Friday, January 27, 2012

Nasi Uduk Patimura



"...menawi ngagem iwak ayam srundeng ingkang paha radi awis mba, 5000...."
(kalau tambah ayam goreng serundeng yang paha agak mahal mba, 5000)


Demikian tutur sang penjual pagi tadi.  Bapak tua penjual nasi uduk di jalan patimura, sebelah utara paviliun Rumah Sakit Saiful Anwar ini memang sopan sekali.  Istri saya lantas berkata padanya bahwa tambahan harga untuk lauk yang saya pesan itu tidak menjadi masalah.    

Kami sudah sebulan ini sering mengunjungi gerobak kaki lima sang bapak.  Ada beberapa hal yang membuat kami terkesan.  Pertama, bapak tua ini suatu ketika bercerita bahwa ia mendorong sendiri gerobaknya setiap pagi.   Kemarin saya melihatnya sendiri.  Lumayan jauh, dua kilo lebih ia berjalan dari rumah tempat ia dan istrinya mempersiapkan nasi uduk dan beragam menu lauk pelengkapnya. 

Ragam menu yang dijualnya menjadi daya tarik lain bagi kami, ada ayam goreng serundeng, daging, pindang, ayam bumbu sate, ikan asin, tempe bali, sate ati/rempela, telur, perkedel jagung, sambel goreng, dan beberapa sayur tambahan.  Rasanya tidak seperti sajian ala chef restoran memang, tapi saya menikmatinya seperti masakan rumahan.  Sederhana dan nikmat sekali duduk di bawah pohon angsana di jalan pattimura.  Dan sambal bajaknya, wew, ennaaakkk....

Soal harga? Seporsi nasi uduk minus lauk dijual pak tua ini 3000 rupiah.  'Sangat mengesankan' bagi kami, pasangan pegawai negeri yang tak selalu sarapan di rumah setiap pagi.....  



Thursday, January 26, 2012

(Supposed To Be) An Easy Call

".....Januari adalah tentang tahun baru.  Januari adalah bulan ulang tahun saya.  Januari adalah Angin....."

Ibu saya menelpon siang ini.  Masih terbatuk-batuk karena radang tenggorokan, beliau mengabarkan beberapa lembar seng garasi di rumah yang hampir terlepas.  Purwokerto, rumah kami, seperti halnya banyak daerah di Indonesia memang sedang diterpa angin kencang.  Kata orang ini bawaan Imlek.  Ibu saya tidak peduli sebabnya, hanya mencemaskan rumah sederhana kami dan penghuninya...

Saya berusaha sedikit menenangkannya dengan kabar bahwa angin yang timbul karena tekanan di ketinggian rendah ini tak akan lama terjadi.   BMG memprediksi dua hari .  Saya berharap semoga hanya satu hari.   Hidup dalam kecemasan tidak menyenangkan dan lebih tidak menyenangkan ketika saya tidak mampu berbuat banyak....

Saya bekerja di lembaga yang terkait langsung dengan salah satu aspek penanganan bencana angin semacam ini, pengelolaan pepohonan kota.   16 pohon tumbang di hari pertama masuk kerja setelah libur panjang imlek, sebuah kondisi yang merusakkan banyak fasilitas, mengganggu aktivitas, dan memaksa para petugas pemotong pohon di lembaga tempat saya bekerja, bertugas lembur sampai malam.  Hari rabu kemarin, angin datang lebih besar, dan banyak orang kembali harus bekerja ekstra keras demi mengantisipasi situasi.

Tahun lalu, dalam situasi yang serupa, saya mengalami sendiri beratnya bekerja di lapangan.  Tahun ini, dengan distribusi job desk berbeda yang diterima, saya tidak berkeringat sedikitpun.  Tugas saya, dalam hal ini cuma administratif.  Dan ya, begitu banyak laporan pohon tumbang masuk dalam dua hari ini.  Sesuatu yang sempat saya bicarakan dengan teman-teman, bisa jadi akan menjadi alasan segelintir pihak untuk mengubah jenis tanaman besar penyerap polutan dan peneduh yang banyak tumbuh di kota ini menjadi tanaman yang bernilai estetis dan dipandang lebih aman bagi manusia, walaupun sama sekali tak bermanfaat bagi lingkungan.

Di akhir sore tadi, kami bisa merekapitulasi jumlah masyarakat yang mengajukan permohonan penebangan/pengurangan dahan pohon yang mereka pikir mengancam keselamatan keluarga mereka.  Sangat Banyak!!.  Semua ingin aman, semua ingin cepat.

