on, there’s life after this ‘end of the world’, atau semacamnya. Mereka lebih suka petunjuk, dan bukan jawaban yang bisa mereka cari sendiri.

Saya…?

Pada sebuah Januari saya pulang, bukan hanya karena ingin menikmati hari kelahiran di kampung halaman, tapi yang lebih penting saya pulang pada tangan-tangan yang selalu bisa membuat saya tenang dalam situasi seburuk apapun, termasuk ujian besar yang harus saya hadapi di bulan itu. Ya, buat saya ibu adalah jembatan terdekat menuju Tuhan dan kebangkitan.

Pengalaman psikologis tersebut tidak bisa dipungkiri mempengaruhi perspektif analitis saya tentang kekalahan menyakitkan timnas Indonesia dari Malaysia semalam. Yang terbersit adalah seandainya ada waktu bagi para pemain untuk bertemu dengan ibu, istri dan atau anak-anak tercintanya, mungkin akan menjadi langkah penting mereparasi mental mereka yang lelah terganggu berbagai intrik politik dan infotainment yang semakin tidak proporsional.

Tapi saya bukan Alfred Riedl. Saya hanya supporter, outsider yang jatuh cinta pada apa yang telah ditunjukkan timnas kali ini. Maka selain memikirkan status lucu tentang "pembalasan setimpal buat laser ala malingsia" dan berdoa, adalah tugas saya untuk tetap menyimpan kepercayaan pada timnas.

Bahwa Riedl juga memiliki kapasitas untuk menemukan strategi yang sama jitunya seperti ketika Rafael Benitez memasukkan Dietmar Hamann dan menukar posisi Djimi Traore pada suatu Mei di Istanbul yang akan terus dikenang sebagai salah satu pertunjukkan comeback paling hebat di sebuah final kompetisi tertinggi antarklub eropa.

Atau mungkin Riedl, dibalik karakter serius dan irit senyumnya, malah menemukan cara mengkombinasikan strategi jitunya dengan rangkaian kalimat yang tak kalah inspiratif dengan apa yang diucapkan D’Amato…

"......On this team we fight for that inch. On this team we tear ourselves and everyone else around us to pieces for that inch. We claw with our fingernails for that inch. Because we know when add up all those inches, that's gonna make the fucking difference between winning and losing! Between living and dying! I'll tell you this, in any fight it's the guy whose willing to die whose gonna win that inch. And I know, if I'm gonna have any life anymore it's because I'm still willing to fight and die for that inch, because that's what living is, the six inches in front of your face.

Now I can't make you do it. You've got to look at the guy next to you, look into his eyes. Now I think ya going to see a guy who will go that inch with you. Your gonna see a guy who will sacrifice himself for this team, because he knows when it comes down to it your gonna do the same for him. That's a team, gentlemen, and either, we heal, now, as a team, or we will die as individuals. That's football guys, that's all it is. Now, what are you gonna do...??? "

Lalu tiga hari dari sekarang, dunia akan bisa melihat sebuah realisasi semangat luar biasa dari duapuluh tiga pemain kebanggaan negeri. Bahwa On Any Given Wednesday, segala sesuatunya juga bisa terjadi, selama kita percaya...

Dan apapun hasil akhirnya saya dan jutaan suporter lainnya bisa dengan bangga berkata GARUDA (MASIH) DI DADAKU!!!!

Sunday, December 26, 2010

BREAKING NEWS

Di negeri mimpi ini, berapa kali sudah kita menyaksikan kerusuhan pasca kekalahan atau buruknya permainan tim tuan rumah di liga (super?) lokal. Sebuah eskalasi, akumulasi kekecewaan perut-perut lapar yang termotivasi menukar jatah makan mereka demi sebuah ekspektasi datangnya hiburan jiwa, hasrat pencarian pemenuhan kebutuhan diri untuk dihargai lewat permainan 90 menit di sebuah lapangan hijau. Terlalu sering sudah?

Maka lalu kita semakin jamak menyalahkan kekalahan, melupakan bahwa segalanya berawal dari kegagalan kita menghadirkan kesejahteraan yang terikat pada nilai-nilai transendental dan sekolah-sekolah yang alih-alih mencontohkan moral dan mengajarkan fokus, malah membebani anak-anak dengan ragam ilmu dari segala penjuru dunia. Iya, akhirnya kita hanya mengingat kekalahan, menyalahkan kegagalan....

Beruntung, hari ini dalam breaking news yang menyedihkan, kita diingatkan kembali bahwa kerusuhan bukan hanya dosa kekalahan. Bahwa Alex Ferguson benar menuturkan tentang reduksi spirit murni dalam olahraga yang katanya penemuan terbesar kedua manusia setelah humor ini adalah karena rapuhnya individu-individu yang menjadi mapan karenanya. Bahwa seperti halnya kecenderungan kita yang lebih dekat dengan Tuhan disaat kesusahan dibanding saat saldo di atm menunjukkan angka delapan atau sembilan digit, maka kemenangan yang datang beruntun dan tak terduga bagi jiwa-jiwa yang rapuh juga tak ubahnya sejumput api dalam sekam. Sekedar menanti pemantik yang kuat untuk menjadikannya kehancuran.

Di negeri mimpi ini, pemantik itu bernama Noordin Ghaib. Seorang saudagar yang sayangnya memiliki cukup uang untuk membeli salah satu panji kebanggan negeri ini. Pesakitan korupsi yang membuat saya akhir-akhir ini ingin segera mengontak Dom Cobb. Bukan hanya sekedar memintanya melakukan inception pada seseorang, tapi menguji apakah Cobb mampu mencapai level yang lebih tinggi, menanamkan ide pada seseorang yang sedang dipertanyakan apakah otak dan hati masih menjadi bagian dalam tubuhnya...

Thursday, December 23, 2010

Muhammad '1

Mengapa Rasulullah SAW mampu menjadi seorang komunikator yang baik?

Ada tiga rahasia kesuksesan komunikasi beliau.

Pertama, adanya kefasihan dan bicara (fashahah) yang bersumber dari kecerdasan beliau sebagai utusan Allah (fathanah).

