Thursday, March 25, 2010

THE UNSUNG HERO

Jika dunia yang kita tinggali ini sempurna maka semua pasangan akan saling mencintai tanpa perlu banyak waktu untuk belajar menerima apa yang sebelumnya tidak mereka cintai dari diri pasangannya. Tapi untunglah dunia ini tidak sempurna, its just beautiful, dan karenanya ada banyak cara untuk dicintai. Tak harus menjadi George Clooney, Kate Beckinsale atau siapapun karakter yang kita pikir paling bisa untuk dicintai orang lain, karena untuk menjadi bahagia kita memang hanya perlu menjadi diri sendiri.

To be loved, doesn’t quite mean to be the best…..

Pria yang merasa terlalu ganteng misalnya, berhak untuk bodoh dan romantis, sebaliknya pria yang wajahnya tidak terlalu pantas dicetak close up dalam ukuran 12 megapixel “hanya perlu” menjadi pintar dan lucu untuk menjadi mempesona tanpa harus repot-repot ketok magic ke klinik silicon atau salon banci.

Sementara itu bagi pria mungil bermata sipit yang minggu malam lalu membuat ribuan orang di Streetford End terlonjak dari kursinya dan akan sedikit kuceritakan disini, adalah kerja keras yang membuatnya dicintai begitu banyak orang. Sebuah karakter yang langsung kukenali darinya semenjak kami “berkenalan” di medio April, 2005.....

Malam itu, tanpa lelah seorang pria bertubuh mungil lincah mencari celah diantara gladiator-gladiator tangguh dari negeri pizza. Tak terlihat sedikitpun bahwa ia adalah pria yang sama yang di masa kecilnya dicekoki jus kodok oleh orang tuanya untuk mempercepat pertumbuhannya yang tidak maksimal. Apa yang terlihat malam itu justru seperti seorang pria yang berlari dengan tiga paru-paru di dadanya. Dan walaupun penampilan luar biasanya tak cukup untuk menghentikan Milan, tapi hari itu ia benar-benar membuka mata dunia bahwa seorang Asia, dengan gaya bermainnya sendiri, bisa menjelma menjadi figur yang sangat mempengaruhi alur sejarah dalam sebuah drama sepenting semifinal liga champions eropa. But the best is yet to come….

Minggu malam lalu, hampir genap lima tahun setelah malam itu, adalah salah satu petunjuk nyata bahwa pilihannya untuk pergi mengikuti kata hatinya di penghujung Juli 2005 telah membawanya berkembang jauh melebihi Cha Bum Keum dan Nakata, mewujudkan sebagian mimpi Tsubasa ke dalam realita yang menginspirasi banyak remaja di Asia. Dan sama halnya ketika lima tahun lalu ia mampu menunjukkan pada dunia bahwa Robben bukanlah sosok yang tak tergantikan di kota Eindhoven, maka perlahan ia pun menunjukkan bahwa “kehidupan setelah ronaldo” di Kota Manchester tidaklah seburuk yang dibayangkan dengan Park Ji Sung, the unsung hero of Manchester, menjadi salah satu komponen kohesif didalamnya. Bukan dengan cara messi membuat tiga empat pemain yang menjaganya terlihat seperti amatiran dan membuat kita kehilangan kata-kata untuk menjelaskannya, tapi dengan kerja keras dan stamina yang dianugerahkan kepadanya…


“…yes, he is our park, don’t you dare sell him……”


