Thursday, August 27, 2009

Jangan Dibaca!!! :D

Alkisah, dalam sebuah siang yang saya habiskan untuk survey lokasi reuni dengan teman seangkatan pas kuliah dulu, banyak sekali yang kami bicarakan. Sebagian diantaranya mengancam kualitas puasa kami hari itu sebenernya, biasaaa lah, gossip dan review TMO (saya nggak ikutan yang kedua ini lho.. hehe..). Naaah, untungnya sebagian lagi insyaallaah justru menambah makna puasa, seperti pembicaraan tentang desain masa depan, dan pertukaran ilmu baru yang menarik, termasuk ketika salah seorang temen baik saya yang sekarang jadi dosen muda "favorit" (masa sih??)memperkenalkan istilah ini, REVERSE PSICHOLOGY.

Nah, kebetulan waktu itu hanya dia yang tau sementara saya dan temen saya yang lain kompakan "ndang ndong". Dan eeh ternyata REVERSE PSICHOLOGY sangat sederhana, sesederhana terjemahannya sebagai PSIKOLOGI KEBALIKAN.
"Reverse psychology is defined as telling a person something that is the opposite of what you want them to do or actually believe."
Seni manipulasi ini dikembangkan oleh dua orang psikolog Jerman di tahun 70'an, Adorno dan Horkheimer. Aplikasinya bisa diwujudkan dalam kata-kata maupun tindakan. Sederhananya, hal ini berawal dari asumsi bahwa ada kecenderungan, orang itu kalo semakin dilarang, semakin menjadi. Disitulah gunanya teknik ini..

Paham kan??.....

Saya pikir teknik ini keren juga dan kalo kita pake dengan tepat dalam kehidupan kerja ato bersosialisasi, rasanya bakal bikin kita naik level. Merayu anak kecil yang males makan dengan menantangnya menggunakan kalimat.. "hayo, pasti kamu ndak bisa ngabisin semua rotinya??" bisa juga jadi contoh manfaat teknik ini. *sayang saya blum bisa nyoba ke anak sendiri, mamanya aja blum deal.. hehe..*
It even could turn into a classy joke i think.

Tapi ada yang perlu diperhatikan dlm penggunaanny, coz rasanya ada syaratnya: jangan keseringan pake, trus intonasi kita kudu pas dan pastinya lawan bicara kita lagi bagus moodnya dan juga ga telmi-telmi amatth.. Kalo orang lagi moodnya jelek kita ajak maen reverse psichology, bisa-bisa dia malah marah karena kita dianggap ga langsung to the point, mbulet, alias GEJE. Lebih parah lagi kalo yang kita ajak bicara kurang loading, bisa jadi malah kayak cerita "penembakan" si paijo pada si siyem di sebuah warung es teler...

Paijo : beib...
Siyem : heh?? apaan tuh beib.. beib?? (not responding)
Paijo : itu loh, panggilan sayang orang-orang di kota
Siyem : iihh... emang sejak kapan aku jadi beib mu
Paijo : sejak abis ini insyaallaah
Siyem : lho?? mau nembak aku sekarang ya??
Paijo : Enggak koq, sebulan lagi lah kira-kira... (reverse psichology)
Siyem : oo, ya udah, aku pulang dulu ya, nanti aja sebulan lagi kita ketemu... (completely not responding)
Paijo : ??????

[Siyem pulang beneran, paijo kleleran di pinggir jalan sendirian sama tukang es teler yang pasang tampang siap menggantikan siyem.. hihi.. ]

*tenang, ini contoh fiktip dan bukan based on kejadian tragis seseorang, jadi rasanya ga ada yang kesindiri kan??*

Banyak juga yang mempraktekkannya dalam bentuk seolah-olah tertarik pada pembicaraan lawan bicara, termasuk saya pas kadang ketemu orang yang gumedhe (red: kakehan cangkem). Seringnya, saya ga maksud menanggapi kalo ketemu orang beginian, hanya kadang iseng saya keluar juga, pengen liat dia sekali lagi berbicara hal yg sama dengan lebih bersemangat. Karena biasanya, seseorang akan lebih bersemangat dalam berbicara ketika lawan bicaranya memberi reaksi seperti: “masa?” atau “iya?” atau “eh, coba kamu ulangin kata2 yg tadi!”.
*Hehe... para jomblowan/wati yang lagi ngincer lawan jenis yang kelasnya diatas anda-anda juga harus aware kalo pas pedekate mereka ngomong gitu, belum tentu inceran anda emang tertarik beneran, jadi jangan keburu kebawa ngimpi yaa...*

