Monday, August 29, 2011

Insyaallaah, We'll Find A Way

Pada seminggu terakhir ramadhan tahun ini saya beruntung banyak mendapat kesempatan bertanya dan berdiskusi dengan sejumlah ustadz. Pembicaraan mengenai zakat adalah salah satu yang saya perdalam. Tapi yang paling menarik tetap saja tentang pandangan para ustadz tersebut terhadap kemungkinan perbedaan penetapan jatuhnya tanggal 1 Syawal 1432 H.

Ini memang bukan kali pertama perbedaan terjadi. Sudah berkali-kali saya alami dan sejauh ini salah satu pertanyaan terbesarnya adalah, mengapa setelah bertahun-tahun tetap saja tidak ditemukan kesepakatan mengenai cara pandang terhadap beragam ayat dan hadits yang menjelaskan tentang idul fitri tersebut. bukankah Islam tidak sama dengan ketentuan dalam peraturan pusat-daerah yang acapkali tumpang tindih? :D

Seorang ustadz berkata pada saya bahwa rukyah memang diterjemahkan melihat bulan, literally, dengan alat apapun. Lebih lanjut lagi, kewajiban untuk mengikuti ulil amri (pemerintah) adalah juga dikarenakan hari raya merupakan sesuatu yang lebih bersifat kebersamaan, persatuan umat, maka janganlah kita berbeda karenanya.

Pada hari lain, ustadz lain memberi contoh menarik tentang bagaimana apakah rukyah/melihat itu benar hanya didefinisikan dengan pandangan mata? Bukankah kita juga tidak lagi memasuki waktu shalat dengan melihat tanda alam, melainkan jam dinding? Apakah Iqro juga berarti kita hanya disuruh membaca ayat demi ayat dalam Al-Quran. Wallahua'lam bisshowab.

Tetapi kedua ustadz tersebut sepakat, bahwa yang terpenting lagi adalah apakah kita sudah benar-benar memanfaatkan momentum sebulan ramadhan yang akan segera berlalu itu dengan semaksimal mungkin. Bagaimana mungkin kita akan merayakan hari kemenangan jika dalam 'kawah candradimuka' saja kita tidak lulus dan terlahir sebagai pribadi yang lebih baik. Bukankah itu artinya sama saja meletakkan hari raya sebagai simbol? Persis seperti ketika kita mengkritik kebiasaan sementara orang untuk menghabiskan banyak waktu berbelanja di akhir ramadhan. Kita sering bilang mereka 'kedunyan', tapi sudahkah kita juga memanfaatkan akhir ramadhan seperti orang yang tak akan bertemu kembali?

"...Hari itu, malu-malu dalam hati saya mengakui bahwa ramadhan ini saya memperbaiki beberapa hal, namun juga melemah dalam sejumlah hal lain..."

Pada akhirnya saya memilih berlebaran esok hari, bukan karena saya muhammadiyah, bukan pula karena tidak taat pada pemerintah yang memfasilitasi rakyat menggaji saya setahun ini. Tapi lebih karena sejauh ini demikianlah keyakinan pemahaman saya.

Pemahaman yang berbeda dengan sebagian keluarga saya yang memilih mengikuti pemerintah dan berlebaran di hari rabu. Sungguh walaupun sempat terjadi diskusi hingga penghujung malam tadi, toh tidak ada yang berubah kecuali jadwal memasak Opor dan ketupat. Itu adalah bagian dimana saya dan beberapa anggota keluarga yang mendahului harus memberikan toleransi. Selebihnya, kami masih keluarga yang sangat berbahagia bisa sekali lagi berkumpul bersama dalam momen istimewa. Tak lama lagi kami akan saling bermaafan, mencium tangan orang tua, mengajak nenek berziarah di taman makam pahlawan tempat kakek dimakamkan, beranjangsana kesana kemari menguatkan silaturahmi, dan segala hal indah lain di idul fitri. Sungguh, saya merasa beruntung karenanya dan berdoa semua saudara seiman bisa merasakan situasi kebahagiaan yang setara...

Maka saya makin yakin bahwa ini bukanlah perbedaan yang tidak bisa disikapi sebagai rahmat sampai akhirnya kita mencapai persamaan. Ya, saya masih menyimpan keyakinan bahwa para ulama dan ulil amri yang setiap tahun bersidang isbat, suatu saat akan menemukan kesepakatan. Meminjam keyakinan yang disyiarkan dalam lirik Maher Zain...

