Tuesday, October 27, 2009

Kloter 14

Hujan setelah magrib hari itu masih deras. Obat kerinduan kota ini pada kesejukan yang mulai hilang ditelan panas. Didalam rumah, dua orang pria dan seorang wanita muda duduk bersila di sudut kanan ruang tamu yang sudah beberapa malam dialasi karpet hijau. Ketiganya berbagi cerita sembari sesekali berganti fokus pada mangkuk bakso, toples-toples beraneka sajian, dan sekeranjang minuman buah yang malam itu rajin ditawarkan oleh sang empu rumah, yang kemudian ikut duduk dan bergabung dengan ketiganya. Sepertinya mengerti benar bahwa dua tamu muda mereka membawa serta dua perut yang sudah kosong hampir seharian. Tawaran yang akhirnya benar-benar tak disia-siakan oleh kedua pemuda itu.

Perut dua tamu muda itu mulai terisi dan pembicaraan pun makin lancar mengalir diantara kelima orang di ruangan itu. Dari cerita tentang perjalanan ke tanah suci esok hari, bergeser sampai ke obrolan tentang sebuah warung nasi goreng kediri di daerah Sanan, dan akhirnya kembali lagi ke persiapan bapak dan ibu temanku itu menuju Mekkah besok siang. Salah seorang tamu muda itu, aku, bisa melihat betapa wajah keduanya mengalahkan terang lampu malam itu. Berseri-seri layaknya musafir yang tak lagi sabar untuk segera bertandang ke rumah kekasih yang tak dijumpainya bertahun-tahun. Dan sejujurnya aku "iri....".

"...sampai juga engkau di hadapan kabah

bukan kata yang terucap, tapi air mata

kekasih yang lama bersemayam sepanjang usia,

kini cuma seayun mata.

labaik allaahumma labaik.

dari jauh beribu kilo di negeri rantau

kubertanya: kapan kiranya giliran hamba..."

Selamat jalan... Semoga 40 hari kedepan bisa jadi hari-hari yang paling indah sepanjang hidup bapak dan ibu. Menikmati jamuan yang sudah disiapkan Alloh bagi golongan yang terpilih sebagai tamu-NYA, lalu kembali sebagai pribadi yang telah ditingkatkan derajatnya, tapi bukan karena label pak haji dan bu haji.

Kalo memang cuma boleh titip satu doa, maka saya titip doa agar saya bisa melihat wanita yang melahirkanku duapuluh tujuh tahun lalu dan seorang pria yang mengajarkanku bagaimana menjadi lelaki, bisa segera menyusul bapak dan ibu mencium lantai Baitul Haram. Tapi kalo ternyata ada jatah titipan doa yang kedua buat saya, ya berarti saya minta didoakan "tentang yang satu itu" ya pak, bu.... :D


Friday, October 23, 2009

Inside Avanza

Kulirik casio beside di tangan kiriku, hampir setengah delapan malam ketika Avanza Silver yang kutumpangi melewati deretan ruko di pasar lawang, cepat sekali kupikir, terlalu cepat. Wanita paruh baya di depanku mungkin sedikit menyesali keputusannya memilih duduk di jok depan.
Seorang lelaki keturunan yang duduk di sampingku berusaha tidur sambil sesekali men-cek telepon selulernya. Sama sepertiku, keduanya memilih diam, tak menyangka bahwa bapak tua dibalik kemudi itu sering lupa bahwa mobil ini punya teknologi bernama "rem" selain pedal gas. Kacamata dan keriput di wajah pak tua seakan menjadi bonus ketegangan semalam. Masihkah penglihatan dan staminanya mampu mengimbangi jarum speedometer yang selalu tinggi.

Mungkin ia juga lupa kalau menumpangi mobil berbodi ringan ini akan terasa sama dengan roller coaster bagi penumpang di belakang sepertiku. Hampir tak ada lagi skor kenyamanan yang bisa kuberikan, tapi sudah terlanjur juga kupikir. Lantas kucoba membuang kecemasan dengan bernyanyi kecil, mengikuti lirik-lirik menghentak simple plan yang kemarin kujejalkan kedalam pemutar musik kecilku. Tapi tak lama, sebuah adegan salip menyalip dengan sebuah truk tronton, mendorong pak tua yang makin tak sabar itu mengambil lajur kiri yang sejatinya terlalu sempit, tanpa sadar di tepi persis jalan ada motor yang sedang menepi, pelan.... Crriiiiiiiitttttt.... Badanku terdorong cepat, hampir kucium jok depan. Ketenangan yang kubangun hilang tak bersisa, walau kupikir masih beruntung juga pak tua tak terlambat mengerem. Lalu lirih kudengar ia menggerutu, mengutuki motor yang terlalu pelan saat menepi dan posisi tronton yang menyulitkannya, entah apa lagi dan siapa lagi yang salah pikirnya....


