Kata diatas itu ada di bagian pengantar dari sebuah buku yang kapan itu direkomended sama temen, THE PARADOX OF CHOICE-nya Barry Schwartz, katanya:
[ Mai Pren: Dewi Lestari juga baca lho... ]
[ Saya: "dewi anaknya pak haji yang di iklan provider seluler itu??? ]
[ Mai Pren: Grrrrr...... *asah pisau dapur mode : on sepertinya* ]
[ Saya: guk.. guk... guk... ]
[ Anda: toing.. toing... grookk.. grookk... miaw.. miaw *hehehe* ]
Walaupun "pilihan" bukan lagi hal yang baru dan di tiga bagian pertama itu kesannya kebanyakan contoh yang sebagian sebenarnya identik,, tapi materi buku ini bagus koq. Berhubung temen saya itu blum ngasi ijin bukunya nginep di rumah saya, akhirnya kemaren itu ya saya baca aja sekenanya.
Buku ini terbagi menjadi 4 (empat) bagian. Tiga bagian pertama, isinya kira-kira ngasi gambaran tentang bagaimana orang sekarang menghadapi rentang pilihan dan bagaimana hal itu memunculkan tekanan seperti: adaptasi, penyesalan, kesempatan yang terlewatkan, harapan yang meningkat, dan perasaan ketidakpuasan saat membandingkan dengan orang lain.
Barry Schwartz menggambarkan pandangannya tentang pilihan demikian:
“When there are no options, what can you do? Disappointment? maybe; regret? No. When you have only a few options, you do the best you can, but the world may simply not allow you to do as well as you would like. When there are many options, the chances increase that there is a really good one out there, and you feel that you ought to be able to find it. When the option you actually settle on proves disappointing, you regret not having chosen wisely. And as the number of options continues to proliferate, making an exhaustive investigation of the possibilities impossible, concern that there may a better option out there may induce you to anticipate to regret you will feel later on, when that option is discovered, and thus prevent you from making a decision at all.”
Mungkin ini ya sebabnya kenapa sebagian orang yang keliatannya ideal - cakep, pinter, lucu, punya tujuan hidup yang jelas-, kadang juga susah pas milih jodoh. Sama susahnya dengan orang yang kesannya "biasa aja atau bahkan kekurangan". Bedanya kalo orang yang biasa ato kekurangan seperti saya, cenderung dibatasi pilihan, orang yang "berlebihan" malah kebanyakan pilihan, bingung, secara ga sadar kadang terdorong untuk menyeleksi semuanya, dan akhirnya justru malah dapet orang yang kesannya "biasa aja" ato "kekurangan". Perhaps in terms of keeping the world in balance too... hehehe....
*yang merasa biasa saja ato kekurangan segeralah ambil nada dasar C trus baca "amiiiiieeeennn" bersama-sama!!! :D*
Bagian Keempat jauh lebih menarik, soalnya menjelaskan tentang berbagai rekomendasi buat ngambil pilihan yang positif dalam berbagai keadaan. Quote menarik yang sempet kebaca di bagian keempat ini:
“The only way to find happiness and stability in the presence of seemingly attractive and tempting option to say, ‘I’m simply not going there. I’ve made my decision about a life partner, so this person’s empathy or that person’s looks really have nothing to do with me. End of story.’ … Knowing that you’ve made a choice that you will not reverse allows you to pour your energy into improving the relationship that you have rather than constantly second-guessing it.”
So kalo ingin menambah wawasan tentang bagaimana cara memetakan keputusan,then perhaps you need to see this book too...
No comments:
Post a Comment