Wednesday, July 14, 2010

BITTER TRUTH

Suatu malam sepulang latihan futsal, seperti biasa saya dan teman mencari menu makan malam. Pilihan akhirnya jatuh pada warung lalapan di pinggir jalan soekarno-hatta kota malang yang sudah beberapa waktu menjadi salah satu tempat makan langganan kami.

Namun hari itu ada yang berbeda rupanya. Bukan soal harga dan rasa lalapannya yang masih tetap pas bagi kami, tapi tentang sosok dua pemuda tanggung ber-rompi oranye yang berdiri diantara deretan sepeda motor pembeli malam itu. Hari itu, warung lalapan pinggir jalan naik kelas rupanya, sejajar dengan rumah makan dan warnet yang setiap pengunjungnya harus bayar seribu perak ke tukang parkir. Yah, ada gula ada semut memang dan lalapan kaki lima itu memang makin ramai saja akhir-akhir ini. Saya tertawa sedikit satir malam itu, “jadi, negara dan kita memang sungguh tidak mampu membantu para pemudanya menemukan pekerjaan yang lebih baik sepertinya ya…?”

Maaf, Ralat. Jangankan di luaran. Di kantor baru saya saja, sulit untuk mencari pekerjaan. Pekerjaan bisa diibaratkan seperti sepotong pudding yang diperebutkan lima enam anak di pesta ulang tahun. Semua ingin dapat bagian yang paling besar, paling manis, tapi tentunya tidak akan bisa. Wajar jika yang terjadi akhirnya adalah friksi di instansi yang seharusnya efektif melayani. Friksi yang kadang sulit teridentifikasi oleh orang baru seperti saya. Kadang mirip rasanya berjalan diantara tebaran kulit pisang di lantai, salah sedikit bisa terpeleset tentunya.

Sebulan awal kemarin, saya seperti halnya beberapa sarjana yang lebih dulu masuk, (dipaksa) menepikan apa yang kami pikir bisa kami tawarkan setelah bertahun-tahun kuliah. Saya mengeluh, terpikir untuk membiarkan saja dalam diam, tapi lalu saya memilih untuk bicara. Protess!!! Saya tidak mau menjadi penerus yang tidak peduli pada inefisensi wujud dari himpunan pajak jutaan orang.

Dan beberapa hari terakhir sejujurnya saya semakin bahagia dan excited ada disini. Bahagia karena Tuhan, lewat beberapa pemandangan sederhana, menunjukkan bahwa situasi saya tidak lebih buruk ketimbang orang lain. Excited karena adaptasi saya mulai menunjukkan gambar tentang apa yang saya hadapi. Masih sketsa memang, tapi setidaknya saya bisa membaca siapa si A, B, C dan lainnya.

Jadi, seandainya nanti ada yang berniat“mempenjarakan” saya, isi kepala saya, ataupun integritas saya. Maka saya akan tahu cara jadi Andy Dufresne. Saya akan ada didalam system, tanpa perlu terinstitusi oleh kepentingan-kepentingan yang menjadi parasit didalamnya…

Saya mau hidup disini, berharap meninggalkan sesuatu, dan melakukannya dengan bahagia. Dengan bernyanyi-nyanyi kecil….

“Oo.. oo oo….. Kau lihat hati ini, Rasakan langkah dan laguku….!!!!”

No comments:

Post a Comment