Kita seringkali menghujat polisi yang tampak inkompeten dalam beberapa kasus. Tapi lucunya kecerdasan yang membuat kita bisa mengendus aroma konspirasi korupsi seringkali tak cukup banyak untuk membuat kita sadar untuk lebih bijak dalam perjalanan, bahwa jalan raya bukan hanya milik kita. Pak tua sopir travelku tadi malam hanya satu dari sekian banyak "keanehan" yang menghinggapi orang-orang di jalanan. Menyalip dari kiri, Asyik memencet HP sambil naik motor, Memacu kendaraan dengan kecepatan yang tak bisa dipertanggungjawabkan, Tak memakai lampu di malam hari, Tetap jalan ketika lampu persimpangan sudah merah, adalah sedikit dari contoh dosa yang mungkin kita anggap kecil.

MAAF, TAPI ANDA YANG SEPERTI ITU, SEKAYA DAN SETINGGI APAPUN GELAR ANDA, SUNGGUH MENYEDIHKAN.... Sungguh, semua perilaku itu adalah KEGOBLOKAN yang bersumber dari ketidakdewasaan mereka yang tak tahu susahnya mengumpulkan uang untuk beli kendaraan sendiri. Tinggal pakai hasil jerih payah orang tuanya. Dan, oh ya, Pelampiasan bodoh dari mereka yang berpura-pura menjadi seorang "valentino rossi" untuk lari dari kehidupan mereka yang sepi. Tak ada yang menanti saat pulang, sehingga rayuan maut di jalan pun mereka jadikan teman.

Yah, Logika memang seakan mudah sekali hilang, menguap bersama panas jalan yang menyengat, atau tenggelam bersama kantuk yang sering menjadi alasan. Dan semua kendaraan lain pun sontak jadi lawan yang harus dikalahkan. Aku memang bukan penganut kecepatan, dan mungkin sebagian kalian akan menertawakan. Tapi menjadi bertanggung jawab dan menghormati orang lain di jalan sungguh adalah sebuah parameter kedewasaan diri dan bagian refleksi karakter bangsa. jadi, JANGAN BIKIN MALU JADI ORANG INDONESIA....

Tuesday, October 20, 2009

surat yang (mungkin) tak sampai

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.

Bapak, pertama-tama, selamat atas hari ini. Prosesi yang lancar semoga menjadi pertanda baik bahwa lima tahun ke depan adalah masa-masa yang lebih baik dari kemarin.

Seperti yang Bapak sampaikan dalam pidato 18 menit tadi pagi, maka saya setuju bahwa tantangan ke depan akan semakin besar. Ekonomi, Birokrasi, dan Hukum adalah sektor yang akan membutuhkan perhatian terbesar, kerjasama dari semua elemen yang masih mengaku Indonesia dan tentu saja kepemimpinan yang kuat dari Bapak.

Saya bangga punya presiden yang pintar, dan orang bilang cermat dalam pengambilan keputusan. Tapi saya juga percaya bahwa setiap pemimpin akan selalu dihadapkan pada beragam momen yang mengharuskannya mengambil keputusan sulit dengan cepat. Itu pula kenapa saat pilpres kemarin saya jatuh hati pada Pak Jusuf Kalla, pendamping Bapak kemarin yang di mata saya sungguh figur yang menyegarkan. Dan terus terang tadi pagi, beberapa hari ini saya merasa kehilangan beliau.