Name : Park Ji Sung

Pos : Midfielder

No: 13

Born : 25 Februari 1982

Goal For United : 15

Appearance For United : 145



Sunday, March 21, 2010

MINORITAS

Hujan sepanjang sore masih meninggalkan jejak wangi tanah yang basah, kala dua sahabat itu duduk di teras rumah ditemani secuil kehangatan yang mengepul dari mangkuk-mangkuk bakso dihadapan mereka. Dalam rengkuhan dingin malam yang mulai menyergap pori-pori, kawanku, si pemilik rumah, bercerita banyak tentang pengalamannya menuju negeri yang konon pertama kali memainkan sepakbola, Tiongkok. Tentang “kekagumannya” pada istana megah yang menyimpan sejarah seorang kaisar dan 3000 orang selirnya. Lalu kesuksesannya melakukan tawar menawar di sebuah pasar murah yang menjual “iPhone” seharga 250 yuan (Rp. 500 ribuan). Juga cerita tentang rumah makan muslim yang menyajikan minuman beralkohol dan penerbangan Cathay Pacific yang menyediakan layanan tivi berlayar sentuh dihadapan setiap kursi passenger-nya. Kami memang lebih terbiasa menaiki pesawat yang "sedikit" lebih ekonomis dan terkadang menyertakan paket terapi kesabaran dalam "manual boarding" nya...

Lalu diantara cerita-ceritanya komikalnya itu, terselip sebuah cerita menarik tentang prosesi salat jumat di negeri komunis dengan pertumbuhan ekonomi dua digit yang dikunjunginya pekan lalu itu. Dia sebagaimana kita tentunya telah terbiasa dengan durasi khotbah yang tak kurang dari lima belas menit, bahkan lebih. Maka ia pun terheran-heran saat didapatinya dua kali khotbah jumat di salah satu masjid besar di Beijing itu tak lebih lama dari dua menit. Lebih singkat dari waktu tunggu pesanan burger dan french fries di gerai-gerai fast food bukan??.

Warisan Islam telah lama menjadi bagian sejarah Tiongkok, bahkan lama sebelum adanya kunjungan resmi panglima besar penakluk Persia, Saad Bin Abi Waqash pada masa Dinasti Tang (650 M) dan tidak sembarang orang bisa menjadi khatib sebuah masjid besar dan kompleks studi islam di Beijing. Jadi rasanya minimnya durasi khotbah tidak memiliki korelasi dengan kualitas khatib.

So the reason is, suka tidak suka, dunia yang kita kenal tersusun dalam beragam dikotomi yang mengintimidasi atas dasar konsensus mayoritas yang seringkali serta merta dianggap sebagai kebenaran. Begitu banyak gambaran fakta nan klise bahwa ketika dihadapkan pada iming-iming kekuasaan, maka manusia memang makhluk yang tidak mudah belajar dari catatan buruk masa lampau. Tak terhitung jumlah film (entah dilebih-lebihkan atau tidak) yang bercerita tentang Nazi sementara Don Cheadle memainkan peran luar biasa yang membuat banyak orang mengerti mengerikannya pembantaian di Rwanda, tapi lihatlah apa yang terjadi sekarang di Palestina. Bahkan negara adikuasa pun menjadi kucing persia yang manja dihadapan zionis-zionis biadab yang entah kapan bisa dihentikan menumpahkan darah tanah suci tiga agama itu.

Wajah politik strategis Tiongkok, walaupun memang telah berubah dibanding tiga atau empat dekade lampau kala Reformasi Keagamaan 1958 dan Revolusi Kebudayaan 1966-1976 membawa kehancuran masjid-masjid dan diasingkannya imam dan pemuka islam. Tapi adalah juga fakta bahwa ini masihlah negeri yang dipimpin oleh partai komunis dan memajang banyak sekali foto Mao seukuran rumah dua lantai di berbagai sudut publik space disana.

Seorang pengurus Osman Ramju Sadick Islamic Centre, Sulieman Wang, mengatakan, ''Di Tiongkok, seorang imam tak dapat berceramah di masjid di mana ia tak terdaftar sebagai penceramah,'' ungkapnya. Muslim Tiongkok, kata Wang, ingin melakukan unjuk rasa soal Gaza, namun tak diizinkan oleh negara. ''Kami katakan bahwa kami sangat marah, namun tak dapat melakukan apa pun. Di Tiongkok, kami tak bisa melakukan unjuk rasa,'' katanya. Wang menambahkan, sistem pendidikan di Cina juga melarang Muslim untuk lebih memahami keyakinannya.