Rasulullah SAW diutus pada suatu kaum yang sangat mengagungkan kehebatan merangkai kata. Rasulullah SAW pun diutus tidak pada satu golongan manusia. Beliau diutus pada suatu kaum yang memiliki latar belakang ilmu, status sosial, dan spesialisasi yang berbeda-beda. Di antara mereka ada tokoh agama, ahli politik, ahli ekonomi, ahli hikmah, pedagang, peternak, orang kaya, fakir miskin, budak belian, dan lainnya. Semuanya harus diberi argumen agar bisa menerima Islam. Jika Rasulullah SAW bukan manusia paling cerdas, paling luas wawasannya, dan paling jelas juga paling fasih bicaranya, tidak mungkin beliau bisa melakukan semua itu.


Kedua, karena bayan atau ajaran yang Beliau sampaikan mengandung kebenaran mutlak.

Secerdas apa pun orang dan sefasih apa pun ia berbicara, tidak akan bernilai dan tahan lama bila yang diungkapkannya tidak mengandung kebenaran. Salah satu kesuksesan dakwah Rasulullah SAW adalah kesempurnaan ajaran yang dibawanya. Ajaran yang tidak benar (tidak sempurna), argumennya tidak akan jelas, lemah, dan selalu mentah.


Ketiga, semua kata-kata Rasulullah SAW keluar dari hati yang bersih (qalbun saliim); hati yang penuh kasih sayang, hati yang damai, dan bersih dari kotoran dosa.

Tak heran bila kata-kata beliau memiliki "ruh" yang bisa melembutkan hati sekeras batu. Kepintaran, kefasihan bicara, dan kebenaran ajaran, hanya akan menyentuh aspek akal. Hati hanya bisa disentuh dengan kata-kata yang keluar dari hati yang bersih pula. "Bersihkan dengan segala apa yang kamu bisa, karena Allah telah mendirikan Islam ini di atas kebersihan, dan tidak akan masuk syurga melainkan orang-orang yang bersih," demikian Rasulullah SAW yang mulia berpesan kepada kita.



Wallahu a'lam bish-shawab.
dari ustad tetangga

GOMBAL/ORIGINAL

Setelah terbelah antara dua kubu pendapat, akhirnya kemaren saya bisa mengambil pendapat pribadi bahwa sebenarnya tidak ada yang terlalu istimewa sebenarnya dari ide yang coba ditanamkan Inception pada penontonnya. Bahkan hampir tiap minggu saya bisa mendengar motivator ulung menyampaikan ide yang identik walaupun dikemas dalam bahasa yang berbeda. Bahwa hidup akan lebih mudah dijalani a.k.a anti ruwet, ketika kita tidak tertidur dalam mimpi atau hidup dalam kenangan. Tapi harus saya akui bahwa ide jamak tersebut bisa dikemas Chris Nolan lewat cara yang segar. Ya, seperti sebuah lagu buatan john lennon yang sebenarnya liriknya tidak kalah gombal dengan lagu band-band melayu di top 40 namun tetap saja terasa sangat orisinal...


Saturday, December 11, 2010

the break up

Kenapa kita ada disini? Ngapain saya terjaga sampai malam? Apa benar ini untuk negara. Negara yang mana? Negara siapa memangnya?

Saya kehilangan diksi bersama jawabannya sore ini

Thursday, December 9, 2010

TRIVIA #1

PETUNJUK :

# Pilih A jika anda nilai jawaban 1,2,3 adalah benar

# Pilih B jika anda nilai jawaban 1,3 yang benar

# Pilih C jika anda nilai jawaban 2,4 yang benar

# Pilih D jika anda nilai hanya jawaban 4 saja yang benar

# Pilih E jika anda nilai semua jawaban benar

*******



PERTANYAAN :

Berikut ini adalah PERATURAN abdi negara dan calon abdi negara di akhir tahun :

1. Dilarang Ijin Acara Keluarga

2. Dilarang Ijin Nengok Orang Tua

3. Dilarang Ijin Sakit

4. Dilarang Ijin Tidur

*******

well, to thousands out there who eagerly waitin for this sunday morning,

"..make sure you know what you're goin into lads..." :D

*******

Friday, December 3, 2010

Friday Night Effect

Nobody knows
Just why we're here
Could it be fate
Or random circumstance
At the right place
At the right time
Two roads intertwine

And if the universe conspired
To meld our lives
To make us
Fuel and fire
Then know
Where ever you will be
So too shall I be

-rivermaya-

20/2003

Penjabaran amanat UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Saya tertarik sama tujuan pendidikan yang ada di Pasal 3:

"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."


Panjang banget yah, ga kebayang gimana mentransformasikannya ke dalam kurikulum, mengingatnya saja sudah susah...

Thursday, December 2, 2010

My Precious

Diluar yang semacam "..selamat anda mendapatkan uang tunai Rp.50 jt, bonus pulsa Rp.10jt. hubungi 081xxxxx...", kira-kira hadiah paling mengesankan apa yang pernah anda dapat selama ini..?? Pulpen, Sandal Jepit, MagicJar, Uang Tunai, atau Mobil mungkin...?

Bagi saya, ada sebuah hadiah paling mengesankan yang pernah saya dapatkan sebelum kemarin....

Adalah sebuah jam dinding, hasil iseng-iseng ibu mengajari saya surat menulis surat untuk presiden. Lima setengah tahun umur saya ketika sebuah kiriman kardus coklat berstempel pos khusus dari kantor presiden datang di sebuah pagi. Buru-buru saya robek pembungkus kardusnya, dan mata saya berbinar ketika melihat sepucuk surat terikat pita merah putih tergeletak diatas sebuah jam dinding, warna putih hitam, dengan tandatangan H. Soeharto dibalik kacanya.

"Terimakasih atas suratmu nak, jadilah anak yang berguna bagi bangsa.." , begitu rasanya penggalan surat yang entah ditulis oleh siapa di istana atas nama presiden. Tapi perhatian saya akhirnya banyak tertuju pada jam dindingnya. Saking senangnya, malamnya saya tidur memeluk benda yang seharusnya terpasang di dinding itu. Kalau mengingat-ingat hal itu saya sering tertawa sendiri, indah sekali rasanya jadi anak kecil, tak mengenal politik juga tak pandai mengkritik.

Jam dinding itu bertahan cukup lama, sepanjang usia sekolah dasar saya, walaupun akhirnya penunjuk waktu itu menyerah juga pada sang waktu. Dan walaupun setelah itu saya sempat beberapa kali memenangkan hadiah yang menyenangkan - paling istimewa adalah sebuah pin dan buku original tentang profil tim dari Manchester United - , tapi overall saya tidak pernah cukup beruntung memenangkan sesuatu hadiah yang mahal.