Insya Allah, Insya Allah
Insya Allah ada jalan
Insya Allah, Insya Allah
Insya Allah ada jalan

Kita adalah bangsa yang katanya terlahir dalam Bhinneka Tunggal Ika...

Begitu lantang kita meneriakkan NKRI harga mati...

Maka tidak seharusnyalah pula perbedaan ini memecah ukhuwah.


Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar

Laailaahaillallaahu Allaahu Akbar

Allaahu Akbar Walillaahilhaamd

Taqabalallaahu Minna Wa Minkum..

Minal Aidin Wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir Batin...





*Panda dan Keluarga*

Friday, August 26, 2011

Beautiful Boy

Suatu malam, dalam sebuah pertengkaran di hotel, jerat basa-basi yang membebat fakta sesungguhnya tentang kondisi rumah tangga Bill dan Kate, akhirnya lepas juga. Bagi Kate, perasaan terdalamnya adalah bahwa Bill ternyata lelaki yang "such an emotionally absent cliche of a father". Bill membalas bahwa ia tak tahan dengan cara Kate mengatur rumah tangga, bahwa ia adalah "a mother who pick every and everything he had".

Pernikahan -kata teman-teman saya yang sudah menikah tentunya- adalah persoalan menyatukan dua karakter yang terbentuk dalam dua dunia yang berbeda. Dan akan menjadi rumit ketika keduanya tidak dapat mencapai konsensus mengenai bagaimana rumah tangga, termasuk pendidikan anak nantinya dijalankan.

Rasulullah SAW bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya, dan seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan dia akan ditanya akan kepemimpinannya” (Muttafaq ‘alaih).

Saya misalnya, dilahirkan dan dididik oleh seorang ayah dan ibu yang jangankan main tangan, mengeluarkan kata-kata kotor pun tak pernah. ayah saya adalah seorang yang irit bicara, sementara ibu saya walaupun lebih vokal, toh tak pernah nyaman berbincang terlalu lama dengan sesama ibu-ibu di lingkungan rumah misalnya. Teman saya yang lain, dididik dalam lingkungan yang lebih keras -Ayah yang kelewat tegas dan ibu yang banyak ingin tahu anaknya-, kadang merasa iri dan berpikir skema keluarga saya lebih ideal. Saya tidak menolak bahwa Ayah dan Ibu saya memang juara dunia, tapi toh seiring bertambahnya usia, saya lambat laun memiliki konsep yang sama namun akan dieksekusi dengan cara berbeda tentang keluarga dan pendidikan anak nantinya. Ya, benar, masih konsep, karena saya belum 'sah' laku. :D

Sementara itu, Bill dan Kate adalah contoh sepasang orang tua yang karena kesibukan dan karakter, lamat-lamat tak sadar bahwa mereka tidak sepenuhnya mengerti siapa Sammy, anak semata wayang mereka. Maka akhirnya, Sammy tumbuh sebagai seorang anak yang sangat pemalu dan pendiam. Sedang Bill dan Kate terlalu sibuk dengan versi masing-masing tentang ayah dan ibu, lalu tidak mengerti bahwa anak-anak pendiam berpotensi mewakili kesulitan ekspresi emosi. Sesuatu yang jika dipendam bisa meledak menjadi tindakan ekstrim diluar dugaan.

Yang tersisa selanjutnya adalah bahwa dalam situasi mulai meruaknya kerenggangan rumah tangga, mereka harus menghadapi salah satu skenario terburuk. Sammy, "their sole beautiful boy", menjadi pelaku penembakan mahasiswa dan dosen di kampusnya. Sebanyak tujuh belas orang tewas dalam peristiwa itu , termasuk Sammy menembak kepalanya sendiri.

Beautiful Boy memang secara eksplisit menjadi sebuah gugahan bahwa dalam sebuah situasi buruk, ada pihak lain selain korban yang kadang terlupakan untuk dimengerti. Kita terfokus berempati pada korban, padahal ada pihak-pihak lain yang kadang terjebak didalamnya dan harus menghadapi tekanan yang tak kalah berat.