Dan cerita sahabatku tentang “ruang kecil” bagi khotbah dan kumandang adzan yang masih terjadi di Tiongkok pada akhirnya hanyalah sebuah cermin kecil inferioritas yang masih dirasakan mereka, saudara muslim kita yang menjadi bagian kecil masyarakat agamis diantara kekuatan mayoritas komunis di Tiongkok. Manusia terbukti telah mampu berevolusi menghadapi perubahan, hanya untuk terjerumus dalam konklusi mengerikan yang sama, bukan saja dalam memperlakukan lingkungan tapi juga kelompok manusia lain yang lebih lemah.

Jadi, apa yang kamu rasakan? merasa beruntung lahir di Indonesia?

Terlepas dari carut marut politik dan hukum dalam negeri yang telah membuat aku jengah, lelah dan sering memilih tinggal dalam kotak skeptisme, sepertinya begitulah apa yang diiyakan logikaku di akhir pembicaraan sore itu. Tapi lamat-lamat, kupikir kawanku tidak pulang membawa cerita itu hanya untuk disyukuri, seperti halnya kami mereguk hangat setiap sendok kuah bakso yang tersisa di hadapan…

Bahwa dunia yang tersusun dari serangkaian peristiwa kecil, pilihan-pilihan sikap yang sekilas tampak mandiri, sebenarnya terkait dan sinkron terhadap peristiwa yang berdampak lebih massif jika kita bersedia meluangkan lebih banyak waktu kita untuk menggali siratan makna lewat kontemplasi diri. Jangan pernah bermimpi bisa menjadi orang besar ketika kita bahkan tidak tergerak meletakkan puntung rokok pada tempat semestinya. Dan jangan pula mengharapkan kejayaan Islam bangkit ketika kita, bagian komunitas Islam terbesar di dunia, tak mampu menjadi mayoritas yang “melindungi” saudara-saudara kita yang non muslim, saudara-saudara kita yang berdarah keturunan, dan definisi minoritas lain yang ada di negeri ini, sebagaimana Muhammad SAW memperlakukan seisi Makkah saat ia kembali dari Madinah…..

Wednesday, March 17, 2010

duapuluhempat

Duapuluh enam tahun lalu, Kau panggil pulang dua makhluk cantik yang bahkan belum sekalipun sempat kuajak berlarian mengejar penjual balon gas keliling kampung, kami bertanya-tanya, kenapa Tuhan?? kenapa??. Tidak cukupkah semua ujian yang kami rasakan hingga Kau tugaskan pula malaikatmu menjemput mereka berdua??

Enam belas maret tahun delapan enam. Hampir genap dua tahun setelah pertanyaan-pertanyaan itu kami lontarkan, Engkau menjawab. Tahun itu rumah kayu kami yang miskin perabot itu Kau tambah isinya dengan keriuhan baru yang tak tergantikan. Rizki, begitulah ayah dan ibuku sepakat mengabadikan syukur kami atas makhluk mungil yang kulihat tertidur pulas dalam keranjang disamping tempat tidur berseprei putih, tak lama setelah ibuku melewati perjuangan hidup mati seharian di rumah sakit. Hari itu, semua yang ada di dalam ruangan bangsal rumah sakit tak henti tersenyum dan bersyukur, tak sabar rasanya menunggu kecantikannya mekar mewarnai dunia kecil kami, she’s just about one hour old that time.. :D


Dua puluh dua tahun kemudian,.............

gadis kecil itu berkata padaku,

“mas, bolehkah aku menikah sebelum kamu”.

Aku tercekat,

apakah kamu benar-benar yakin? Tidakkah kau ingin lebih dulu terbang bebas, memanen mimpi-mimpimu yang kau tanam di bangku kuliah??”.

Sesaat kemudian, anggukan kepalanya kusambut dengan pelukan erat. Lama dia terdiam menyandarkan kepalanya di pundakku, menggulirkan tetes-tetes air matanya diantara pipi dan leherku.

“Aku ingin menyempurnakan imanku mas, biarlah mimpi-mimpi hidupku yang tak sebesar dirimu itu kugapai lewat jalan pernikahanku. Lagipula aku tak secantik dian sastro, jadi kenapa harus membuat pria baik-baik yang menginginkanku itu menunggu terlalu lama??”...