Prihatin dan merasa bahwa saya pun akan mengadukan hal yang sama, dalam prakteknya petugas di lembaga saya harus benar-benar berhati-hati memberikan jaminan penanganan yang cepat tentang pengaduan masyarakat.  Lembaga ini cuma memiliki dua tim dengan keahlian dan pengalaman untuk menjalankan SOP Penebangan/pengurangan dahan secara aman.  Tim-tim lain yang ikut diterjunkan beberapa hari ini lebih berfungsi support

Pada dasarnya, Standar Operasional Prosedur penebangan pohon/pengurangan dahan di lembaga saya sebenarnya mudah namun memang (dibuat) tidak cepat.  Dibuat tidak cepat salah satu dasarnya adalah karena para penyusun prosedur itu ingin tidak banyak pohon ditebang tanpa alasan yang jelas.  Tanpa prosedur itu dan sistem denda yang berat bagi mereka yang menebang pohon kota tanpa ijin, bisa jadi kota ini makin jauh dari mimpi kota hijau.

Namun sayang memang, saya belum menemukan SOP untuk kejadian khusus semacam bencana angin kencang seperti ini sebagai penjelas prosedur Mitigasi Bencana di dokumen tata ruang yang masih bersifat global.  SOP Khusus yang rasanya perlu disusun sebagai salah satu alternatif untuk menjawab permintaan layanan cepat bagi masyarakat.  SOP Khusus yang bisa mengantisipasi keterbatasan tim dan peralatan yang dimiliki lembaga ini dalam menghadapi keluhan serupa di tahun-tahun mendatang.

Hasil diskusi singkat dengan pimpinan sore tadi membuat saya yakin bahwa tentang beberapa hal:

Pertama. Sebenarnya masih ada potensi sumber daya manusia dan peralatan yang bisa dimaksimalkan dan di-redistribusi-kan dalam situasi semacam ini.  Bukan cuma di lembaga saya ini, karena sejumlah lembaga lain pun kapabel untuk memberikan andil yang jauh lebih berarti.

Kedua.  Kebijakan yang membuat lembaga saya memiliki tanggung jawab penuh terkait pohon-pohon kota, memang harus ditunjang dengan penambahan armada kendaraan operasional khusus dan tim spesialisasi perawatan pohon tambahan.  Tuntutan masyarakat makin berat, mereka sungguh berhak meminta layanan cepat.  Dan dua mobil untuk sebuah kota sebesar ini dengan ribuan pohon yang perlu ditangani perawatannya sungguh terlalu demanding.  

Ketiga. para anggota tim perawatan pohon dari lembaga kami, rata-rata hanyalah petugas golongan I dan II.  Dedikasi yang mereka tunjukkan dalam situasi seperti ini sungguh luar biasa.  Keamanan diri seringkali menjadi sekunder dalam situasi semacam ini. Dan skema pendapatan mereka rasanya terlalu berat jika harus dibebani lagi dengan asuransi jiwa.  Sesuatu yang rasanya sangat perlu dipertimbangkan di tahun depan.

Tiga hal yang saya pikir tak hanya mudah dikatakan, namun juga sangat mampu diwujudkan oleh jajaran pimpinan yang sangat berpengalaman.  It (supposed to be) an easy call.  Hanya perlu sedikit sentuhan manajerial lagi....

   
Dari saya, staf minim pengalaman. 
  

Tuesday, January 17, 2012

The Ides of March

"..I'm not a Christian. I'm not an Atheist. I'm not Jewish. I'm not Muslim. My religion, what I believe in is called the Constitution of United States of America...."

Itulah kalimat pembuka film ini yang spontan membuat saya tertawa lalu geleng-geleng. 

Saya tertawa karena rupanya film Amerika satu ini jujur sekali tentang posisi agama dan politik di negeri mereka.   Dan saya geleng-geleng karena yang namanya kepercayaan pada konstitusi, yang lebih tinggi dari agama itu, memang cuma di film.  Di dunia nyata, Amerika bukan negeri yang menawarkan kebebasan, mereka adalah pemerintahan yang memaksakan kebenaran.  Pemerintahan yang dari kelakuannya seperti anak kecil dan mainannya.  Jadi tak perlu lagi lah mempertanyakan alasan mengapa Amerika ngotot menginvasi Irak, memorakporandakan Afghanistan, dan menuduh Iran.      

Jadi, kalimat pembuka yang berat bukan?