Namun apapun perasaan itu, yakinlah Pak, saya juga terus berusaha menjaga keyakinan bahwa Bapak juga seorang yang kapabel menjadi pemimpin yang cermat dan cepat memutuskan. Bukan begitu Pak??? Karena sungguh, disitulah saya pikir salah satu parameter kebesaran sejati seorang pemimpin. Maka jadilah Pemimpin Besar Indonesia. Tak perlu sesempurna Muhammad jika itu terlalu muluk. Cukup menjadi sebesar Gandhi, Mandela, dan Sukarno dan itu akan sungguh membanggakan. Jadilah seperti mereka yang menjadi panutan dan kebanggaan bangsa. Masuklah kedalam golongan pemimpin besar yang melindungi jati diri, budaya, dan integritas ekonomi tanpa meninggalkan HAM, Lingk.hidup, dan nilai-nilai universal lainnya.

Saya yakin Bapak memiliki cukup pengalaman dan pengetahuan untuk menuju kesana. Lima tahun kedepan yang semoga tak lagi diwarnai dengan berita diinjak-injaknya teritori negara kita, melangitnya utang ke lembaga-lembaga "rentenir" dunia, dirampoknya karya-karya besar budaya bangsa, disakitinya para prajurit penyumbang devisa, dicabulinya moral bangsa oleh pengaruh global, digerusnya sumber daya alam kita, hutan kita. JANGAN LAGI..

Pilih pembantu-pembantu yang kredibel, jujur dan mendukung Bapak. Jangan jadikan balas budi sebagai kriteria dengan bobot tertinggi. Lantas pimpin mereka dengan tegas dan penuh wibawa. Jangan biarkan satu orang pun memanfaatkan kelembutan hati Bapak untuk kepentingan akal bulus mereka. Jangan, jangan sampai itu terjadi!!!! Bersihkan dan tata kembali birokrasi negeri yang masih berbelit-belit ini dengan keberanian layaknya seorang Jenderal Tertinggi. Hancurkan saja setiap antek korupsi, tikus-tikus yang menggerogoti kami sekian lama. Mereka tak pantas hidup disini, di negeri yang Bapak dan saya cintai ini. Lumpuhkan juga ideologi terorisme di negeri ini dan jangan hanya tembak mati orang-orang bodoh yang melakukannya.

Bapak, tolong pimpin kami dengan cinta, jangan hanya angka. Angka pertumbuhan ekonomi yang terus positif memang benar keberhasilan Bapak kemarin. Tapi jangan menutup mata dan hati akan deretan pengemis dan antrean pencari kerja yang bersliweran dimana-mana. Angka hanya berguna untuk elit. Terkadang angka juga hanya citra untuk mata dunia. Rakyat kebanyakan takkan tahu apa itu inflasi, sentimen pasar modal, atau tetek bengek istilah lainnya. Mereka rasanya tak peduli bagaimana apresiasi media-media asing terhadap keberhasilan kita menjaga angka pertumbuhan. Rakyat cuma tau makan cukup. Mereka cuma ingin bekerja dengan bahagia.

Perhatikan kami, lalu hasilkan keputusan-keputusan yang memihak kami. Mudahkan pendidikan, Mudahkan kesehatan, Buka lapangan pekerjaan, juga lindungi Petani dan Nelayan. Lakukan semuanya dengan kebijakan yang Bapak miliki agar jangan lagi ada teriak ketidakadilan dari saudara-saudara kami di daerah-daerah tertinggal. Seimbangkan timbangan kemajuan Timur dan Barat.

Saya percaya semua hal di dunia akan mudah jika diawali dengan cinta dan saya yakin Bapak tahu benar apa itu cinta. Lebih banyak dari saya yang hanya tahu bahwa cinta dimulai dan bertahan dengan kontinuitas pencarian kebahagiaan di dalam dan bukannya terjebak pada apa yang pihak luar pikirkan.

Bapak, maaf jika nantinya kami tidak sabar menagih janji. Maaf juga jika bukti cinta kami tak hanya berwujud kata setuju tapi juga teriak lantang dan (mungkin) sedikit caci maki. Bukankah cinta juga butuh perbedaan dan riak untuk membuatnya semakin kuat?? Bukankah bebek goreng takkan nikmat tanpa sambal?? Maka anggap saja setiap kritik sebagai cermin buat Bapak, bukti cinta kami pada Indonesia. Ya, begitulah kami. Rakyat yang Bapak pimpin ini sudah terlalu lama mendambakan cita-cita bangsa. Pembukaan UUD 1945 adalah mimpi kami, mimpi Bapak juga rasanya. Maka jangan biarkan kami kehilangan keyakinan ini.