Begitu tuturnya setengah berbisik ditelingaku setelah ia berhasil menguasai diri. Giliran aku yang tergetar mendengar jawabannya yang sebenarnya komikal itu. Dan jadilah, tahun itu, usia muda dan segala asumsi orang tentangnya tak mampu menghalangi semangat adik kecilku untuk kembali bertumbuh, merentangkan layar hatinya mengarungi arus kehidupan yang baru. Alur menuju muara pendewasaan diri yang belum sempat kujamah hingga kini.


Hari ini,..........

Kau ijinkan dia genapkan satu lagi putaran kosmis-MU. Entah berapa putaran lagi yang Kau sisakan untuknya, untuk kami semua. Hari ini, enam belas maret dua ribu sepuluh, dua puluh empat tahun sudah Kau tuangi hati ini dengan ingatan indah kala kami bermain bersama, berkali-kali berebut kue dan mie rebus hingga ke halaman rumah, saling mengajarkan norma dan mencontohkan perilaku diantara kami. Maka wahai Tuhanku yang Maha Baik, aku mohon jadikan dia wanita yang tangguh dan mandiri. Kuatkan hatinya yang masih terus belajar menjadi pendamping yang setia dan menentramkan bagi suaminya. Indahkan surga yang mulai terbentuk di kakinya, sebagaimana Kau jadikan kaki ibuku surga yang penuh kasih sayang untuk kami anak-anaknya. Dan berilah kami kekuatan untuk “saling menyayangi selamanya.”


Itu saja Tuhan titipan doaku hari ini,untuknya,

adik paling cantik sedunia….


Bertambah satu usiamu, oh semoga penuh warna
Semakin indah hatimu, Berikan cinta tuk semua

Kau telah tercipta, Sebagai insan istimewa
Tumbuh dalam jiwa , Terus bahagia dan raih cita

Syukur tuk yang kuasa, Atas beragam anugrah
Kusertakan doa, Panjang umur kasih berlimpah

Ikuti hidup yang mengalir,

Dan reguklah hingga akhir
Kar'na dunia terus berubah,

Jangan kau terlena dan goyah
Kau bertambah

(KLa-Tambah Usia)


Thursday, March 11, 2010

" ASUMSI "

Pukul 19.35 waktu setempat, sebuah pesawat boeing berpenumpang 105 orang tak lama lagi akan mendarat. Mendadak terdengar kegaduhan dari kabin penumpang kelas bisnis yang diisi 8 orang dalam suasana yang mulai gelap karena cahaya lampu kabin mulai dikurangi menjelang pendaratan. Lima menit kemudian kegaduhan terhenti.

Keheningan menyergap kala seorang penumpang ditemukan tewas tertelungkup di lorong antar kursi, dekat dengan troli pengantar makanan yang rubuh dan terserak isinya.
Setelah dilakukan serangkaian penyelidikan yang mendalam, akhirnya polisi bisa menyimpulkan bahwa tewasnya penumpang itu bukan karena serangan jantung sebagaimana diceritakan para penumpang (saksi). Tapi ini adalah kasus pembunuhan tak terencana yang melibatkan hampir seluruh penumpang di kabin bisnis tersebut!!!!

Sebuah fakta yang sulit dipercaya karena pelakunya berarti terdiri dari seorang ilmuwan terkemuka, seorang ibu muda yang terbang bersama anaknya, seorang eksekutif muda yang kaya, dan sepasang lansia yang akan berlibur mengunjungi anaknya.

Pemicunya adalah mereka sejak awal terganggu perilaku aneh korban. Bahkan mereka berasumsi bahwa korban membahayakan penerbangan saat menggedor-gedor pintu kokpit sambil berteriak-teriak seperti orang gila sehingga mereka pun kehilangan kesabaran dan memukuli korban yang akhirnya tewas karena tak sengaja tertusuk pecahan botol.

“Apakah memang semua orang berpotensi melakukan pembunuhan dalam kondisi terancam?"