Semua berubah kemarin pagi...

Ketika saya mendapatkan sebuah benda yang nilainya sama dengan dua kehidupan. Sepucuk kejutan yang menyenangkan. Hadiah dari sebuah pompa bensin yang semoga menjadi contoh bagi manufaktur-manufaktur lain yang katanya memikirkan kelangsungan masa depan dunia namun masih saja berlomba-lomba memikat konsumen dengan hal-hal remeh semacam kendaraan, alat elektronik, dan lain-lain pengancam kehidupan...




i got mango for life, yeehhhaa... :D

Monday, November 29, 2010

Tentang Menjadi Dewasa 1"

adalah tentang bagaimana kita bereaksi terhadap sesuatu yang tampak sepele di mata kita, tapi penting bagi tetangga. tentang apakah kita bisa menentukan mana yang lebih penting, langsung tidur setelah kerja lembur atau sekedar memarkir kendaraan lalu berinteraksi dalam kerja bakti...

Wednesday, November 24, 2010

INVICTUS

It is not what we say or what we feel. It is what we do, or we failed to do… (sense and sensibility)

Pada tahun 1875 William Ernest Henley harus menjalani amputasi terhadap salah satu kakinya demi menyelamatkan hidupnya. Sebuah pilihan yang berat bagi seorang pemuda berbakat yang baru berumur 25 tahun itu. Namun ketimbang menyerah, dalam proses pemulihan di rumah sakit ia menulis sebuah puisi yang merefleksikan semangatnya untuk bangkit. Sebuah puisi yang seabad kemudian ‘menemani’ Madiba untuk bertahan 13 tahun dalam kungkungan penjara yang setiap sel sempitnya diisi oleh 40 orang di Pulau Robben, di lepas Samudera Atlantik.

Ketika pada tahun 1994 Madiba yang lebih kita kenal sebagai Nelson Mandela memenangkan pemilu dan terpilih sebagai Presiden Afsel, dirinya dihadapkan pada begitu banyak permasalahan kemiskinan, kesehatan, pendidikan, transportasi dan yang paling utama integrasi kulit hitam dan kulit putih. Sebuah proses yang rupanya menemukan momentum lewat sesuatu diluar gedung parlemen, dari sebuah gelanggang berjuluk Ellis Park, ketika akhirnya 65.000 orang hitam, kuning, putih menjadi saksi, Springboks, tim Rugby yang dulu identik sebagai salah satu simbol kejayaan Apartheid kini menyatukan mereka, melawan All Black-Selandia Baru di Final Piala Dunia Rugby 1995.

Adalah sebuah pertemuan dengan kapten tim Springboks, Francois Pienaar yang menjadi titik awal transformasi tim tersebut. Pienaar yang putih, datang ke kantor kepresidenan dengan membawa sebagian kecemasan ras nya, hanya untuk kemudian menyadari bahwa visi dan perilaku Mandela jauh dari interpretasi negative mayoritas orang kulit putih. Sosok luar biasa, yang lantas menitipkan ‘misi mustahil’ agar Springboks menjadi juara dunia rugby bukan hanya atas nama prestasi, tapi demi integrasi negeri.

Pada saat itu Springboks dan All Black ibarat membandingkan Timnas Garuda dengan Korea Selatan. Ada bertingkat-tingkat perbedaan kualitas antara peserta Piala AFF dengan langganan Piala Dunia. Namun demikian, dalam serangkaian adegan film karya Clint Eastwood berjudul sama dengan tulisan ini, tergambar tingginya semangat mereka untuk merubah diri dalam masa persiapan yang kurang dari setahun itu. “..We may not have the best talent, but we can be the fittest..” adalah visi yang mereka canangkan. Sebuah semangat yang terpercik dari secarik kertas, yang diatasnya Mandela menulis puisi karangan Henley, yang ‘menjaga’ semangatnya saat pengasingan di Pulau Robben.

Maka membayangkan Pulau Robben tersebut, saya jadi teringat tentang Bandanaira dan sebuah catatan Gunawan Muhamad tentang tempat tersebut. Di Bandaneira ada sebuah monumen kecil dimana seregu samurai Jepang didatangkan Jan Pieterszoon Coen (Gubernur Jenderal VOC yang terkenal itu) ke Neira untuk menyembelih 40 orang pemuka masyarakat Banda yang menolak klaim Belanda dalam monopoli niaga pala. Di dinding di belakang perigi itu juga tertulis sederet nama orang dari pelbagai penjuru Nusantara yang dibuang ke pulau itu sejak abad ke-19: dari Pontianak, Yogya, Kutaraja, Cirebon, Serang, Blitar. Di abad ke-20 ada nama yang kini lebih dikenal: Cipto Mangunkusumo, Iwa Kusumasumantri, Hatta, Syahrir.

Dan jika Mandela kemudian bisa menunjukkan Pulau Robben pada lima belas orang yang diharapkannya menjadi invictus, tak terkalahkan, maka mungkin Riedl perlu mengajak 23 orang pilihannya pergi ke Bandanaira, tempat yang dikatakan "…disini bermula apa yang kemudian menjadikan Indonesia..."


Out of the night that covers me,
Black as the pit from pole to pole,
I thank whatever gods may be
For my unconquerable soul.

In the fell clutch of circumstance
I have not winced nor cried aloud.
Under the bludgeonings of chance
My head is bloody, but unbowed.

Beyond this place of wrath and tears
Looms but the Horror of the shade,
And yet the menace of the years
Finds and shall find me unafraid.

It matters not how strait the gate,
How charged with punishments the scroll,
I am the master of my fate:
I am the captain of my soul.

Invictus, William Ernest Henley

Tuesday, November 16, 2010

WAJAH WAJAH GUNDAH

Muka-muka pekerja yang cerah kala berangkat mengais rupiah dengan dandanan beraneka gaya yang menunjukkan jatidiri, mulai berkerut memandangi antrian panjang dihadapannya.


Kita adalah manusia-manusia modern, yang akan setengah lumpuh ketika fungsi push mail berhenti bekerja, ketika sensor infra red tetikus mati tanpa permisi, atau debu menyumbat karburator.


Sedang hari ini, adalah tentang sebuah truk gandeng yang terguling di depan fly over pada peak time arus pagi hari...