Akhirnya selamat bekerja Bapak. Cintai kami lebih dari 5 tahun yang lalu dan kami pasti mencintai Bapak lebih besar lagi. Perjuangkan kami lebih kuat lagi dan kami pasti akan mencatat Bapak dalam memori-memori indah kami. Sekarang, besok, selamanya.

BISA KAN PAAKK???

Salam hangat dan doa dari saya, salah satu rakyat

Wassalam


Sang Saka

Saturday, October 10, 2009

SEBUAH TITIK PERJALANAN LAIN

...Kulayangkan pandangku melalui kaca jendela
dari tempatku bersandar Seiring lantun kereta
Membawaku melintasi tempat-tempat yang indah
Membuat isi hidupku penuh riuh dan berwarna....

Pemutar musik digital kecil itu renyah mendendangkan sederetan lagu, hingga suara berat fadly yang melantunkan lirik-lirik "perjalanan ini" mengetuk saya dalam perjalanan ke Kuala Tungkal, sebuah kota pelabuhan di Jambi. Mobil SUV merah yang saya tumpangi melaju cepat, melintasi deretan kebun sawit dan bukit-bukit lempung yang sebagian menggundul, menyusuri aspal jalanan yang basah karena hujan sejak semalam. Didalam mobil, dua orang di depan berbincang tenang dalam logat daerah yang sesekali tak saya mengerti artinya. Saya sendiri tenggelam dalam keasyikan di jok belakang, larut dalam perenungan akan "jawabannya" tentang kebuntuan yang sempat mengaburkan logika namun tidak lagi. Debu menghilang tercabik rintik yang mulai menerjang dan inspirasi datang begitu saja setelah adanya penerimaan diri akan sebuah titik baru perjalanan panjang.

Dan kalau sudah sampai pada kesimpulan bahwa hidup ini adalah pilihan antara menerima atau tidak menerima, pertanyaan alamiah selanjutnya adalah apakah usaha masih diperlukan dalam hidup?.

"....Sesungguhnya tidak akan berubah nasib suatu kaum,
kecuali mereka sendiri mengubahnya...."

Begitu kira-kira arti salah satu firman Tuhan yang membuat saya mudah menjawab bahwa usaha masih diperlukan. Tapi pertanyaan selanjutnya adalah sampai mana?? Bagaimana berusaha yang bisa merubah kehidupan??

Sebagai orang yang tidak terlalu yakin pada adanya konsep keberuntungan di dunia, jelas bahwa saya tidak anti pada konsep usaha dan upaya. Namun akhir-akhir ini saya juga merasa bahwa kadang usaha, apalagi sampai ngoyo’, yang tidak diimbangi dengan kepasrahan, seringkali membawa rasa frustrasi dan kepedihan. Takdir itu sama seperti halny cinta, mudah dan memudahkan. Ya, saya bisa bilang bahwa saya telah menjalani beberapa pengalaman itu dalam kehidupan saya dan semakin lama saya semakin percaya bahwa jalan keluar yang paling enak ketika ingin mengubah kenyataan atau menyelesaikan suatu masalah adalah mengingat bahwa kenyataan tidak semata-mata tergantung pada usaha kita, dan ada jalan lain yang tidak selalu lazim untuk memulai.

Reza Gunawan bilang jalan itu “ABC”. Singkatan dari “Acceptance Before Change”. Jalan ini adalah ketika kita bisa mengerti bahwa perubahan pasti terjadi, dengan maupun tanpa usaha. Langkah pertamanya adalah menerima tanpa syarat apa pun kenyataan yang ada saat ini, apa pun perilaku dan sikap orang yang terlibat saat ini, apa pun pikiran dan perasaan kita saat ini.

Sementara om Mario bilang perjalanan adalah sebuah proses perpindahan dari satu pemberhentian ke pemberhentian berikutnya. Dan kita hanya akan segera sampai, jika kita menyegerakan sebuah pemberangkatan untuk setiap pemberhentian.

Maka mereka yang mencapai hasil yang banyak dan yang besar dan yang tinggi, adalah mereka yang berhenti saat mereka harus berhenti - tetapi yang segera memulai lagi. Sebaliknya, mereka yang lambat dalam mencapai haknya untuk berhasil, adalah biasanya orang-orang yang memperlakukan tempat-tempat berhenti – sebagai pemberhentian, atau bahkan betul-betul sebagai penghentian.