Tapi jangan khawatir, setelah kalimat itu, anda masih akan mengalami tiga puluh menit pertama yang membosankan membuat saya (dan sebagian anda) 'sangat termotivasi' untuk mencari alternatif lain ketimbang meneruskan mengikuti alur The Ides of March.   Tigapuluh menit yang hampir menjustifikasi segmentasi Ides of March sebagai sekadar cerita politik praktis nan rumit dan membosankan.


Saya, walaupun pernah mengalami beragam situasi organisasi di sekolah menengah maupun kampus, pada prinsipnya adalah satu dari sekian orang yang sangat tidak berminat tentang politik.  Politik  (rasanya) akan selamanya kejam, riweuh, dan pada tataran tertentu busuk.   Selain itu saya juga tidak pandai mengolah kata dan mencari-cari ragam maknanya, sesuatu hal yang sepertinya menjadi syarat untuk berbicara politik.   Itu sebabnya ketika saya paling 'hobi' absen dalam acara-acara organisasi yang berbau politik.    Saya lebih suka praktis, tanpa kata politik. Politik tingkatan 'tertinggi' yang berani saya jamah ya hanya ketika berniat mendapatkan restu calon mertua.  Lain itu, ecek-ecek....

Untungnya, setelah tigapuluh menit awal itu, muncul sosok perempuan dua puluhan tahun bernama Molly (Evan Rachel Wood).  Perempuan itu adalah pekerja magang dalam kampanye pra pilpres yang diikuti Gubernur Mike Morris (George Clooney).  Dan dari awal perkenalan perempuan itu dengan Stephen Meyers (Ryan Gosling), arsitek kampanye sang gubernur itulah cerita Ides of March berhasil menawarkan sesuatu yang lebih ketimbang intrik politik.  Sesuatu yang lebih mudah saya cerna dan akhirnya membuat saya memutuskan membiarkan keping DVD Ides of March ini terus berjalan sampai akhir dalam pemutar DVD di kamar tidur.

Rupanya, cinta dengan muara cerita yang beragam memang selalu ada dimana saja, dalam cerita politik nan serius sekalipun.   Ides of March adalah drama tentang pertarungan antara kepercayaan dan persahabatan.  Dan akhirnya, Ides of March memberi scene berharga tentang dua kemungkinan respon dari seseorang yang sedang menghadapi tekanan luar biasa, semacam terancam hancur leburnya nama baik yang sudah terlanjur dikenal orang. 

Kemungkinan pertama, ia kalut, tak sanggup menghadapi situasi tersebut dan memilih jalan pintas. 

Kemungkinan kedua, ia tersengat, dan membalas dengan berpikir cerdas. 

Jadi, kemungkinan yang mana kita...?


image taken from: www.imdb.com

Monday, January 9, 2012

Thousands Stories, Hundreds Friends, A Thirty Years Old Destiny...

Pagi ini saya bangun sebagai pria yang baru saja kehilangan sense 'kemudaan' umur duapuluhan.  

Untungnya, menua itu pasti. 

Lagipula, saya sudah menebusnya dengan ribuan cerita... 

Dari cerita tentang nasi garam di masa kecil yang sederhana namun luar biasa istimewa karena diolah oleh tangan ibu.  Cerita tentang Bu Upi, guru TK, yang kata ibu naga-naganya perempuan asing pertama yang merebut hati saya.  Lalu cerita tentang rapor istimewa di masa muda dan rapor memalukan di kala SMA.   Juga cerita tentang Maket Desain yang hampir roboh dan gambar Masjid yang masih saja miring bahkan setelah tim kami tak tidur dua hari.  Cerita tentang Peta seukuran A0 yang tertumpah air di malam deadline dan semalaman membuat beberapa orang sahabat berdebat.   Sampai cerita tentang perjalanan menemukan perempuan terakhir yang pagi ini membuatkan saya nasi goreng cumi....

Saya juga sudah menukarnya dengan ratusan kawan....

Dan sungguh luar biasa bermacam-macam pula kawan saya itu.  Dari sahabat masa kecil yang 'rajin' sekali mengajak saya berkelahi.  Teman-teman SD yang seringkali bercanda tentang saya dan ketakutan saya pada makhluk berjuluk wanita.  Teman-teman seperjuangan di Pramuka dan OSIS sekolah menengah yang suatu waktu meninggalkan saya tertidur di suatu subuh di lapangan setelah malam pelantikan yang melelahkan.   Teman-teman kuliah yang sindir Ibu saya, kebersamaan luar biasa itu 'mencuri' sedikit jatah ibu.  Teman-teman sekantor yang dalam penatnya kerja, masih bisa menertawakan hidup yang kadang absurd diantara batang-batang rokok yang kami habiskan bersama.   Dan sahabat-sahabat sepermainan dan serumah sepanjang saya di Malang yang sedikit banyak mengerti dan membagi banyak.   Tak banyak rahasia yang kami simpan dari diri yang seringkali hanya berbatas kain sarung sekalipun.  They're all great....