Dan seperti beberapa bapak yang mulai cemas anak-anaknya akan terlambat melewati satpam di gebang sekolah, bolak balik kupandangi jam di pergelangan kiriku.


#Jarum menunjuk angka 07.30.#


Kalkulasi kecepatan yang kubutuhkan setelah lepas dari kemacetan ini untuk sampai kantor tepat waktu berujung pada kesimpulan keharusan untuk meminggirkan sejenak gaya mengemudi yang biasanya tak lebih dari 60km/jam. Karena sekarang adalah Selasa, saatnya apel besar, dan tabu hukumnya terlambat....


Lima belas menit setelah kemacetan parah itu, diatas motor yang dipacu di angka 80 km/jam, entah siapa yang membawa, datang pertanyaan di kepala, "..apa sudah segundah ketika suara adzan memanggil dan aku masih terduduk di hadapan layar monitor..". Apakah memang terlambat check log, absen apel dan scan jari lebih intimidatif ketimbang iqomah... ?






#malang, ketika listrik mati seharian dan banyak pekerjaan tak terselesaikan#

Wednesday, October 27, 2010

Bad Day

K : ya, aku yang salah
C : gw sensi
K : lain kali kukendalikan lebih baik lelucon bodohku
C : maaf buat sensi bodohku

yeah, this evening is considerably the one that got away. Normal day grew into a few bit fun, but eventually come to bitter end. Today it was my mistake and as always, it feels very much uncomfortable to cause you trouble like this. Particulary because our experience should've help me navigate this matter much much better. I'm sorry...

Tuesday, October 26, 2010

Talk More Do Less

P : mbak.. mbak...tau tempat absennya dpr dimana ya?
papa nitip absen ke saya ini... :D

M : jare mbake: mana potongan jempolnya papa-mu. ni checklocknya ada di sini, pk fingerprint

P : pake jempol saya ga bisa a?
tangan saya lebih bersih kok ketimbang punya papa...

M : Maaf nak, salah. ternyata gak pake sidik jari. di DPR pke sidik kemaluan. mohon bawa potongan kemaluan ya. ada di rumah kok, itu makanya klo ke kantor gak tahu malu....

P : hah?? adduuuhhh... mbak, tambah susah ituuu...
saya ndak tau rumah selingkuhannya papa i loo...
ketinggalan disana kayaknya.. :p

M : klo gitu, tar waktu papa balik bilang kemaluannya di titipin bibi di rmah aja, selain masih muda, juga biar gampang klo mau titip absen...

P : iya deh mbak... brarti khusus sekarang boleh ya mbak saya absenin papa.. nanti mbak saya kenalin deh sama papa..

M : wes gak usah deh, kemaluannya kemarin mbak yang bawa kok. mbak absenin deh...


Monday, October 25, 2010

Post Mortem Hip Hrrggghh...

Begitu saya mencerna genre musik terbaru teman saya, rap berlirik cerdas. Sayang, walaupun saya manggut-manggut dengan kedalaman makna liriknya, tapi sama seperti pemahaman saya tentang anarki, musik tadi malem juga nanggung, 'un-sing-able'.

Berisik dan ?!*$%@! nyaris tak bernada.

Dan sekali kali putar saja sudah cukup bikin saya langsung tidak selera lemburan dan mencari-cari sumbat telinga!!! Sama efeknya dengan lirik lagu apaan itu yang kapan hari saya dengar bisa 'menemukan' kaitan antara washington, aguilera, dan kemerdekaan indonesia.

Kuping saya ini keluaran tahun 1982, dilahirkan untuk mencintai aerosmith, queen, bon jovi dan lainnya. Yang walau berisik tapi berirama. Jadi mengingat merokok dan musik itu identik dalam hal membagi interaksinya kedalam aktif dan pasif, maka maaf teman, you may smoke your cigars, tapi jangan sering-sering muter lagu itu di ruang publik rumah ya.... :)

Thursday, October 21, 2010

Loyalitas!!!!

Jika kita berbicara pada konteks sekarang, adalah sesuatu yang rapuh. Sebagian besar terhadap kepentingan, sebagian lagi terdegradasi seiring waktu...

Tuesday, October 19, 2010

Now Tell Me How Would You Fill These Boxes??

Hari minggu, adalah waktunya beli koran pagi demi berita ringan dan selembar teka-teki silang. Yang tidak terduga kali ini adalah keluarnya sebuah pertanyaan yang, uhmm.... i dont know, i'm not that expert on this... haha...

GOALLL......!!!

Kamu lebih suka berlarian diantara kedua sayap,membuka ruang, melebarkan pandangan lalu meluncurkan bola-bola silang. Sementara dia, teman kita pandai sekali mengoptimalkan trik-trik rahasia dibalik permainan paling adiktif ini, ruwet..!!!! Sedang temanku yang baru kau kenal kemarin itu malah sebaliknya. Dia bermain begitu sederhana, pencet X , X lagi lalu tanda segitiga dan akan sampailah dia di depan gawang (pikirnya)....

Aku...??

Aku suka sekali mengumpan, keeping posession...

patiently moving forward, finding that perfect pass though many times its so vulnerable against counterattacking..

Gaya kita memang berbeda kawan, representasi diri mungkin..

Tapi toh pada akhirnya kita mencetak gol dengan tombol yang sama

KOTAK... KOTAK...!!!!

Thursday, October 14, 2010

Misinterpret

*****

Jauh sekali ternyata sungai idealisme yang harus didayungi.

Tinggi sekali pagar yang harus kulompati.

Diterus-teruske kok sirahe tambah bundet lan atine ruwet koyok dawet...

Tapi jangan khawatir, saya tidak akan menyia-nyiakan keringat yang kadung keluar, dengan keluhan. Tidak akaan...!!! Bahkan seandainya kita akan berakhir di bangku taman seperti Tom Hansen dan Summer Fin. Atau seandainya scene terakhir layar menampilkan adegan dimana saya harus bisa berkata "i'll always around", seperti ujar Kent pada Lane...

Because i know from the very start...

Even the best-laid plans have a tendency to waver and buckle

Let alone our sudden dream... So its ok,

If history shall reveal, that our keenan and kugy-like stories,

ends at chapter 44,

not 46...

Karena saya adalah perencanaan dan anda anggaran..

the script wont go our way eventually…

****

(in this world)



@beruang: this is not about us loh ya, not a chance.. hehe...

