Friday, February 25, 2011

127 Hours

Diluncurkan di tahun yang sama dengan SOCIAL NETWORK, 127 Hours rasanya seperti sebuah kesempatan untuk melihat paradoks dari bagaimana pola sosial yang kita nikmati saat ini. Hidup kekinian yang mewujud menjadi sebuah jaring luas, yang berkat teknologi, bahkan terlihat tak terhingga hanya dengan memandangi layar beberapa inci, seharian. Hidup yang ramai, yang membuat orang-orang yang sendirian sekalipun bisa menemukan kesendirian-kesendirian lain, lalu membangun keriuhan, sebagian sama palsu-nya dengan pertemuan fisik antar mereka.

Sementara ini adalah film yang indah tentang gambaran hidup yang terlihat dari lubang botol air minum, kamera video, dan dari sela-sela bebatuan. Hidup yang sempit, sendiri dan kering, yang pernah nyata-nyata dihadapi Aron Ralston, seorang pendaki yang sangat percaya diri, di Blue Canyon, 2003. Sebuah plot situasi thriller horror yang justru dikemas Danny Boyle dalam sebuah paket sinematografi unik tentang ketegangan yang menyenangkan, dengan musik yang cerah sekaligus menekan adrenalin.

Mengamati peragaan ekspresi James Franco dari jam ke jam di film ini, ingatan kita mungkin kembali ke tahun 2000-an ketika Chuck Nolan (Tom Hanks) menghadapi keterkungkungannya di sebuah pulau tak berpenghuni di tengah samudera pasifik. Cast away adalah drama dua babak yang terjalin dengan indah, sementara 127 Hours menyajikan satu drama kengerian dalam warna berbeda.

Dan walau setelah menonton 127 Hours, sebagian dari kita berpikir bahwa Chuck beruntung memiliki Wilson sebagai 'teman' nya dan seluruh pulau untuknya, toh keduanya memiliki pesan yang sama, walau disajikan dengan ritme yang berbeda.

Keduanya adalah cerita tentang menemukan sisi lain dari diri kita yang hanya terbangkitkan oleh pengalaman personal eksepsional. Keduanya menggiring kita pada bagaimana manusia mempertahankan kemanusiaannya. Dan keduanya mengajarkan tentang bagaimana memperlakukan hal-hal terpenting dalam hidup.

No comments:

Post a Comment