Toh sepanjang durasi, kita akan melihat sesuatu yang lebih dari sekedar itu. Ini adalah tentang bagaimana efek kualitas interaksi orang tua-anak dan betapa Bill dan Kate harus menghadapi konsekuensi kebimbangan yang lazim terjadi pada orang tua ketika seorang anak memilih jalan yang salah. Kadang, mereka hanya bisa terus bertanya mengapa, sekadar karena mereka ingin mencari seseorang yang memberikan jawaban "kalian sudah melakukan yang terbaik, kejadian ini bukan kesalahan kalian. Pada kesempatan lain lagi, mereka justru memilih menghindar dan tidak bertanya, hanya karena mereka berasumsi kejadian ini memang kesalahan dan tanggung jawab orang tua.

Sebagian penonton mungkin akan kesulitan merasuk dalam emosi yang diapungkan Beautiful Boy. Adegan penembakan seperti yang dilakukan Sammy memang terkesan jauh dari angan-angan masyarakat di Indonesia. Lain soal misalnya jika kasus yang diambil adalah anak-anak yang keliru menafsirkan makna jihad dalam wujud bom-bom bunuh diri. Toh ada stereotip yang sama, bahwa kita seringkali tidak sempat mengamati situasi perilaku keluarga kita yang terdiri dari beragam karakter. Atau kita mengerti jika ada 'keunikan' dalam salah satu anggota keluarga, namun tidak mampu berbuat sesuatu karena kita tidak membekali diri dengan cukup pengetahuan.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah telah menyatakan tentang besarnya tanggung jawab mendidik anak, yaitu : “Barang siapa yang melalaikan pendidikan anaknya, yakni dengan tidak mengajarkan hal-hal yang bermanfaat, membiarkan mereka terlantar, maka sesungguhnya dia telah berbuat buruk yang teramat sangat”. Mayoritas anak yang jatuh dalam kerusakan tidak lain karena kesalahan orang tuanya dan tidak adanya perhatian terhadap anak-anak tersebut. Juga tidak mengajarkan kepada mereka kewajiban agama dan sunnah-sunnahnya, mereka terlantarkan anak semenjak kecil, sehingga mereka tidak dapat memberikan manfaat kepada diri sendiri dan orang tuanya.

Lucu memang seorang bujang lapuk membicarakan pendidikan anak. Tapi kadang pelajaran datang disaat kita tidak sedang berada dalam situasi yang memungkinkan pengalaman serupa. Maka pelajaran itu akhirnya tersimpan menjadi sebuah pengetahuan untuk masa depan. Jadi walaupun 'pahit', Beautiful Boy adalah salah satu contoh manis itu untuk saya, bujang bahagia ini... :D



*******

"...Hai orang-orang yang beriman; peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan ?..."
(QS. At-Tahriim: 6)


Thursday, August 25, 2011

Tentang Sempurna

Mereka datang dalam derap, perut six pack ala bintang

Dia datang dalam tegap dan bekal mantap

Seseorang yang tak kukenal

melangkah penuh gaya dalam jeans belel rockstarnya

Semuanya sama

Menawarkan versi mereka tentang sempurna

Yang tak mereka sadari hingga kini

Adalah bahwa engkau telah sempurna

dan kau hanya butuh tereduksi

ketika cermin diri itu remuk dihantam godam

membebaskanmu dari citra nan sempurna

tapi mereka tetap saja tak mengerti

......

matahari turun sepenggalah

engkau melanjutkan langkah

sembari menunggu

algojo itu

Wednesday, August 17, 2011

Paskibra

Sejak saya kecil ibu selalu senang mengajak saya menonton upacara pengibaran bendera pusaka di Istana Negara setiap tanggal 17 Agustus. Sepertinya, para anak muda hebat itulah salah satu stereotip ganteng dan membanggakan versi ibu. Karenanya ibu pernah cerita ingin sekali melihat anaknya jadi pengibar bendera seperti di tipi. Sayang, kombinasi antara faktor ketinggian tubuh dan keberuntungan akhirnya menunda mimpi ibu itu. Sampai akhirnya 17 Agustus 2011, penantian itu berakhir...

Ibu, saya jadi paskibra, versi lokal memang, tapi yang penting paskibra bukan...?!

Dan oh ya, uang lelah paskibra lokal itu 20.000 perak dan emblem garudanya ternyata dibalikin... siall...