So, in the end, teknik ini mungkin bisa dicoba supaya orang-orang tidak merokok di kendaraan dan tempat-tempat umum, harusnya dipasang papan yang bertanda "SILAHKAN MEROKOK”. Atau Supaya orang tidak membuang sampah sembarangan, mungkin seharusnya dipasang papan bertuliskan “Silahkan membuang sampah dimana-mana, Sakarepmu!!” ya...

Reverse psychology
Doesn't always work on me
It works my nerves
But I think logically
So don't rehearse what you're gonna say
I like it better the spontaneous way
You got an insecurity? I won't nurse it
I don't buy psyche - so why reverse it?
Games are good for attention (Mmm-yeah!)
But in the end they let you down
Hold me back or let me go
But no more middle ground

Monday, August 24, 2009

PARADOX OF CHOICES


[ ni bentuk cover bukunya ]
"When people have no choice, life is almost unbearable. But as the number of choices keeps growing, negative aspects of having a multitude of options begin to appear"

Kata diatas itu ada di bagian pengantar dari sebuah buku yang kapan itu direkomended sama temen, THE PARADOX OF CHOICE-nya Barry Schwartz, katanya:
[ Mai Pren: Dewi Lestari juga baca lho... ]
[ Saya: "dewi anaknya pak haji yang di iklan provider seluler itu??? ]
[ Mai Pren: Grrrrr...... *asah pisau dapur mode : on sepertinya* ]
[ Saya: guk.. guk... guk... ]
[ Anda: toing.. toing... grookk.. grookk... miaw.. miaw *hehehe* ]

Walaupun "pilihan" bukan lagi hal yang baru dan di tiga bagian pertama itu kesannya kebanyakan contoh yang sebagian sebenarnya identik,, tapi materi buku ini bagus koq. Berhubung temen saya itu blum ngasi ijin bukunya nginep di rumah saya, akhirnya kemaren itu ya saya baca aja sekenanya.

Buku ini terbagi menjadi 4 (empat) bagian. Tiga bagian pertama, isinya kira-kira ngasi gambaran tentang bagaimana orang sekarang menghadapi rentang pilihan dan bagaimana hal itu memunculkan tekanan seperti: adaptasi, penyesalan, kesempatan yang terlewatkan, harapan yang meningkat, dan perasaan ketidakpuasan saat membandingkan dengan orang lain.

Barry Schwartz menggambarkan pandangannya tentang pilihan demikian:
“When there are no options, what can you do? Disappointment? maybe; regret? No. When you have only a few options, you do the best you can, but the world may simply not allow you to do as well as you would like. When there are many options, the chances increase that there is a really good one out there, and you feel that you ought to be able to find it. When the option you actually settle on proves disappointing, you regret not having chosen wisely. And as the number of options continues to proliferate, making an exhaustive investigation of the possibilities impossible, concern that there may a better option out there may induce you to anticipate to regret you will feel later on, when that option is discovered, and thus prevent you from making a decision at all.”

Mungkin ini ya sebabnya kenapa sebagian orang yang keliatannya ideal - cakep, pinter, lucu, punya tujuan hidup yang jelas-, kadang juga susah pas milih jodoh. Sama susahnya dengan orang yang kesannya "biasa aja atau bahkan kekurangan". Bedanya kalo orang yang biasa ato kekurangan seperti saya, cenderung dibatasi pilihan, orang yang "berlebihan" malah kebanyakan pilihan, bingung, secara ga sadar kadang terdorong untuk menyeleksi semuanya, dan akhirnya justru malah dapet orang yang kesannya "biasa aja" ato "kekurangan". Perhaps in terms of keeping the world in balance too... hehehe....

