Tuesday, October 20, 2009

surat yang (mungkin) tak sampai

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.

Bapak, pertama-tama, selamat atas hari ini. Prosesi yang lancar semoga menjadi pertanda baik bahwa lima tahun ke depan adalah masa-masa yang lebih baik dari kemarin.

Seperti yang Bapak sampaikan dalam pidato 18 menit tadi pagi, maka saya setuju bahwa tantangan ke depan akan semakin besar. Ekonomi, Birokrasi, dan Hukum adalah sektor yang akan membutuhkan perhatian terbesar, kerjasama dari semua elemen yang masih mengaku Indonesia dan tentu saja kepemimpinan yang kuat dari Bapak.

Saya bangga punya presiden yang pintar, dan orang bilang cermat dalam pengambilan keputusan. Tapi saya juga percaya bahwa setiap pemimpin akan selalu dihadapkan pada beragam momen yang mengharuskannya mengambil keputusan sulit dengan cepat. Itu pula kenapa saat pilpres kemarin saya jatuh hati pada Pak Jusuf Kalla, pendamping Bapak kemarin yang di mata saya sungguh figur yang menyegarkan. Dan terus terang tadi pagi, beberapa hari ini saya merasa kehilangan beliau.

Namun apapun perasaan itu, yakinlah Pak, saya juga terus berusaha menjaga keyakinan bahwa Bapak juga seorang yang kapabel menjadi pemimpin yang cermat dan cepat memutuskan. Bukan begitu Pak??? Karena sungguh, disitulah saya pikir salah satu parameter kebesaran sejati seorang pemimpin. Maka jadilah Pemimpin Besar Indonesia. Tak perlu sesempurna Muhammad jika itu terlalu muluk. Cukup menjadi sebesar Gandhi, Mandela, dan Sukarno dan itu akan sungguh membanggakan. Jadilah seperti mereka yang menjadi panutan dan kebanggaan bangsa. Masuklah kedalam golongan pemimpin besar yang melindungi jati diri, budaya, dan integritas ekonomi tanpa meninggalkan HAM, Lingk.hidup, dan nilai-nilai universal lainnya.

Saya yakin Bapak memiliki cukup pengalaman dan pengetahuan untuk menuju kesana. Lima tahun kedepan yang semoga tak lagi diwarnai dengan berita diinjak-injaknya teritori negara kita, melangitnya utang ke lembaga-lembaga "rentenir" dunia, dirampoknya karya-karya besar budaya bangsa, disakitinya para prajurit penyumbang devisa, dicabulinya moral bangsa oleh pengaruh global, digerusnya sumber daya alam kita, hutan kita. JANGAN LAGI..

Pilih pembantu-pembantu yang kredibel, jujur dan mendukung Bapak. Jangan jadikan balas budi sebagai kriteria dengan bobot tertinggi. Lantas pimpin mereka dengan tegas dan penuh wibawa. Jangan biarkan satu orang pun memanfaatkan kelembutan hati Bapak untuk kepentingan akal bulus mereka. Jangan, jangan sampai itu terjadi!!!! Bersihkan dan tata kembali birokrasi negeri yang masih berbelit-belit ini dengan keberanian layaknya seorang Jenderal Tertinggi. Hancurkan saja setiap antek korupsi, tikus-tikus yang menggerogoti kami sekian lama. Mereka tak pantas hidup disini, di negeri yang Bapak dan saya cintai ini. Lumpuhkan juga ideologi terorisme di negeri ini dan jangan hanya tembak mati orang-orang bodoh yang melakukannya.

Bapak, tolong pimpin kami dengan cinta, jangan hanya angka. Angka pertumbuhan ekonomi yang terus positif memang benar keberhasilan Bapak kemarin. Tapi jangan menutup mata dan hati akan deretan pengemis dan antrean pencari kerja yang bersliweran dimana-mana. Angka hanya berguna untuk elit. Terkadang angka juga hanya citra untuk mata dunia. Rakyat kebanyakan takkan tahu apa itu inflasi, sentimen pasar modal, atau tetek bengek istilah lainnya. Mereka rasanya tak peduli bagaimana apresiasi media-media asing terhadap keberhasilan kita menjaga angka pertumbuhan. Rakyat cuma tau makan cukup. Mereka cuma ingin bekerja dengan bahagia.

Perhatikan kami, lalu hasilkan keputusan-keputusan yang memihak kami. Mudahkan pendidikan, Mudahkan kesehatan, Buka lapangan pekerjaan, juga lindungi Petani dan Nelayan. Lakukan semuanya dengan kebijakan yang Bapak miliki agar jangan lagi ada teriak ketidakadilan dari saudara-saudara kami di daerah-daerah tertinggal. Seimbangkan timbangan kemajuan Timur dan Barat.

Saya percaya semua hal di dunia akan mudah jika diawali dengan cinta dan saya yakin Bapak tahu benar apa itu cinta. Lebih banyak dari saya yang hanya tahu bahwa cinta dimulai dan bertahan dengan kontinuitas pencarian kebahagiaan di dalam dan bukannya terjebak pada apa yang pihak luar pikirkan.

Bapak, maaf jika nantinya kami tidak sabar menagih janji. Maaf juga jika bukti cinta kami tak hanya berwujud kata setuju tapi juga teriak lantang dan (mungkin) sedikit caci maki. Bukankah cinta juga butuh perbedaan dan riak untuk membuatnya semakin kuat?? Bukankah bebek goreng takkan nikmat tanpa sambal?? Maka anggap saja setiap kritik sebagai cermin buat Bapak, bukti cinta kami pada Indonesia. Ya, begitulah kami. Rakyat yang Bapak pimpin ini sudah terlalu lama mendambakan cita-cita bangsa. Pembukaan UUD 1945 adalah mimpi kami, mimpi Bapak juga rasanya. Maka jangan biarkan kami kehilangan keyakinan ini.

Akhirnya selamat bekerja Bapak. Cintai kami lebih dari 5 tahun yang lalu dan kami pasti mencintai Bapak lebih besar lagi. Perjuangkan kami lebih kuat lagi dan kami pasti akan mencatat Bapak dalam memori-memori indah kami. Sekarang, besok, selamanya.

BISA KAN PAAKK???

Salam hangat dan doa dari saya, salah satu rakyat

Wassalam


Sang Saka

No comments:

Post a Comment