Monday, February 28, 2011

Heartbreak Kid

Tak butuh pemikiran berbelit-belit untuk memahami bahwa jika sebuah benda dijual hanya seperlima dari harga aslinya, maka biasanya ada sesuatu yang bermasalah dengan benda tersebut. Hal yang saya amini kembali setelah ketertarikan pada sebuah kotak cd bergambar Ben Stiller dan Michele Monaghan yang ditempeli stiker "Rp. 20.000" berakhir dengan kesimpulan yang identik. Heartbreak Kid pada akhirnya terjebak menjadi sebuah film komedi yang merepetisi beberapa trik yang sudah dimunculkan sebelumnya. Jauh dari kesegaran yang dulu pernah disajikan Stiller dalam "There's Something About Mary" atau "Meet The Parents". Bagaimanapun, harus saya akui beberapa bagian adegan film ini memiliki sentuhan personal buat saya. Dan setidaknya saya bisa tersenyum sesekali...

Friday, February 25, 2011

127 Hours

Diluncurkan di tahun yang sama dengan SOCIAL NETWORK, 127 Hours rasanya seperti sebuah kesempatan untuk melihat paradoks dari bagaimana pola sosial yang kita nikmati saat ini. Hidup kekinian yang mewujud menjadi sebuah jaring luas, yang berkat teknologi, bahkan terlihat tak terhingga hanya dengan memandangi layar beberapa inci, seharian. Hidup yang ramai, yang membuat orang-orang yang sendirian sekalipun bisa menemukan kesendirian-kesendirian lain, lalu membangun keriuhan, sebagian sama palsu-nya dengan pertemuan fisik antar mereka.

Sementara ini adalah film yang indah tentang gambaran hidup yang terlihat dari lubang botol air minum, kamera video, dan dari sela-sela bebatuan. Hidup yang sempit, sendiri dan kering, yang pernah nyata-nyata dihadapi Aron Ralston, seorang pendaki yang sangat percaya diri, di Blue Canyon, 2003. Sebuah plot situasi thriller horror yang justru dikemas Danny Boyle dalam sebuah paket sinematografi unik tentang ketegangan yang menyenangkan, dengan musik yang cerah sekaligus menekan adrenalin.

Mengamati peragaan ekspresi James Franco dari jam ke jam di film ini, ingatan kita mungkin kembali ke tahun 2000-an ketika Chuck Nolan (Tom Hanks) menghadapi keterkungkungannya di sebuah pulau tak berpenghuni di tengah samudera pasifik. Cast away adalah drama dua babak yang terjalin dengan indah, sementara 127 Hours menyajikan satu drama kengerian dalam warna berbeda.

Dan walau setelah menonton 127 Hours, sebagian dari kita berpikir bahwa Chuck beruntung memiliki Wilson sebagai 'teman' nya dan seluruh pulau untuknya, toh keduanya memiliki pesan yang sama, walau disajikan dengan ritme yang berbeda.

Keduanya adalah cerita tentang menemukan sisi lain dari diri kita yang hanya terbangkitkan oleh pengalaman personal eksepsional. Keduanya menggiring kita pada bagaimana manusia mempertahankan kemanusiaannya. Dan keduanya mengajarkan tentang bagaimana memperlakukan hal-hal terpenting dalam hidup.

Friday, February 18, 2011

9 TO 12

Beberapa waktu terakhir, saya cenderung sulit terjaga setelah pulang kantor. Maka, dengan perkecualian adanya kedip pesan dan messenger dan tantangan playstation, kasur apek adalah teman baik saya dari maghrib hingga tengah malam. Tapi tadi malam saya gagal tidur cepat tanpa sebab.

Dan ini hasil saya terjebak di depan kotak hitam yang menyala berwarna:


"...Nonton debat di Tipi O*N, khususnya tadi malem, memang jadi lebih menarik ketika anchor-nya gagal mengawal topik yang ingin dicari kesimpulannya. Tapi namanya aja Tipi O*N, lagi seru-serunya, eee, malah minta bantuan distraksi sama iklan. Tapi nggak papa deh, semalam saya diingatkan betapa hidayah yang saya dapat itu mahal, mahal sekali...."

****

"...Jerry Bruckheimer itu konsisten banget ya bikin adegan kamera yang muter, ngasi view landscape quick motion. Dan bdw, adegan robot nabrak gedung di Transformer 1 dan 2 itu apa bikinnya copy paste dari adegan identik di The Island ya?? Awas aja kalo ada lagi di Dark Of The Moon..."

****

"...Ngateno itu ganteng dan pinter, tapi ga pernah mandi dan selera bajunya minta ampun, saking percaya dirinya dia. Si Rapii, mukanya biasa aja, tapi dia mandi tiga kali sejam, pake parfum lima menit sekali, dateng bawa merek mobil yang disukai camer. Calon mertua milih yang mana coba? ...."

****

"...Napoli itu mirip Liverpool, tapi aromanya lasagna..."

Thursday, February 17, 2011

Konsistensi

Orang-orang seringkali terlalu tergila-gila pada perubahan dan melupakan bahwa konsistensi itu juga sama pentingnya. Jadi hari ini saya mau mengucapkan terimakasih buat anda, manufaktur yang untuk cukup konsisten mempertahankan format colokan charger laptopnya sehingga orang-orang yang secara tidak sengaja (atau secara kebiasaan) meninggalkan penyambung nyawa baterai itu di rumah, yang baru menyadarinya setelah sampai di kantor, bisa dengan mudah dan efisien tetap beraktivitas diatas keyboard tanpa perlu menghabiskan lebih banyak bensin untuk memperbaiki kesalahan mereka.... :)

Wednesday, February 16, 2011

Makna sebuah titipan - Rendra

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku, bahwa sesungguhnya ini hanya titipan, bahwa mobilku hanya titipan Nya, bahwa rumahku hanya titipan Nya, bahwa hartaku hanya titipan Nya, bahwa putraku hanya titipan Nya, tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku? Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?

Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini? Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku? Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ? Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka, kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.

Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku, aku ingin lebih banyak harta, ingin lebih banyak mobil, lebih banyak rumah, lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan, Seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku.

Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika :

aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan Nikmat dunia kerap menghampiriku. Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih. Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku", dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku,

Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah...

"ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja"


*****

Tuesday, February 8, 2011

Kata-kata

Hal yang paling berat adalah perkataan. Dan perkataan yang paling berat pertanggungjawabannya adalah agama. Maka pertimbangkanlah kembali saat kau bicara agama secara terbuka. Jika hanya sedikit-sedikit fiqih yang kau ketahui. Jika kau hanya mengerti separuh-separuh tentang Nietzche. Jangan terjebak pada naluri beropini yang bisa berujung intimidasi. Mari bersaudara tanpa perlu menyemai kelas baru. Kelas benar salah yang dibangun hanya karena asumsi dari kita yang terlalu jauh dari tempat mereka yang mengalami. Bukankah Marx juga menolak kelas kawan?