Monday, August 15, 2011

Last Chance Harvey: Menyoal Usia dan Hubungan Kedua

"....Do you really think that the older you get,
the more you understand love?..."

********



********

Freud mengatakan bahwa dasar kepribadian seseorang dibentuk pada masa lima tahun pertama dalam kehidupan seseorang. Oleh karena itu masa balita ini adalah masa yang sangat penting. Kejadian-kejadian yang dialami pada masa kecil seorang individu akan menjadi bagian dari ketidaksadaran dan mempengaruhi tahap-tahap selanjutnya dalam kehidupan individu. Sebaliknya, Jung lebih menekankan pentingnya tahap usia dewasa pertengahan (40-60 tahun) daripada tahap-tahap lainnya. Pada masa-masa ini mulai terjadi transisi dan perubahan yang banyak. Kehidupan seseorang menurut Jung, sangat ditentukan bagaimana ia mengatasi midlife crises-nya ini.

Pada usia paruh baya, banyak peristiwa besar yang dapat menimbulkan masa-masa penuh stress dan depresi seperti meninggalnya orang yang dicintai (orang tua ataupun pasangan hidup), kemunduran dalam karir, anak-anak yang mulai meninggalkan rumah (untuk hidup mandiri), gejala penuaan secara umum (munculnya keriput, uban, kulit berkurang elastisitasnya, berkurangnya vitalitas, menopause, dan lain-lain). Akibatnya, menurut satu kajian, 15% dari mereka akan mengalami “midlife turnmoil” yang mungkin saja berupa keinginan untuk membuat perubahan yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan seperti karir, perkawinan, atau hubungan romantis.

Ada banyak contoh kegamangan ketika orang-orang yang sudah tak bisa lagi dikatakan muda, didorong atau menghadapi situasi dimana mereka harus menjalin hubungan serius kedua dalam hidup. Cerita lucu antara Bang Jack dan Mama-nya Azzam yang selama bulan puasa ini tayang di sebuah televisi swasta adalah salah satu skema dan eksekusi yang paling menarik. Sementara kemarin, saya melihat versi lain tentang pasangan seumuran yang dimainkan dengan apik oleh Dustin Hoffmann dan Emma Thompson.

Terjepit schedule rapat penting yang menentukan kelangsungan karirnya, Harvey memilih tetap terbang ke London agar bisa menghadiri pernikahan putrinya. Susan, putri cantiknya itu kini memang tinggal bersama Jean, ibunya dan Brian, ayah tirinya. Begitu terburu-buru, ia sampai bertindak kurang sopan pada seorang perempuan paruh baya sesaat sesampainya di bandara.

Setibanya di London, Harvey harus menghadapi kekecewaan berat, menghadapi kenyataan pahit bahwa setelah peluk cium sambutan selamat datang yang hangat, Susan nyatanya mengutarakan keputusan memilih Brian sebagai wali nikah dan orang pertama yang memberikan sambutan dalam acara resepsi pernikahannya. Plot pernikahan putrinya yang sempat terbayang indah, buyar dalam satu bagian awal saja.

Di sudut London yang lain, di sebuah bar, seorang perempuan single berumur empat puluhan sedang berurusan dengan tekanan lingkungan yang mendorongnya untuk menjalin rumah tangga. Selalu ada rasa canggung ketika seseorang yang sudah terlalu lama hidup mandiri mendadak harus berkomunikasi dengan tujuan yang jelas mengarah pada hubungan percintaan. Kate pun tidak jauh berbeda. Lalu acara kencan dengan teman pria sahabatnya makin kacau dengan telpon berkali-kali dari sang ibu yang begitu yakin bahwa tetangga mereka adalah seorang pembunuh berantai dari Ceko.

Lalu takdir pun bekerja. Harvey, yang sekuat tenaga berusaha menyembunyikan kekecewaannya, akhirnya memutuskan untuk kembali ke New York lebih awal agar bisa mengikuti rapat penting di perusahaan tempat ia bekerja. Tapi ia ketinggalan pesawat dan diberhentikan saat itu juga ketika ia berusaha menjelaskan duduk permasalahannya pada sang boss. Sementara Kate yang tidak lagi merasa nyaman dengan acara kencan memilih kembali ke Heathrow, bandara tempatnya bekerja.

