Lepas dari bising lalu lalang kendaraan di Jalan Raya Malang-Surabaya, perjalanan mulai berkelok menuju kawasan Nongkojajar. Lelucon kantor yang telah ramai dipertukarkan semenjak awal perjalanan mulai disisipi diskusi tentang pengalaman perjalanan masing-masing penumpang. Saya memilih lebih banyak diam dan ikut tertawa saja mengamini beberapa argumentasi yang tersaji.
Alasan utama rasanya karena konsentrasi saya tersita pada plastik berisi snack pengganjal perut yang belum sempat terisi tadi pagi. Sebagian lagi melayang, menikmati pemandangan jejeran pinus dan rumput ilalang yang tujuh tahun lalu sering saya lewati saat mengejar skripsi. Hawa pegunungan menerobos masuk lewat kaca jendela mobil yang turun jauh. Dalam hati saya bersyukur, setidaknya hutan disepanjang jalan masih sama, demand perekonomian belum mengambil kuasa atas mereka dan nuansa perubahan yang saya rasakan hanyalah alunan kendang dangdut koplo yang lamat-lamat terdengar dari deck radio.
Tak sampai setengah jam, sampailah rombongan kami di parkiran kompleks Agrowisata milik Imam Utomo, mantan Gubernur Jatim itu. Pemandangan entrance kawasan yang berupa jembatan gantung langsung saja menarik minat sejumlah rekan untuk mengabadikan beberapa gambar. Sementara di kejauhan, dari ruang tunggu masuk kawasan, dapat terlihat rimbunan pohon durian, trek ATV, dan deretan bangunan restoran berbentuk pendopo terbuka.
Sudut-sudut yang menarik, tata bangunan yang cukup pandai memanfaatkan keunggulan kontur kawasan dan tatanan taman yang apik membuat kami menghabiskan cukup banyak waktu untuk berfoto di areal fasilitas utama Agrowisata ini
Namun disini pula saya menjadi bertanya-tanya.
Untuk sebuah lokasi dengan fasilitas selengkap ini, bagaimana mungkin standar sajian restoran yang ada tidak sebanding?
Tidak terlihat integrasi maksimal antara produk kawasan dengan menu yang disajikan. Butuh waktu terlalu lama untuk menghidangkan sejumlah makanan dan minuman sederhana yang dipesan rombongan kami dan rasa yang akhirnya saya dapatkan juga samasekali tidak membantu penilaian.
Saya jadi teringat perjalanan ke air terjun Madakaripura, Probolinggo yang menghasilkan kesan yang identik tentang pariwisata di banyak bagian Indonesia. Ya, benar, kesan nanggung yang membuat perjalanan pulang tidak terasa lega sepenuhnya. Yang seringkali menyurutkan gairah saya bepergian ke lokasi-lokasi wisata yang tergarap namun tak siap.
Empat puluhan jenis buah -masing-masing diantaranya terdiri dari sekitar 15 varietas-, dari Durian khas Ngembal, buah naga hingga buah semangka langkawi dikembangkan di kawasan ini dan bi
Pemandangan sekelompok tim yang sedang menjalani outbond di lokasi permainan paint ball juga menguatkan kesimpulan saya bahwa berada di lokasi ini tak akan cukup jika hanya sehari. Terlebih jika mencermati bahwa sepanjang perjalanan berkereta kelinci, banyak pengembangan fasilitas sedang berjalan di banyak sudut kawasan agrowisata yang nampaknya berorientasi pada Taman Buah Nasional di Mekarsari.
Tapi untuk menuju kesana, rasanya jalan masih panjang. Masih banyak yang harus dibenahi...
Perbaikan kualitas makanan adalah salah satu yang terpenting....
No comments:
Post a Comment