*yang merasa biasa saja ato kekurangan segeralah ambil nada dasar C trus baca "amiiiiieeeennn" bersama-sama!!! :D*

Bagian Keempat jauh lebih menarik, soalnya menjelaskan tentang berbagai rekomendasi buat ngambil pilihan yang positif dalam berbagai keadaan. Quote menarik yang sempet kebaca di bagian keempat ini:

“The only way to find happiness and stability in the presence of seemingly attractive and tempting option to say, ‘I’m simply not going there. I’ve made my decision about a life partner, so this person’s empathy or that person’s looks really have nothing to do with me. End of story.’ … Knowing that you’ve made a choice that you will not reverse allows you to pour your energy into improving the relationship that you have rather than constantly second-guessing it.”

So kalo ingin menambah wawasan tentang bagaimana cara memetakan keputusan,then perhaps you need to see this book too...

Thursday, August 20, 2009

Banjarbaru (Setahun Yang Lalu)

Tahun ini memang berbeda dengan kemarin.....
Jika awal ramadhan tahun lalu saya "terpaksa" tarawih pertama di sebuah Masjid Agung di Kalimantan, merasakan aura semangat orang-orang disana kala itu, dan lantas Bingung DJ ketika mendengarkan khotbah tarawih dalam bahasa banjar tanpa menu bilingual, maka kali ini saya memulainya di tempat yang lebih familiar, masjid sebelah rumah di Malang.
Sebenernya tempat favorit saya selama di Malang kalo urusan tarawih adalah Masjid di daerah ITN, Sabilillah ya namanya??. Tempatnya "cozy" buat berdoa, sebuah paduan yang pas antara karpet yang hangat dan tata ventilasi ruangan yang memberikan cukup kesejukan khas angin di Kota Malang. Tapi yang lebih penting, menurut saya masjid itu menawarkan tarawih yang "pas". Ga terlalu panjang dan bikin pikiran jalan kemana-mana, juga ga serasa dikejar-kejar orang sekampung gara-gara nyuri kembang desa... hehe.. Khotbahnya juga seringkali cukup menarik buat saya, jadi sebenarnya sayang juga tadi malem saya ga sempet kesana. Gara-garanya aer di rumah abis dan baru idup menjelang adzan isya', hehe rodo ngeles iki sepertinya...

Perbedaan yang kedua, jika setahun yang lalu pas sahur pertama saya dibangunkan oleh suara salah satu wanita paling menyenangkan yang pernah saya kenal, maka tadi malem yang bangunin sahur perhaps an angel, dengan bantuan beberapa ekor nyamuk tak tahu diri...
Pas kecil dulu, saya sering males sahur, lidah rasanya belum siap makan jadi sering dipaksa sama orang rumah. Tapi akhir-akhir ini sepertinya sahur ga lagi jadi masalah, berasa nikmat aja, walaupun kadang cuma pake mie instan telor. Apalagi tahun ini ada ditemenin OVJ Sahur, Fesbuk, dan YM.. hehe.. ajjiiibbb....

Nah perbedaan yang ketiga, adalah puasa hari pertama ini saya tidak lagi melakukan "kebodohan yang enak" seperti setahun lalu, di Bandara Syamsudin Noor, Banjar Baru. Waktu itu, sekitar jam 12 siang waktu indonesia tengah, panas banget Banjar Baru waktu itu, jadi sambil nunggu boarding, saya duduk-duduk di sebuah cafe bandara yang "anehnya" koq sepi. Lantas saya pun disodori menu dan "secara ajaib" saya pesen secangkir kopi. Orang-orang sekitar cuek aja ngobrol dalam bahasa banjar yang ga saya pahami dengan baik...
Nah, saya mulai bingung pas orang-orang mulai ngeliat saya minum kopi itu, kenapa ya???... Refleks saya ngecek retsleting celana, karena biasanya bagian ini yang seringkali menarik perhatian orang kalo ga diamankan dengan baik, dan ternyata AMAN TERKENDALI!!!... jadi apa dong?? sambil nyeruput kopi lagi, saya mencoba ngecek bagian lain, muka saya, jangan-jangan 3 hari di Banjar bikin muka saya lebih ganteng dari sebelumnya sampe bikin orang-orang terpesona, dan ternyata ENGGAK JUGA!!!... Akhirnya saya nyerah, biarin aja orang-orang ngeliatin saya minum kopi itu, sampe akhirnya 5 menit kemudian ada telpon masuk dari temen saya, ngecekk.