Thirty years old?


Whatever, saya sudah menjalaninya dengan begitu banyak cinta yang selalu membuat istri saya penasaran cerita lengkapnya dan saya selalu berkelit pada alasan masa depan lebih menarik untuk dibahas. :p


Tapi memang benar, I'M THIRTY YEARS OLD, dan kata tua belum pernah se-mengena ini dalam setiap tanggal 9 januari yang saya lalui.   Untungnya, sekali lagi, menua itu pasti...


Jadi tak ada yang perlu terlalu dikhawatirkan. 

Menjadi bahagia itu yang lebih penting.  

Dan untuk istriku, terimakasih untuk nasi goreng cumi pagi ini. 
And thank you for sailing with me.... :)
 

 *****
 


Thursday, January 5, 2012

[ a p a ]

"...Apa kegembiraan dalam hidup?

Apa kesedihan dalam mati?..."


(a chinese song)








Wednesday, January 4, 2012

Dua Tangis Ribuan Tawa

Dulu ketika pertama kali saya masuk birokrasi, perbedaan mimpi penempatan dan realita seringkali membuat saya bertanya-tanya.  Kadang saya 'menyalahkan' sistem yang membuat penempatan kerja seorang staf tidak banyak memperhatikan latar belakang keahliannya.  Lambat laun saya paham, saya justru beruntung.  Setiap pemimpin dan calon pemimpin tak boleh menghimpit diri dalam kotak berlabel 'latar belakang pendidikan'.  

Konflik kapasitas SDM dan demand service, keputusan-keputusan berat yang harus diambil dalam ancaman konsekuensi 'like and dislike' dengan pimpinan maupun antar staf,  pembelajaran bahasa komunikasi dalam lingkungan birokrasi yang kata orang (dan sepertinya) memang 'masih mbulet'.  

Banyak sekali problem yang harus dihadapi oleh staf dalam lingkungan birokrasi seperti sekarang ini.   DUA TANGIS DAN RIBUAN TAWA (Dahlan Iskan), buku pertama yang saya selesaikan di awal tahun baru ini, menunjukkan bahwa problem yang harus dihadapi pimpinan akan lebih besar dan luas konsekuensinya.  Tidak semua aplikatif memang, seperti keputusan membuat bulan puasa SPPD yang kadang menuntut pimpinan 'nombok' biaya perjalanan yang kadung direncanakan, hehe....  

Tapi pada intinya jika benar saya (dan mungkin rekan-rekan sesama PNS) tersinggung ketika ada seseorang berkata tentang pekerjaan PNS, "..ah, itu kan cuma main-main..", maka problem-problem harian selama dua tahun ini seharusnya memang menjadi lebih kecil.    Ya, sekali lagi jika benar saya berniat menantang diri membuktikan, PNS bukan, dan tak boleh jadi main-main.  

Sombong?  

Yang penting saya tahu pasti saya bukan orang suci...


".....Empat-empatnya merupakan elemahan pada umumnya BUMN, namun lebih khusus lagi di PLN.

Pertama, tidak nyambungnya proses pengadaan dengan tuntutan pelayanan sehingga prinsip customer oriented hanya menjadi doktrin formal yang tidak bisa diimplementasikan dengan sesungguhnya.  

Kedua, perlakuan yang kurang adil terhadap sebuah ide.  Ide-ide besar cenderung diperlakukan sama dengan ide-ide kecil sehingga jarang sekali terobosan besar bisa dilakukan.

Ketiga, tidak diperhitungkannya secara nyata prinsip opportunity losses dalam action program.  Inilah yang membuat gerak BUMN, termasuk PLN sangat lamban.

Yang keempat, tidak di-value-kannya damages.  Yang keempat inilah yang membuat kita sulit membangun citra yang bagus untuk PLN.  Saya menjadi maklum mengapa citra PLN begitu "hancur beras kencur".  Ini karena pembangunan citra hanya menjadi program bagian pembangun citra, yang dengan cepat terusakkan oleh bagian lainnya...."
~ Damage (s) itu!, Dua Tangis Ribuan Tawa ~

           NOTE: Bagaimana kalo PLN diganti PNS :)