Begitu lontaran seorang detektif wanita yang masih saja penasaran dengan temuannya sendiri. Dia menyatakan tak mungkin baginya menghilangkan nyawa orang lain. Lantas seorang rekannya yang lain menjawab, "Jika menyangkut keselamatan anakku, aku akan melakukan segalanya". Jawaban ini diamini seorang detektif lainnya. Pendapat para detektif itu pun terbelah…

Lalu pertanyaan itu pun mereka ajukan pada kepala detektif dan ternyata ia tak mau memilih jawaban tertentu. Menurutnya tidak penting apakah mereka bisa melakukan pembunuhan atau tidak, karena ia melihat rekan-rekannya sudah keluar konteks, mendiskusikan hal ini hanya dari sudut pandang penumpang. Sementara tidak ada yang mencoba melihat sudut pandang si korban. Dia bilang, "…Butuh 5 orang untuk membunuh satu orang. Seandainya saja ada 1 dari 5 orang itu yang sedikit bersabar dan dengan jernih mencoba menenangkan si penumpang sembari menanyakan kenapa dia bertindak aneh, tanpa membunuh. Maka mungkin mereka akan tahu bahwa keanehan sikap penumpang itu karena ia mengalami sakit kepala hebat dan penurunan kesadaran pasca meminum obat perawatan sakit jantung yang ia minum, dan bukan karena ia orang jahat…..”.

Adalah fakta bahwa orang, termasuk kita memang cenderung membuat asumsi terhadap sebuah kejadian, sebelum mendapatkan fakta yang cukup. Kedewasaan berpikir yang dilandasi pemahaman religious yang benar memang memegang peranan penting untuk mengendalikan dua sisi, baik dan buruk yang memang ada dalam setiap pribadi. Kita memang terlahir suci, fitri, adalah pilihan-pilihan buruk yang kita lakukan dalam hidup setelah kelahiran yang kupikir menjadi pemicu lahirnya sisi lain dari kita.

When meaningless existence comes into focus,
And our purpose presents itself.
And if we have the strength to be honest,
Then what we find there staring back at us
Is our own reflection...
Bearing witness to the duality of life...
That each one of us
Is capable of both the dark
Of either...of all....


Tapi bukan cuma faktor internal itu saja yang menentukan seberapa tepat asumsi kita. Kemajuan dan keterbukaan komunikasi seringkali mendorong sebagian pihak memanfaatkan celah yang tersedia di media, mempengaruhi pola pikir masyarakat dengan fakta yang setengah-setengah, sebagai alat untuk mencapai tujuan legal justice, politis atau financial terselubung mereka. Sementara media pun kadang terpeleset dari fungsinya sebagai penyampai fakta dan warta, menjadi pembentuk opini atau lebih parah lagi, pencari sensasi dengan alasan “rating”.

Ketika upaya pihak-pihak itu berhasil, terjadilah reaksi berantai berdasarkan asumsi subjektif yang menimbulkan dampak luar biasa. Semuanya terkadang kita lakukan tanpa benar-benar mengerti dulu duduk perkaranya. Menyalahkan ahli agama sementara kita sendiri tak jelas shalatnya. Memaki-maki ahli ekonomi sementara kita bahkan tak mengerti cara mengukur inflasi dan dampaknya.

Maka di akhir cerita, ketika kita melihat lagi dengan lebih bijak setelah hiruk pikuk, Nasi pun biasanya sudah menjadi bubur. Tapi ini juga asumsi, karena siapa tahu kita juga suka dan sengaja bikin bubur… :D

But destiny, while marching ever in our direction,
Can be rerouted by the choices we make...
To be good, or become evil
By the love we hold onto
And the promises we keep...

Sunday, March 7, 2010

Pertanyaan penting

akankah ada jawabannya?? atau memang semua telah tercukupkan dalam diam kita, kala memandangi cangkir-cangkir yang mulai tandas ini?

Wednesday, March 3, 2010

dua maret

Its just a simple matters...

I miss u.....

I miss us....

("Thankyou for this "socialita escape route" you offered, my blog" :D )