Wednesday, October 13, 2010

Tambal Ban

Hujan besar kemarin sore dan setelah menunggu beberapa lama, saya akhirnya memutuskan untuk nekat saja pulang kantor. Mendung terlalu gelap untuk ditunggu mencerah. Namun belum sampai gerbang keluar kompleks kantor, roda depan motor mendadak bocor sehingga mau tak mau saya harus menuntunnya. Seratus dua ratus meter, air mulai menyusup masuk ke balik jas hujan yang berlubang disana sini, dan tak ada satupun tambal ban yang terlihat.

Hari itu saya memang masih sedikit emosional. Saya merasa telah disalahkan dalam serentetan peristiwa yang berdampak pada perubahan ritme kerja di kantor. “..Kalo bisa diperlambat kenapa dipercepat..”, begitu lelucon tentang lingkungan pekerjaan saya, sesuatu yang sayangnya memang jamak, walaupun saya tidak berminat terinstitusi didalamnya. Andy Dufresne tak mau menyerah pada kekangan jeruji besi dan justru menghadirkan nuansa edukasi didalamnya. Saya mau seperti dia, dan hari itu saya sadar, itu tidak semudah yang saya kira.

Saya menunggu seharian untuk kesempatan bertukar pendapat tentang tuduhan yang telah tersebar kemana-mana. Tapi diskusi urung terjadi. Mungkin para penyebar isu tak berani beradu bukti. Maka akhirnya ban bocor pun terasa seperti taburan gula diatas croissant. “Perfectt..!!!” pikir saya sedikit menggerutu.

Dan bantuan untuk saya rupanya datang kemudian sebuah warung rokok dengan hiasan ban bekas diatapnya. Sepasang suami istri didalamnya tanggap menawarkan jasa dengan logat daerah yang kental saya kenal. Sempat terlintas keraguan melihat kelengkapan alat yang mereka miliki, namun akhirnya pasrah saja, daripada nuntun lebih jauh pikir saya. Lalu saya pun segera mencari posisi berteduh dibawah pohon, memandangi suami istri pemilik warung itu bekerjasama menambal ban motor saya.

Lamat-lamat terdengar percakapan mereka tentang hidup yang semakin keras, berdebat kebijakan pemerintah. Kadang saya tersenyum dibuatnya, logika-logika mereka sederhana sekali kala mendefinisikan arti kata sejahtera. Sejahtera buat mereka bukan setiap hari memandangi dunia dari balik kaca mobil yang berkilat-kilat, bukan tentang bekerja di gedung yang nyaman dan aman, bukan pula tentang liburan setiap bulan. Sejahtera hanya tentang bagaimana anak-anak mereka bisa lebih baik dari sekedar mewarisi keterampilan penambal ban.

Semakin basah keduanya diantara air hujan yang mengalir deras dari atap warung mereka. Dan hati saya perlahan mendingin.

Tuesday, October 5, 2010

It Is More About The Manner, Not The Result!!!

Aku tidak punya masalah dengan kekalahan, ini hidup pada akhirnya.

Tapi caramu menyerah yang membuatku terganggu.

Dimana energi yang kucintai?....

Mengapa yang tampak hanya letargi?....


"...kamu terlalu jauh dariku untuk bisa mengambil kesimpulan secepat itu..." , katamu


Kamu tahu? Aku sungguh berharap kamu benar

Bahwa aku yang salah menafsirkan keadaanmu

Bahwa aku yang ternyata tak mengerti sepenuhnya siapa dirimu

Tapi kita bukan lagi kawan kemarin sore

Bukan lagi rasa yang tertimbang dari satu dua adu pandang

dan Kita telah jauh-jauh hari mengerti dengan ekspektasi tinggi.

Ini takdir kita. Yang seharusnya membedakan aku dan kamu dengan lainnya.


Lalu kenapa kamu menjadi biasa?

Aku mau kau yang sempurna,

yang kadang dibenci karenanya...


"...see my limitation!!!.." , you said


Sekarang aku mulai melihatnya memang...

walau sekali lagi aku berharap aku yang salah

dan kamu belum luntur, hanya sekedar kabur...

Wednesday, September 22, 2010

even crowe made wrong turn

Sodoran cara pandang yang berbeda seharusnya membuat sesuatu yang telah basi terlihat kembali menarik. Apalagi jika cara pandang itu disampaikan oleh seorang yang lebih ahli dari kita. Tapi sayang, niat menghadirkan perspektif baru itu justru kadang menjadi terlalu politis. Robin Hood (2010) adalah salah satunya.

Nama Ridley Scott, Russel Crowe dan Cate Blanchett (juga Brian Grazer) seharusnya menjadi jaminan bahwa Robin Hood akan tidak berbeda jauh dari Gladiator. Namun ternyata yang saya dapat adalah sebuah filem yang secara aneh berisi konsep intrik semacam The Sopranos, dialog Star Wars, dan Crowe yang sering terjebak menjadi Maximus. Russel Crowe is A Beautiful Mind, He also a fantastic Gladiator, but for sure he failed to be Robin.


"Steal from the rich, and give to the poor…"


Adalah kredo yang populer dari legenda seorang pencuri baik hati yang berkeliaran di sekitar Nottingham. Setidaknya sebelum Ridley Scott mencoba menunjukkan Robin dalam perspektif persona lain, "Don't retreat, reload."


Bagi saya, ini seperti sebuah rencana menanti pagi dengan paket Alanis morisette, Gerimis yang membentuk alur halus di kaca, dan secangkir kopi pahit, yang mendadak buyar karena sebuah telepon berita duka. Oh ya, satu lagi, anda juga mungkin akan mengalami dejavu adegan pendaratan kapal perang dalam Saving Private Ryan. Semuanya harus anda alami dalam 2 jam 20 menit film yang mungkin justru akan terlihat lebih menarik dengan selingan tarian india didalamnya.


Tapi tetap ada yang bisa disyukuri bukan dari setiap kejadian buruk sekalipun?


Cate Blanchett ga buruk-buruk amat dan yang utama, saya sangat bersyukur ini adalah film pertama dari enam keping yang akan saya tonton. And it wont get worst I guess.. Hehe…

Tuesday, September 21, 2010

HUJAN HARI RABU

Hujan turun lagi kemarin walau tak seganas hujan hari minggu.

Di sebuah bagian utara kota, dalam sebuah warung, sekelompok orang yang tak semuanya saling kenal, datang dengan tujuan yang sama, semangkuk kehangatan.