Temen Saya: "Udah boarding??"
Saya: "Belum, masih sejam lagi, kecepetan soalnya salah naik ojek banjar yang 'obsessed ma gaya ngojeknya valentino rossi' .."
Temen Saya: "Trus ini lagi dimana??"
Saya: Lagi duduk aja di kafe
Temen Saya: "panas ya puasa di Banjar??"
Saya : "Deeeennggg.......... hyaaaa.... lha.... ups... "
Temen Saya: "Knapa??"
Saya : Hahaha....
Temen Saya: "Lho??"
Saya : Aq beli kopi...
Temen Saya: "???????????"

*saya langsung boarding sebelum waktunya, malu, tapi lumayan enak lahh, udah lama ga dapet rejeki lupa minum kopi hehe...*

SELAMAT PUASA, AYO MINTA YANG BESAR-BESAR, KESEMPATAN YANG PALING MENANTANG, JODOH YANG KELIATANNYA NGGA MUNGKIN, KESEHATAN, ILMU, DAN DUIT YANG BERMANFAAT BUAT ORANG LAIN, SEMUANYA DEH... MUMPUNG ADA "KHASIAT" RAMADHAN...

Wednesday, August 12, 2009

Mimpi Tentang Kematian

Walaupun memang mungkin pas momennya dengan beberapa peristiwa kematian figur yang berpengaruh akhir-akhir ini, tapi sebenarnya alasan utama saya menulis note tentang kematian adalah dari mimpi saya dua malam yang lalu...

Tentang mimpi, beberapa orang yang dekat dengan saya sering bilang kalo mimpi saya itu aneh-aneh. Ada benarnya, hehe.. saya pernah mimpi dikejar-kejar polisi karena dianggep teroris sampe akhirnya saya lari ke sebuah pernikahan yang ternyata kawinannya mantan saya (Tragiss..!!, mungkin perlu saya kasi judul "derita teroris di tenda biru"..). Saya juga pernah mimpi nikah sama alyssa subandono (lhe.. ini mimpi apa ngarep??? hehe...). Pokoknya macem-macem, dari yang lucu, berdarah-darah, sampe yang menguras keringat....

Kebetulan dua malem yang lalu saya mimpi bahwa temen deket saya meninggal dunia mendadak setelah pergi dengan saya. Nah, setelah saya bangun, pikiran saya masih nyantol di mimpi itu apalagi sisa-sisa keringat yang keluar pas saya tidur juga masih membekas di beberapa bagian bantal... hehe... (tenang, saya yakin itu keringat, bukan yang lain koq)...

Intinya kenapa saya masih saja mikirin mimpi tentang kematian itu karena dalam mimpi itu rasanya saya bener-bener seperti ditunjukkan seperti apa suasananya jika salah satu orang terdekat kita meninggal mendadak, emosi keluarganya, dan kebingungan saya menghadapi situasi tersebut. Agak serem ya?? tapi ga papa lah sekali-sekali kita bicara tentang kematian. Sigmund Freud, dalam teori “dreamworks”-nya bilang, kematian dalam mimpi sesorang adalah representasi dari kegagalan individu tersebut dalam menggapai satu harapan. Kegagalan tersebut ditekan (tidak dimunculkan) dalam kehidupan sehari-hari dan mengendap-endap dalam mimpi dan membawa pesan melalui kematian tentang kegagalan dalam kehidupan nyatanya. Saya sendiri penasaran, apa iya?? ada yang tau nggak sih arti mimpi ini dalam kacamata yang lain??