"Sebuah pintu keluar adalah pintu masuk ke ruangan yang lain"

Yang jelas, saya percaya, apa pun perubahan yang hadir di setiap momen perjalanan yang kita alami, jauh lebih mudah untuk menyambutnya dengan pikiran jernih dan hati yang lapang. Menerima bahwa tidak semua terwujud seperti doa kita, bahkan tetap positif ketika ada yang membenci kita. Saya sudah pernah melihat orang yang didera penyakit mematikan, mengalami sendiri jungkir balik cinta yang parah, hingga kesulitan rezeki yang membuat saya harus bertahan hidup dengan uang lima ribu perak selama seminggu. Semuanya bisa berbalik secara ajaib ketika kita sudah mencapai titik 'menerima' keadaan. Ini sungguh sulit untuk ditulis. Kita perlu keberanian untuk mengalaminya sendiri.

Dan pemutar musik itu kembali berjalan.
....
I know, i know, i know part of me says let it go
everything must have it reason
round and round it goes
and every day is a one before
but this time, this time
i^m gonna try anything to just feel better...

| inspired by reza gunawan

Untuk beruang, mungkin tiga kalimat favorit itu terlalu sering dipakai sehingga Tuhan kembali mengujinya dalam realita. Entah kalimat-kalimat itu hanya deretan kata atau memang sudah menjadi pondasi yang kuat, jawabannya akan ada nanti. Yang jelas tetap tegar ya walaupun uang saku pas-pasan, and be stronger than ever... :D

Wednesday, October 7, 2009

Buntu

Akhir-akhir ini saya sepertinya sulit sekali menuangkan ide untuk bertanya dan menulis tentang sebuah hal yang benar-benar menarik perhatian. Penyebab awalnya jelas karena saya memang masih menjadi penulis yang buruk, walaupun saya yakin Dewi Lestari juga pasti pernah buntu. hehe... Dan ketika logika macet, biasanya yang keluar malah masalah yang diluar logika, dan itu konyol bagi saya. Tapi hati memang kadang susah dikendalikan, jadi saya biarkan saja dia nyelonong diantara status-status ga jelas di dunia maya.

Penyebab kedua sepertinya menemukan momen menulis yang tepat dan cepat. Kemarin saya ingin menulis tentang DONITA, banci yang sempat "menemani" saya dalam perjalanan mudik kemarin, tapi sampai sekarang materi saya malah belum terisi dan kebodohan donita juga menjadi sedikit basi. Waktu 'merenung' tersita oleh agenda wisata kuliner dan silaturahmi tetangga kanan kiri yang masih saja terjadi. Lalu, terpikir juga untuk melanjutkan "cerpen bodoh" itu, tapi saya belum punya ide bagaimana kami akan menentukan ending-nya, menutupnya dengan akhir yang bahagia, atau melanjutkannya dengan tanya... Lantas semua ide pun tertunda, terhimpit deadline di dunia nyata, membuat sekarang ini saya malah mempertanyakan kembali idenya. Tapi saya percaya, setidaknya semangat itu masih ada, the spirit carries on. Dan waktu yang sepertinya terasa terbuang sia-sia ternyata juga menawarkan jeda untuk saya berpikir kembali...

"...Ada masanya aku ingin dan akan bicara tentang pertem(p)u(r)an dua hati yang masih saja berkejaran tiada henti seperti kuda-kuda penghuni komedi putar di pasar malam. Tapi konyol rasanya merangkai kata-kata itu ketika bumi bergolak, udara menghitam, dan saudara kita terkubur sekarang ini. Kita, jika kata itu hanya dimensi yang mewadahi aku dan kamu, maka sungguh kerdil bagiku sekarang.

Terpikir juga olehku menceritakan tentang remeh temeh kemarin, tapi aku kadung bercita-cita untuk menggantinya dengan sebanyak mungkin perbuatan hari ini dan harapan akan esok hari. Aku buntu, dan sedikit mengadu... cinta, kau bawa kemana wajah kaku yang padanya kusandarkan inspirasiku?? Kapan jemarimu kembali dalam genggamanku?? Aku bertanya karena aku percaya dengan banyak cara engkau selalu menjawab. Maka tampar saja jika itu bisa mengakhiri jeda, asal jangan diam seperti malam. ..."


[ sapi hadir kembali ]