Sepasang kekasih berdiri paling depan, memegang kendali atas gerobak bakso bakar yang dikerumuni beberapa orang lainnya. Sang wanita memilihkan satu-persatu menu untuk pasangannya, pria yang begitu awas pada sekitarnya. Tampak ingin memastikan tak satu lelaki pun dalam kerumunan itu menyentuh wanita itu. Mungkin pria itu sadar, perbedaan kadar cinta diantara mereka kasat mata.

Tapi akhirnya ia tak bisa berbuat apa-apa, ketika mendadak dari arah dalam warung berlarian dua orang anak kecil. Menyeruak sambil memamerkan suara mereka yang menggelegar, berat layaknya pria yang sudah lama menghadapi kerasnya hidup, kedua anak itu segera mengambil alih kekuasaan atas gerobak bakso itu.

Pasangan itu menyingkir, masuk kedalam warung. Sementara orang-orang hanya bisa tertawa walaupun tak lama sebagian dari mereka berkerut mendengar diksi anak-anak tambun itu yang berubah dari lucu menjadi kasar. Hidup sepertinya terlalu mencukupkan segalanya bagi keduanya, lalu mereduksi tata krama kedalam urutan yang kesekian.

Lalu datang seorang ibu dan anaknya mendesak kedepan. Tinggi besar perawakan wanita paruh baya dengan outfit mahal itu, yang sejurus kemudian berteriak-teriak pada tiga orang karyawan, meminta pesanannya dipercepat seolah ia telah menanti dalam hitungan jam. Entah kampungan atau memang belum semua orang kaya pernah merasakan bakso bakar.

Di sudut belakang gerobak, seorang lelaki dalam pakaian coklat yang setengah basah berdiri terpojok. Raut mukanya yang masih menyimpan kesal pasca perdebatan bodoh dengan atasannya lambat laun semakin cerah. Sementara aroma daging terbakar menghangatkan tubuhnya, hujan badai dan kerumunan itu berkonspirasi mendinginkan kepalanya yang tak henti menangkap pikiran disekitaran. Keinginan-keinginan memang sungguh memabukkan, sumber penderitaan kata bang iwan...

Tuesday, September 14, 2010

Premonition

“…..Tak peduli aku sepakat atau tidak, hirau atau tidak, hidup tetap mengirimkan pertanda padaku seperti sahabat pena satu arah yang bersikeras mengirim surat meski aku tak ingin membalas, apalagi meminta….. (dee)”

******


Telah kusiapkan kata-kata yang mulai terfikir beberapa waktu yang lalu. Tapi hari ini tidak satupun kata yang keluar. Mungkin firasat tentang hari ini telah mengambil porsi terlalu banyak. Pada akhirnya aku menyerah, terdiam, lalu meraih tubuhnya yang bergetar pelan. Mengikuti alur yang seakan memutar ulang mimpi dua minggu kemarin. Tak lagi mencoba membelokkan adegan, although it feels like watching sixth sense, already knowing bruce willis is a ghost.

Menolak firasat kupikir hanya akan mereduksi fungsinya untuk menghindari dalil “timbangan cinta baru terukur ketika kita kehilangan”. Menerimanya, mungkin bisa membuatku tak perlu menunggu selama itu...

Maka lima menit sakral itu pun lenyap dalam pelukan erat. Kami saling menitipkan pesan pada udara yang perlahan menghangat karena emosi. Kusandarkan wajahku di tulang selangka-nya yang tampak. Giliran aku yang bergetar memeluk pinggangnya yang berkurang drastis semenjak pertemuan terakhir kami.

Seperempat abad cukup untukku mengenal banyak adegan perpisahan.

It tends to be like this, but still, it never happened like today.

Tuhan pasti tahu aku mencintainya tanpa pesaing…

Dan kurasa dia juga tahu…

*****

selamat hari raya temans, jangan sia-siakan waktu…

Monday, August 2, 2010

ATAS NAMA KEINDAHAN

Orang-orang bilang, saya adalah beginner yang beruntung. Hanya butuh satu bulan untuk saya dimengerti bahwa tujuan saya nyemplung di tempat baru ini bukanlah untuk mindahin pot, ngangkut sampah dan nyiram bunga lima hari dalam seminggu. Yang dulu-dulu butuh bertahun-tahun untuk sekedar dapet meja kerja, apalagi berani bawa komputer ke kantor...

Tapi selain keras kepala, rupanya saya juga nggragas, belum puas…

Terus terang saya masih butuh penjelasan kenapa ide riset dan effort pelibatan masyarakat kalah sama agenda beli cat atas nama keindahan. Hambatan aturan anggaran katanya. Ah, lalu kalo bingung “menghabiskan” dana, kenapa ngga dialihkan saja untuk rakyat diluaran sana? Ngapain betulin barang-barang yang masih bisa dipake? bukan soal C.I.T.R.A kan?

Lalu apa keinginan saya melihat sebuah ruangan berlabel “PERPUSTAKAAN” di lingkungan kantor besar ini juga terlalu berlebihan??

Saya bukannya alergi dengan keindahan. Tapi keindahan yang membawa kebahagiaan itu bukan sekedar permainan visual semata kan.…?


"...maaf, jangan diambil hati ya pak omongan saya,
mungkin cuma karena saya nggak paham aturan,
tapi saya cinta kota ini pak, cinta mati…
dan terimakasih untuk approval tentang ide sumur resapan..."

Thursday, July 22, 2010

HERO

“…Are you gonna bark all day, or are you gonna bite ‘em…??” (Reservoir Dogs)

********

Setelah sebelumnya dipenuhi oleh perdebatan teknokratis tentang beragam definisi dan konsep interdisiplin, akhirnya hari terakhir workshop penataan ruang mempertemukan saya dengan sesuatu yang berbeda. Warna lain yang muncul dari sosok bersahaja berkemeja batik.

Namanya Agus Wiyono, pemuda kelahiran Malang, alumni IKIP Surabaya. Kulitnya sawo matang, sekilas saya pikir wajahnya mirip vokalis salah satu grup band papan atas di Indonesia. Dan walaupun wajahnya terkesan serius, ia rupanya memilih memulai perbincangan dengan kelakar, bahwa jika dilihat dari background pendidikannya sebagai guru olahraga maka apa yang dilakukannya sekarang sungguh “menyimpang”.

Agus Wiyono jatuh cinta pada alam….

