Friday, October 23, 2009

Inside Avanza

Kulirik casio beside di tangan kiriku, hampir setengah delapan malam ketika Avanza Silver yang kutumpangi melewati deretan ruko di pasar lawang, cepat sekali kupikir, terlalu cepat. Wanita paruh baya di depanku mungkin sedikit menyesali keputusannya memilih duduk di jok depan.
Seorang lelaki keturunan yang duduk di sampingku berusaha tidur sambil sesekali men-cek telepon selulernya. Sama sepertiku, keduanya memilih diam, tak menyangka bahwa bapak tua dibalik kemudi itu sering lupa bahwa mobil ini punya teknologi bernama "rem" selain pedal gas. Kacamata dan keriput di wajah pak tua seakan menjadi bonus ketegangan semalam. Masihkah penglihatan dan staminanya mampu mengimbangi jarum speedometer yang selalu tinggi.

Mungkin ia juga lupa kalau menumpangi mobil berbodi ringan ini akan terasa sama dengan roller coaster bagi penumpang di belakang sepertiku. Hampir tak ada lagi skor kenyamanan yang bisa kuberikan, tapi sudah terlanjur juga kupikir. Lantas kucoba membuang kecemasan dengan bernyanyi kecil, mengikuti lirik-lirik menghentak simple plan yang kemarin kujejalkan kedalam pemutar musik kecilku. Tapi tak lama, sebuah adegan salip menyalip dengan sebuah truk tronton, mendorong pak tua yang makin tak sabar itu mengambil lajur kiri yang sejatinya terlalu sempit, tanpa sadar di tepi persis jalan ada motor yang sedang menepi, pelan.... Crriiiiiiiitttttt.... Badanku terdorong cepat, hampir kucium jok depan. Ketenangan yang kubangun hilang tak bersisa, walau kupikir masih beruntung juga pak tua tak terlambat mengerem. Lalu lirih kudengar ia menggerutu, mengutuki motor yang terlalu pelan saat menepi dan posisi tronton yang menyulitkannya, entah apa lagi dan siapa lagi yang salah pikirnya....


Kita seringkali menghujat polisi yang tampak inkompeten dalam beberapa kasus. Tapi lucunya kecerdasan yang membuat kita bisa mengendus aroma konspirasi korupsi seringkali tak cukup banyak untuk membuat kita sadar untuk lebih bijak dalam perjalanan, bahwa jalan raya bukan hanya milik kita. Pak tua sopir travelku tadi malam hanya satu dari sekian banyak "keanehan" yang menghinggapi orang-orang di jalanan. Menyalip dari kiri, Asyik memencet HP sambil naik motor, Memacu kendaraan dengan kecepatan yang tak bisa dipertanggungjawabkan, Tak memakai lampu di malam hari, Tetap jalan ketika lampu persimpangan sudah merah, adalah sedikit dari contoh dosa yang mungkin kita anggap kecil.

MAAF, TAPI ANDA YANG SEPERTI ITU, SEKAYA DAN SETINGGI APAPUN GELAR ANDA, SUNGGUH MENYEDIHKAN.... Sungguh, semua perilaku itu adalah KEGOBLOKAN yang bersumber dari ketidakdewasaan mereka yang tak tahu susahnya mengumpulkan uang untuk beli kendaraan sendiri. Tinggal pakai hasil jerih payah orang tuanya. Dan, oh ya, Pelampiasan bodoh dari mereka yang berpura-pura menjadi seorang "valentino rossi" untuk lari dari kehidupan mereka yang sepi. Tak ada yang menanti saat pulang, sehingga rayuan maut di jalan pun mereka jadikan teman.

Yah, Logika memang seakan mudah sekali hilang, menguap bersama panas jalan yang menyengat, atau tenggelam bersama kantuk yang sering menjadi alasan. Dan semua kendaraan lain pun sontak jadi lawan yang harus dikalahkan. Aku memang bukan penganut kecepatan, dan mungkin sebagian kalian akan menertawakan. Tapi menjadi bertanggung jawab dan menghormati orang lain di jalan sungguh adalah sebuah parameter kedewasaan diri dan bagian refleksi karakter bangsa. jadi, JANGAN BIKIN MALU JADI ORANG INDONESIA....

No comments:

Post a Comment