Kematian adalah keniscayaan, dan dalam ayat dalam kitab suci agama saya banyak dibahas tentang ini, salah satunya dalam sebuah ayat yang kira-kira artinya, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.” (QS. 29:57). Toh, kematian sendiri sepertinya selalu menjadi satu objek pemikiran yang menggelitik rasa penasaran manusia. Air mata, keluh, penyesalan hingga tawa dan canda selalu hadir mengekor pada satu peristiwa kematian. Kematian bahkan sangat sering dipanggungkan sebagai satu simbol atau bahkan pesan satu kejadian teatrikal. Sudah tak terhitung rasanya filem holywood yang pernah saya tonton dan didalamnya terdapat berbagai pencarian manusia tentang kematian dan bagaimana cara menghindarinya.

After all, Kematian memang sepertinya selalu baru meski sifatnya sebenarnya repetisis (berulang) bagi kita. Banyak orang bilang, kita tidak akan pernah sepenuhnya terbiasa dengan kematian meski telah menjadi saksi atasnya berulang kali dan respon-respon ekspresif pun akan dengan setia ada setiap maut beraksi. Semua mungkin karena perasaan ketidaksiapan kita untuk mati saat kita masih menjadi pribadi yang tidak ideal dalam persepsi agama kita masing-masing. Bahwa kita, bagaimanapun kita berubah dalam kehidupan, toh masih menyimpan fitrahnya untuk percaya bahwa pasca mati akan ada kehidupan lain yang memiliki beberapa skenario dan pilihannya ada ditangan kita saat hidup di dunia sekarang ini.

Semoga kita tidak lagi terbiasa mendangkalkan peristiwa kematian yang dirasakan, karena sesungguhnya disetiap kematian ada pelajaran untuk yang menunggu giliran mati...

Friday, August 7, 2009

Nash

"Alicia: How big is the universe?
Nash: Infinite.
Alicia: How do you know?
Nash: I know because all the data indicates it's infinite.
Alicia: But it hasn't been proven yet.
Nash: No....
Alicia: You haven't seen it.
Nash: No.....
Alicia: How do you know for sure?
Nash: I don't, I just believe it.
Alicia: It's the same with love I guess"

Masih inget dengan penggalan filem Beautiful Mind tadi?? Filem biografi tentang John Nash Jr, seorang jenius yang sempat mengidap schizoprenia adalah salah satu filem Ron Howard yang saya sukai. Dan entah kenapa beberapa esensi dalam filem itu tetap tersimpan di kepala dan beberapa kali juga menjadi bahan omongan dengan teman saya. Hal pertama yang bisa kami ingat tentunya "Teori Ekuilibrium" Nash yang merevisi teori ekonominya Adam Smith dan lantas merevolusi berbagai teori lain. Dalam filem diceritakan bahwa Nash menemukan dasar konsep ekuilibrium bahwa:
"Hasil terbaik akan muncul dalam sebuah kelompok jika setiap individu dalam kelompok itu melakukan yang terbaik bagi dirinya dan kelompoknya".
*jenius itu ternyata memang berawal dari yang simpel, menjadi reasonable dan hasilnya luas maknanya yahh...

But baru akhir-akhir ini saya tahu bahwa ada beberapa hal penting ttg hidupnya yang tidak keangkat atau sengaja tidak diangkat. Mungkin Ron Howard mikir kalo fakta-fakta dibawah ini ditampilkan juga, maka filemnya jadi kurang inspiratif atau tidak menyenangkan bagi keluarga Nash.

Pertama, Nash ternyata pernah punya pasangan homo bernama JOHN MILNOR

Ehehe.... ternyata Nash doyan semuanya, laki atau perempuan, dan mungkin dia pantas direkomendasikan masuk lingkaran pertemanan kami yang salah satu nilainya katanya "CINTA ITU UNIVERSAL".

Kedua, fakta bahwa sebelum menikah dengan Alicia, John Nash memiliki seorang anak hasil hubungan diluar nikah dengan Eleanor Stier, namanya John David Stier dan ini sempet jadi masalah di pengadilan karena Nash ga mau merawat keduanya.