Kecintaan yang banyak dipupuk dari keikutsertaannya dalam organisasi pecinta alam di kampus yang makin berkembang setelah pada sekitar tahun 1995 ia mulai terjun kedalam lembaga swadaya masyarakat.

Sambil sesekali meneguk teh hangat yang mengepulkan uap tipis, ia mulai bercerita tentang kehidupannya. Ide-ide nya tentang pengelolaan hutan secara kolaboratif dan perjuangannya bertahun-tahun memahami masyarakat yang ingin diajaknya berubah. Semua berangkat dari pemahamannya bahwa lingkungan adalah titipan Tuhan dan keyakinannya bahwa setiap orang pada dasarnya memiliki concern yang sama tentang lingkungan disekitar mereka.

Lalu ia pun menuturkan alasan dibalik kegagalannya menyelesaikan pendidikan master lingkungan hidup di Bogor. Adalah benturan waktu yang memaksanya memilih mewujudkan cita-citanya memberikan sesuatu bagi masyarakat di kaki Gunung Arjuna. Saat itu raut mukanya sedikit merenung, mungkin sedikit menyesal, tapi sejurus kemudian wajahnya kembali cerah dan melanjutkan perbincangan kami dengan antusias. Ya, saya pikir pilihannya memang tak perlu disesali. Karena waktu pun kemudian menuturkan fakta bagaimana seorang Agus Wiyono menjalaninya.

Adalah jalan yang “menyimpang” itu yang akhirnya mengantarnya memotivasi banyak orang bekerjasama, side by side hingga akhirnya 3.900 Hektar lahan rawan kebakaran di Kaki Gunung Arjuna berkurang menjadi 86 hektar. Jalan hidupnya membangkitkan motivasi orang-orang disekitarnya sehingga hampir tujuh puluh persen masyarakat di tempatnya mengabdi tergerak untuk berbuat sesuatu yang nyata pada lingkungannya. Pilihan untuk gagal wisuda itu juga yang mengantarnya berkeliling dunia, menjadi bagian dari anak-anak bangsa yang mengharumkan Indonesia.

********

Agus Wiyono memang bukan Tony Stark, tapi dia menjadi “HERO” sesungguhnya, bukan rekaan rangkaian slide dan tak perlu pula mencari ke negeri Far Far Away.

Dan layaknya superhero yang tak ingin dikenali, tak sekalipun dalam perbincangan kami dia “mengakui” bahwa ia adalah katalisator. Ia selalu menganggap dirinya sekedar bagian dari inisiatif-inisiatif lain yang bersepakat melakukan sesuatu. Ia selalu membanggakan guru-gurunya. Menyanjung adik-adiknya sebagai penerus yang telah siap melampaui pencapaiannya.

Ia menuturkan setiap cerita hidupnya dengan sederhana, membuat satu jam waktu pertemuan kami terasa singkat sekali. Buat saya, adalah kilau kejujuran di matanya yang membuat pilihan diksi yang biasa saja menjadi begitu mempesona, berbeda dari sekedar bahasa…

Perbedaan itu membuat saya serasa menemukan oase ditengah skeptisisme terhadap kehidupan sekitaran yang dipenuhi berita kebijakan dan perilaku yang menyedihkan. Bahwa ditengah kepungan pragmatisme masih bisa ditemukan keping-keping ketulusan. Kisahnya mempermalukan kesombongan dan menginisiasi inspirasi.

Lalu dalam perjalanan pulang mendadak mata saya berair…

********

“…Mereka dan aku yang mungkin sekedar menyajikan kata..

sementara engkau melukis cerita

Mereka dan aku sibuk mengadu logika

sedang engkau telah memeluk dunia…”

Monday, July 19, 2010

153

Minggu sore, setelah satu persatu teman berpamitan, saya sendirian (lagi) pergi ke kantor. Saya ini makhluk yang sering menikmati kesendirian, tapi tidak terhadap sepi. Dan lembur di kantor pada hari libur (sayangnya) adalah salah satu cara terbaik untuk menemukan kesepian.

Modem yang saya bawa tidak juga mampu mereduksi senyap dalam ruangan 3 x 3 meter yang pengap. Saya sebenarnya tahu sebabnya, tahu juga jawabannya, hanya belum menemukan cara untuk menuliskan jawaban itu. Hampir gila, saya sempat terpikir membuka pembicaraan dengan tiga gentong besar berwarna biru dan seperangkat alat pertukangan yang teronggok di sudut ruangan kantor. Beruntung saya tidak menemukan kapur untuk membuat gambar wajah di ketiga gentong tadi. Still I'm casting away....

Tapi Tuhan memang Maha Baik, digerakkan-Nya hati saya untuk menemuinya di masjid sebelah. Lalu lewat kajian ba'da maghrib itu, diberikan-Nya setetes ilmu yang terkandung dalam sebuah ayat yang indah:

ÙŠَا Ø£َÙŠُّÙ‡َا الَّØ°ِينَ آمَÙ†ُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ ÙˆَالصَّÙ„َاةِ Ø¥ِÙ†َّ اللَّÙ‡َ Ù…َعَ الصَّابِرِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.(QS. 2:153)


So Thank you God

Untuk hari yang kembali mengingatkan bahwa saya masih makhluk lemah yang sama.
Yang Kau jadikan dari pertemuan sperma dan ovum yang lalu Kau tempatkan di tempat yang kokoh... Hari dimana saya rupanya masih laki-laki biasa yang kadang merasakan ketakutan akan sepi.

Dan terimakasih pula untuk kejadian menjelang tengah malam. Yang mengingatkan bahwa saya masih seorang sarjana yang sangat biasa saja. Seorang perencana yang rupanya keyboard saja tidak cukup untuknya. Yang bisa begitu saja lumpuh tanpa mouse biru di tangan kanannya, yang tak tergantikan oleh shortcut, tidak pula keberadaan touch pad....


Tapi setidaknya saya ingat kembali

bahwa saya tidak sendiri...

saat belajar bersabar menjalani hari...






When shadows fill our day
Lead us to a place
Guide us with your grace
Give us faith so we'll be safe

-the prayer-

Sunday, July 18, 2010

disclosure

Duhai Sang Maha pembolak-balik hati...

boleh saya bicara lagi...???

ummm..... nggg.....

ahh..

Tak jadi Tuhan...