Wajah kusut keduanya akhirnya bertemu di sebuah kantin bandara. Dan itu adalah pertemuan kedua mereka. Ya, Harvey ingat betul perempuan dihadapannya adalah sosok yang sama yang dimakinya di Bandara kemarin.

Setelahnya adalah tentang rentetan dialog dan pencocokan diri yang menarik antar dua orang yang sudah tak muda lagi itu, tak saling kenal, namun sekali lagi menunjukkan betapa menyenangkannya menjadi pribadi yang mampu berkomunikasi dengan baik. Tidak sebaik Before Sunrise memang, tapi dialog cerdas di Last Chance Harvey memang memberinya kekuatan tersendiri. Ada banyak dialog dalam film ini, tapi memang favorit saya adalah dialog di kantin bandara itu walaupun dialog dalam acara resepsi pernikahan Susan rasanya sama menariknya.

Dalam kekuatan dialognya, toh Last Chance Harvey mau tidak mau memang terlihat lebih cocok untuk segmentasi kelompok 'pasca muda'. Sebagian besar dipengaruhi oleh setting usia tokoh utamanya. Lain soal jika kita mengesampingkan faktor tersebut dan hanya murni menilik jalan ceritanya dan bagaimana ia diceritakan, maka sebenarnya kita akan bisa melihat fenomena replikasi layaknya cerita romantis yang tersegmentasi untuk kelompok usia lebih muda.

Ya, ada banyak replikasi sebagai bukti sebuah situasi seringkali 'menjebak' orang-orang untuk bereaksi terhadapnya. Salah satu contoh nyatanya adalah ketika kita sering mendapati fotografi berita tentang antrian BBM atau bahan pokok. Jika kita jeli, akan sering ditemukan bahwa banyak fotografer 'terjebak' untuk mengambil point of interest yang identik semacam ekspresi wajah anak kecil atau mata sayu orang tua renta yang kelelahan terhimpit diantara antrian tersebut. Memang situasi tersebut memberikan drama yang sempurna, tapi menghadirkan sesuatu yang tak serupa sejatinyalah afirmasi untuk kelas yang berbeda.

Replikasi yang sama seringkali terjadi dalam sebuah film drama. Berapa banyak petualangan cinta yang kemudian berujung di simpul transportasi berbagai moda. Stasiun, Terminal dan tentu saja, yang paling banyak dipakai sebagai set, Bandara. Last Chance Harvey adalah sebuah kisah cinta yang tak muda, dimulai dengan indah, namun sayang, diakhiri terburu-buru dalam stereotip yang tak jauh beda.



Pada akhirnya ini adalah cerita satu dari sekian banyak masalah yang dihadapi dalam perjalanan usia kita. Tak peduli berapapun, setiap usia memiliki tantangannya tersendiri. Toh sesungguhnya masalahnya adalah bagaimana kita menghadapi masalah tersebut dan menjadi lebih bijak, lebih dewasa dan lebih bersyukur atas nikmat yang telah diberikan selama ini. Dengan begitu, kita dapat meneruskan perjalanan hidup kita dengan lebih bermakna....


2008, Dustin Hoffmann, Emma Thompson
Picture taken from:media.theiapolis.com

Friday, August 12, 2011

Introspeksi

Jangan terlalu cepat menganggap penyakit, kehilangan atau hal buruk lain yang menimpa kita sebagai ujian dari Tuhan. Bukan berarti kita tidak percaya atau pasrah pada ketentuan-Nya. Tapi lebih pada semua hal terjadi karena ada alasannya. Sakit misalnya, bisa jadi karena kita yang ceroboh menata pola makan dan hidup. Sementara kehilangan barang berharga bisa jadi karena kita tidak cermat meletakkannya atau tidak memperlakukan titipan Tuhan tersebut dengan baik. Mendahulukan introspeksi diri itu lebih baik....

#Berbicara sesosok panda di hadapan cermin#

Friday, August 5, 2011

Matematika Tuhan

Ramadhan tahun lalu saya kehilangan benda senilai 14 juta rupiah, lalu sebulan setelahnya Tuhan 'menggantinya' dengan pendapatan 1,6 juta per bulan selama setahun dan insyaallaah nilai 2,2 juta per bulan, dengan angka pertumbuhan 10% per tahun hingga 25 tahun ke depan...