Ehehe.... jago juga dia ternyata urusan "pergathelan" (red: cinta), lebih jago dari kami sepertinya

Ketiga, hubungan Nash dengan Alicia, istri yang digambarkan sangat setia di filem itu sebenarnya pernah bercerai, sebelum memang akhirnya Alicia kembali dan akhirnya memperbarui pernikahan mereka pasca penganugerahan Hadiah Nobel 1994

Sepertinya koq saya suka kalo bagian ini ada di filem ya, lebih jujur, dan menurut saya memang nyata bahwa cinta yang tumbuh dan lantas "berkomitmen dalam sebuah hubungan" bisa juga tereduksi dan untuk kemudian melebur hilang. Atau sebaliknya, memutuskan kembali karena cinta tak pernah hilang, hanya simpulnya mengendur atau terlepas, seperti fakta hidup Nash dan Alicia.

Keempat, terakhir, Nash sebenarnya ga pernah dikasi kesempatan ngasi pidato yang di filem itu digambarkan begitu inspiratif, happy ending speech a la Holywood. Faktanya dia dianggap 'kurang stabil' sehingga dia hanya diberi kesempatan memberikan pernyataan pers di Princeton
Dan untuk alasan ini saya juga bisa menerima "revisi" Ron Howard, karena harus saya akui bahwa ending speech Nash di filem "Beautiful Mind" memang sangat menggugah dan menjadi salah satu quotes favorit saya sampai saat ini....

"What truly is logic?
Who decides reason?
My quest has taken me to the physical, the metaphysical, the delusional, and back

And now I have made the most important discovery of my career....
It is only in the mysterious equations of love
that any logic or reason can be found....

I am only here tonight because of you
you're the only reason i exist
you're all my reason.........

Saturday, August 1, 2009

Goin Where The Wind Blows!!!

Sadar ga sadar selama saya meniti perjalanan panjang bernama Kehidupan ini ternyata entah berapa kali saya mencoba bertahan dengan sekotak norma dan nilai or whatever u call it, tanpa sadar bahwa kehidupan itu sendiri adalah sebuah evolusi.

Saya kadang terjebak menganggap nilai saya itu tersebut sebagai ‘kebenaran mutlak’ karena itulah yang sudah saya genggam bertahun-tahun. Bahkan, tidak jarang saya menganggap mereka yang berseberangan dengan saya sebagai pihak yang ‘salah’ – semata-mata karena apa yang mereka percayai tidak sejalan dengan saya. Akhirnya, ketika saya menasehati/berusaha meyakinkan seseorang untuk menerima apa yang saya anggap benar (dengan mengatasnamakan kebaikan orang yang bersangkutan), sesungguhnya itu hanyalah upaya untuk mengonfirmasi apa yang bersarang di benak saya sekian waktu lamanya; bahwa saya masih benar, bahwa saya masih bisa menggenggam prinsip tersebut, bahwa saya masih dapat mempercayainya.

Padahal jangankan nilai, wong hal-hal sepele seperti acara tivi, lelucon, atau pakaian yang digilai dan dianut mayoritas orang dan dijadikan konsep ideal massa saat ini saja, bisa tidak laku lagi 10 tahun mendatang, atau bahkan mungkin 1 tahun lagi seperti lagu-lagu murahan yang diidolakan sekarang ini. Apa yang dianggap tren terkini bisa menjadi usang dalam hitungan waktu, dan apa yang disebut ‘nggak banget’ sangat mungkin berubah menjadi ‘saya banget’.

Intinya, lepas dari apapun yang diyakini sebagai kebenaran mutlak (DIA), saya percaya bahwa kebenaran sejati hanya bisa diperoleh dari kehidupan yang terus berevolusi. Dari pengalaman-pengalaman otentik yang mendekatkan setiap orang pada realitas dirinya yang sejati. Kenapa relatif? Karena proses evolusi setiap orang tidak sama; layaknya proses tumbuh-kembang manusia secara fisik (ada anak yang umur setahun sudah bisa berlari, ada yang baru belajar berjalan. Ada yang sudah pandai cuap-cuap ketika berusia 2 tahun, ada yang baru belajar bicara, dan sebagainya), atau seperti faktor penyebab kebahagiaan yang sangat beragam. Nggak usah jauh-jauh ngomong bahagia, dari hal-hal terkecil yang biasa ditemui dalam hidup sehari-hari saja, banyak contoh kasus yang bisa dijadikan analogi.