Untuk apa merangkai banyak kata

Jika Engkau sudah tahu segalanya

Tolong Ya Rabb...






Wednesday, July 14, 2010

SURAT UNTUK TUHAN

Life is like a gift they say
Wrapped up for you everyday
Open up and find a way
To give some of your own

Isnt it remarkable?
Like every time a raindrop falls
Its just another ordinary miracle today

(ordinary miracle - Sarah McLachlan)

Tuhan, saya menemuimu, agak istimewa hari ini…

Engkau Maha segalanya bukan? Jadi salahkah jika saya juga menganggap-Mu Maha Lucu?

Engkau memang memberi kami kemampuan untuk memilih bagaimana kami akan menjalani jalani hari demi hari, tapi cuma Engkau yang bisa menuntun hati ini. Dan kadang cara-Mu menuntun hati kami memang sungguh lucu dan tak terduga. Persis sebagaimana Engkau seringkali mencurahkan rizkimu lewat pintu yang tak disangka-sangka.

Maka terimakasih Tuhan…

Untuk bahu indah dan rambut kuncir sederhana yang Kau pertemukan denganku desember dua tahun lalu. Benar bahwa waktu itu saya tidak tahu seberapa besar pengaruh kontak fisik beberapa menit itu. Bukan cinta rasanya. Tapi hati yang Kau titipkan begitu saja mengerti bahwa hari itu saya akan mengalami sesuatu yang tidak biasa.

Terimakasih juga Tuhan...

Karena kami akhirnya mengalami kesempatan yang mempertemukan, perpisahan yang menentukan, dan kecocokan yang menyenangkan setelah sore itu. Sore dimana saya menemukan my serendipity, another ordinary miracle. Siapa lagi jika bukan Kau yang mengumpulkan yang terserak diantara kami.

Dan terakhir, terimakasih juga untuk selasa yang, uhmmm….. istimewa??!.

Selasa, 13 Juli 2010 yang akan saya (dan dia) simpan sebagai hari dimana kami menyadari apa arti pertemuan kami dulu dan kenapa Kau memerangkap kami dalam lingkaran kecil yang menyenangkan ini. Hari dimana Kau ijinkan saya memainkan pertandingan futsal terbaik hingga saat ini. Hari dimana Engkau juga membuat saya tertawa saat tanpa request, Kau perintahkan sound system di lapangan futsal memutar lirik yang unexpectedly funny ini…

"....Nyanyikan lagu indah

Sebelum ku pergi dan mungkin tak kembali

Nyanyikan lagu indah

Tuk melepasku pergi dan tak kembali

Nikmati detik demi detik

yang mungkin kita tak bisa rasakan lagi

Hirup aroma tubuhku

yang mungkin tak bisa lagi tenangkan gundahmu..."


Cuma Engkau yang bisa memilihkan lagu selucu itu tanpa kuminta...


Its seems so exceptional
Things just work out after
all
Its just another ordi
nary miracle today


Sekali lagi, Terimakasih Tuhan.....

Tuntun saya, tuntun dia, agar selalu di jalan-Mu yang indah (dan lucu)...













*Dan tolong, mudahkan bagi mereka, orang-orang baik yang sedang kau uji kesehatannya…*

BITTER TRUTH

Suatu malam sepulang latihan futsal, seperti biasa saya dan teman mencari menu makan malam. Pilihan akhirnya jatuh pada warung lalapan di pinggir jalan soekarno-hatta kota malang yang sudah beberapa waktu menjadi salah satu tempat makan langganan kami.

Namun hari itu ada yang berbeda rupanya. Bukan soal harga dan rasa lalapannya yang masih tetap pas bagi kami, tapi tentang sosok dua pemuda tanggung ber-rompi oranye yang berdiri diantara deretan sepeda motor pembeli malam itu. Hari itu, warung lalapan pinggir jalan naik kelas rupanya, sejajar dengan rumah makan dan warnet yang setiap pengunjungnya harus bayar seribu perak ke tukang parkir. Yah, ada gula ada semut memang dan lalapan kaki lima itu memang makin ramai saja akhir-akhir ini. Saya tertawa sedikit satir malam itu, “jadi, negara dan kita memang sungguh tidak mampu membantu para pemudanya menemukan pekerjaan yang lebih baik sepertinya ya…?”

Maaf, Ralat. Jangankan di luaran. Di kantor baru saya saja, sulit untuk mencari pekerjaan. Pekerjaan bisa diibaratkan seperti sepotong pudding yang diperebutkan lima enam anak di pesta ulang tahun. Semua ingin dapat bagian yang paling besar, paling manis, tapi tentunya tidak akan bisa. Wajar jika yang terjadi akhirnya adalah friksi di instansi yang seharusnya efektif melayani. Friksi yang kadang sulit teridentifikasi oleh orang baru seperti saya. Kadang mirip rasanya berjalan diantara tebaran kulit pisang di lantai, salah sedikit bisa terpeleset tentunya.

Sebulan awal kemarin, saya seperti halnya beberapa sarjana yang lebih dulu masuk, (dipaksa) menepikan apa yang kami pikir bisa kami tawarkan setelah bertahun-tahun kuliah. Saya mengeluh, terpikir untuk membiarkan saja dalam diam, tapi lalu saya memilih untuk bicara. Protess!!! Saya tidak mau menjadi penerus yang tidak peduli pada inefisensi wujud dari himpunan pajak jutaan orang.

Dan beberapa hari terakhir sejujurnya saya semakin bahagia dan excited ada disini. Bahagia karena Tuhan, lewat beberapa pemandangan sederhana, menunjukkan bahwa situasi saya tidak lebih buruk ketimbang orang lain. Excited karena adaptasi saya mulai menunjukkan gambar tentang apa yang saya hadapi. Masih sketsa memang, tapi setidaknya saya bisa membaca siapa si A, B, C dan lainnya.

Jadi, seandainya nanti ada yang berniat“mempenjarakan” saya, isi kepala saya, ataupun integritas saya. Maka saya akan tahu cara jadi Andy Dufresne. Saya akan ada didalam system, tanpa perlu terinstitusi oleh kepentingan-kepentingan yang menjadi parasit didalamnya…

Saya mau hidup disini, berharap meninggalkan sesuatu, dan melakukannya dengan bahagia. Dengan bernyanyi-nyanyi kecil….

“Oo.. oo oo….. Kau lihat hati ini, Rasakan langkah dan laguku….!!!!”