14.000.000 = (1.600.000 x 12 ) + (2.200.000 + (0,1 x 2.200.000) ^25 x 12 )) + ( n x 12 x 25)

Matematika Tuhan memang luar biasa, datang dari rumus yang tak disangka-sangka...

Dan hari ini saya belajar satu rumus matematika lagi, dari ustad pengajian tadi pagi....

1 jam mendengarkan tausiyah = 1000 rakaat shalat sunnah

1 rakaat shalat sunnah di bulan ramadhan = 700 kali lipat shalat sunnah di bulan lain

1 rakaat shalat sunnah = 3 menit

1 jam mendengarkan tausiyah di bulan ramadhan = 1000 x 700 = 700.000 rakaat

dan atau....

ibadah 60 menit = ibadah 2.100.000 menit



Uakeh tenan yoo, nggarai kudu ngaji maneh...!!! :D

Tapi kata pak ustad, yang lebih baik lagi jangan dipikirin rumusnya, Tuhan aja ga pake itungan kalo
ngasi napas .. :D

Lizzard Brain

Ada beberapa hal yang ingin saya rubah di kantor sementara saya asyik mempelajari ini... ehehehe...

Why is it so difficult to do what we say we're going to do?

The lizard brain.

Or as Steven Pressfield describes it, the resistance. The resistance is the voice in the back of our head telling us to back off, be careful, go slow, compromise. The resistance is writer's block and putting jitters and every project that ever shipped late because people couldn't stay on the same page long enough to get something out the door.

The resistance grows in strength as we get closer to shipping, as we get closer to an insight, as we get closer to the truth of what we really want. That's because the lizard hates change and achievement and risk.

The lizard is a physical part of your brain, the pre-historic lump near the brain stem that is responsible for fear and rage and reproductive drive. Why did the chicken cross the road? Because her lizard brain told her to.

Want to know why so many companies can't keep up with Apple? It's because they compromise, have meetings, work to fit in, fear the critics and generally work to appease the lizard. Meetings are just one symptom of an organization run by the lizard brain. Late launches, middle of the road products and the rationalization that goes with them are others.

The amygdala isn't going away. Your lizard brain is here to stay, and your job is to figure out how to quiet it and ignore it. This is so important, I wanted to put it on the cover of my new book. We realized, though, that the lizard brain is freaked out by a picture of itself, and if you want to sell books to someone struggling with the resistance (that would be all of us) best to keep it a little more on the down low.

Now you've seen the icon and you know its name. What are you going to do about it?

(Seth Godin)



Wednesday, August 3, 2011

Soeparso - Zainuddin

Terletak di tengah perumahan kecil tersebut, jelas bahwa Masjid Soeparso-Zainuddin diposisikan sebagai sentral kehidupan lingkungan di Perumahan Puri Kendedes. Nuansa warna coklat kental terasa ketika menelusuri lekuk-lekuk Masjid ini, lantai kayu, kayu pembatas ruang pria dan wanita, serta dinding ruang imam. Elemen kayu tersebut selain bermakna estetis juga memberikan efek hangat dan nyaman di malam hari. Dipadu dengan pualam hitam yang menghiasi pilar dan lampu-lampu futuris yang memendarkan warna putih, maka jadilah Masjid kecil ini yang terbaik sejauh yang pernah saya singgahi di Kota Malang.

Sayang, letak masjid ini mungkin memang terlalu eksklusif bagi orang luar perumahan, sehingga tarawih pertama semalam pun cuma terisi empat shaf. Atau mungkin seperti kata orang bijak, Masjid adalah Rumah Tuhan, dan seperti halnya setiap rumah, hanya Sang pemilik lah yang berhak menentukan siapa yang boleh bertamu dan siapa yang tak tidak. Subhanallaah, semoga kita termasuk yang selalu tergerak bertamu ke rumah-Nya...


Tuesday, August 2, 2011

Juki/Joni

Juki : "Jadi kita maafkan semuanya, kita minta semua dana yang ada di luar negeri untuk masuk. Tapi kita kenakan pajak," ujarnya. Langkah pemutihan ini menurutnya harus dilakukan agar pemerintah dan penegak hukum tak dibebani kejahatan di masa lalu. "Capek kita ngurusin masa lalu terus."

Joni : Bagian dari masa lalu pak?