Salah satunya dulu saya tidak terlalu suka kopi, lebih suka pahitnya teh. Tapi sekarang saya sangat membutuhkan kopi. Saya menikmati kehangatannya yang membuat saya bisa begadang semalaman memburu deadline kerjaan dan menghargai kehadiran kopi di setiap gelak tawa dan pertukaran cerita dengan komunitas orang-orang dalam lingkaran persahabatan saya.

Atau contoh yang lebih gathel, dulu saya menganggap cinta itu harus diperjuangkan sekuat tenaga. tapi sekarang saya lebih percaya bahwa cinta itu mudah dan seharusnya memudahkan, tak perlu usaha berlebihan dan tak perlu lah menunggu terlalu lama hanya untuk meluluhkan sebuah cinta. Masa inkubasi cinta itu tidak lama, akan menginfeksi saya dalam jangka waktu yang dekat, satu dua senyuman yang diiringi satu dua pembicaraan mendalam yang akan mengukur seberapa jauh saya dan dia bisa melangkah...
[YOU'VE INFECTED ME AT HELLO]

Masih banyak lagi sih perubahan yang menjadi contoh bahwa saya terus berproses bersama kehidupan. Sederhana saja. Saya mungkin telah menemukan inti dari siapa saya beberapa waktu lalu, tapi faktanya itu tidak mencegah seorang individu untuk terus beradaptasi bahkan berevolusi.

Dan suka tidak suka, cepat atau lambat, kita akan berhadapan dengan momen dimana kita harus memilih: melepaskan apa yang selama ini kita genggam, atau terus menyimpannya sampai berkarat. Tidak mempertahankan apa yang sudah usang, atau memeluknya sampai mati. Meninggalkan "sofa kenyamanan" untuk meneruskan perjalanan, atau bergelung dan menutupi wajah dengan selimut hangat yang terkadang melenakan?? Ikut berevolusi bersama kehidupan, atau tinggal dalam kondisi yang sama selamanya??

Siapkah kita, jika suatu saat kita berhadapan dengan realitas bahwa apa yang selama ini kita pegang erat-erat telah berubah menjadi ‘kebenaran usang’ yang tak lagi beriringan dengan proses evolusi kehidupan?

Siapkah kita, jika dihadapkan dengan momen dimana kita diharuskan untuk memilih, meski kita tak ingin menetapkan satu di antara dua (atau tiga, bahkan empat)?
Siapkah kita, jika ‘tanggal kadaluarsa’ itu tiba?

Apa yang akan kita lakukan?

Saya? Saya hanya punya satu harapan, simple, jika tuntutan itu datang lagi, maka Mungkin memang sudah waktunya dan semoga hati ini bisa semakin diperluas untuk terus beradaptasi dengan setiap proses evolusi kehidupan, apapun wujud dan caranya.

Jika tiba saatnya saya harus melonggarkan jari untuk melepas, biarlah hal itu terjadi dengan natural, sebagaimana mestinya, karena memang sudah saatnya.

Jika tiba waktunya untuk berubah, biarlah saya melepas semua yang selama ini saya jalani dengan lapang dada; nyaman tidak nyaman, suka tidak suka.

Ketika tiba saatnya berhadapan dengan realitas dari kehidupan yang senantiasa bergerak dinamis ini, biarlah saya memiliki kebesaran jiwa untuk menerimanya... dan bergerak bersamanya...
*go with the flow kata temen saya*

Someone said life is for the taking
Here I am with my hand out
waiting for a ride

I've been living on my great expectations
What good is it when I'm stranded here
And the world just passess by

Where are the signs
to help me get out of this place

If I should stumble on my moment in time,
How will I know
If the story's written on my face,
does it show

Am I strong enough to walk on water
Smart enough to come in out of the rain
Or am I a fool going where the wind blows

Here I sit halfway to somewhere
Thinking about what's in front of me
and what I left behind

On my own, supposed to be so easy
Is this what I've been after
Or have I lost my mind
Maybe this is my chance coming to take me away

"-Goin Where The Wind Blows, Mr Big"