Tuesday, December 22, 2009

I Love You Everyday

Penggalan celoteh konyol upin ipin mendadak terdengar dari telepon selulerku, ada sms baru..

”…Lagi apa mas? Jadi pulang kapan? take care ya, salam…”

Aku tersenyum. Walaupun layar telepon genggamku tak menampilkan identitas selain deretan angka tanpa nama, dari nada pesannya mudah sekali kukenali siapa pengirimnya. Sebuah pesan yang sederhana, persis seperti karakternya yang kukenali selama ini, walau dia bukan seorang pendiam, tidak sama sekali. Dia hanya tak suka berbasa basi tanpa isi. Dan tentang hal ini dia pernah berkata, “bahasamu adalah cerminan hidupmu, kalau kau boros maka boros pula hidupmu”. Saat mendengar itu aku terheran-heran, sejak kapan dia belajar filosofi? Bukankah dia cuma seorang mantan perawat lulusan sekolah kejuruan? Ah, sudahlah, toh sedari awal kisahku dengannya memang penuh dengan keheranan, keajaiban demi keajaiban yang ditunjukkannya.

Benar bahwa aku mungkin terlalu muda untuk mengingat apa saja yang dia perbuat kala interaksiku dengannya masih sebatas bahasa tangis dan tawa. Tapi aku masih ingat betul keajaiban yang diperbuatnya pada masa-masa dimana nasi dan garam adalah satu-satunya pilihan makanan yang tersedia diatas meja rumah kami. Waktu itu dia sangat pandai menambahkan semangkuk dongeng sebagai lauk istimewa yang lantas mendistorsikan rasa, membuatku lupa bahwa garam itu asin. Ia bahkan membuat cerita sendiri tentang seorang pangeran samudera yang berperang melawan raja daratan, lalu dalam kondisi terdesak di pantai, dia menemukan sejumput garam yang akhirnya membuatnya kuat dan mampu mengalahkan musuh-musuhnya. Aku sangat menyukai cerita itu sehingga akhirnya aku pun makan dengan lahap diantara temaram lampu minyak, satu-satunya alat penerangan rumah kami dulu.

Lalu, Salah satu keajaiban lainnya yang paling kuingat waktu itu adalah bagaimana dia selalu menyuruhku masuk ke kolong meja kala hujan badai dan petir terjadi. Diselimutinya sisi-sisi meja itu dengan seprei sehingga kami seperti berada di dalam gua buatan. Setelah itu biasanya dia tak banyak berkata, hanya memelukku erat, mengucap dzikir dan berbisik, “nah sekarang kita aman dari dewa petir”. Kami sering tertawa kala mengingat cara 'penyelamatan diri' yg aneh itu. Tapi lucunya perlakuan yang tak biasa itu justru menjadi salah satu momen dimana aku bisa merasa paling aman seumur hidupku, sampai sekarang.
Rasa aman ternyata bukan melulu bangunan kokoh, tubuh kekar, kendaraan lapis baja, atau fakta semata...

“Cogito ergo sum?” Well, untuk beberapa realitas sepertinya aku tak perlu mendengarkan logika Rene Descartes walaupun kadang rasa penasaranku bertanya-tanya,

“…Darimana dia belajar segala macam cara itu untuk membuatku nyaman? Bagaimana mungkin seseorang bisa mengerti orang lain sebegitu hebat? Atau jangan-jangan dia memang punya buku manualnya?..”.

Maka suatu hari sembari tertawa, dia menanggapi pertanyaanku,

“..Ada beberapa pengertian yang takkan kau mengerti sampai kau menjadi tua dan menjadi orang tua sepertiku..”.

Dan tentang ‘cerita persembunyian dibawah meja’ itu, saat itu dia takut atap rumah kami yang bocor disana sini akan jadi pintu masuk petir yang akan mengambilku. Sebagaimana sekarang dia mulai takut kalau suatu saat aku akan lupa pulang setelah sekian lama hidup jauh darinya. Bahwa aku, entah karena seorang anak gadis orang atau tumpukan pekerjaan, perlahan akan melupakan kalimat ini…

”Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya, atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah sekali-kali engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah!" - Jangan pula engkau membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan, dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku! Sayangilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah menyayangi aku semenjak kecil." (Q.S. 17:23-24)

Semoga tidak, karena aku akan selalu pulang untuk dia, ibu terbaik sedunia, even for today All I do Is dreaming of you, holding you, through this words…

Selamat hari ibu, I love you everyday…


Monday, December 14, 2009

500 Days Of Summer

Alasan pertama yang membuat saya berniat menonton film ini lagi adalah fakta bahwa saya masih belum paham benar, kenapa "..this is not love story, but a story about love.." jadi tagline 500 Days of Summer. *Mungkin teman saya yang dulu menyarankan dan berniat meminjamkan film ini (walaupun ga jadi-jadi sampe saya dapet sendiri) sudah lebih paham maknanya.. haha..*

Alasan lain, cerita filem ini bisa membuat saya tertawa walaupun kadang saya pikir filem ini juga menertawakan penontonnya dengan cara yang sederhana tapi mengena. Kedalaman makna dari sebuah gagasan simpel mampu diceritakan dengan ringan, lucu, namun tetap berkelas sehingga tidak terasa bahwa kita sedang menonton sebuah film yang diputar premier di Sundance Film Festival. Sesaat, sensasinya mengingatkan saya pada apa yang ditawarkan Dewi Lestari dalam Perahu Kertas. Termasuk bagaimana keduanya membawa serta pengaruh cita-cita masing-masing tokoh utama terhadap hubungan mereka.

Jadi walaupun kita mungkin tidak asing dengan film yang bercerita tentang dua orang yang benar-benar berbeda karakter namun bersinggungan pada suatu waktu dan mencoba mencari cara untuk bersama, namun tidak seperti film komedi romantis lainnya yang cenderung berakhir klise, di akhir film ini ada ruang untuk mencerna beberapa hal tentang kehidupan, bahkan menawarkan tambahan harapan bagi mereka yang merasa "berhak" mengaku bahwa "ini adalah cerita nyata tentang mereka"... hahahaha...

Just watch it, its a scarily deep and funny romantic movie, one of the best this year..


Friday, December 11, 2009

" 100 "

ada saat dimana kita terhenti sejenak,

mengalami tapi miskin imajinasi,

mencintai tapi kering ekspresi,

sampai akhirnya hari itu kembali

Lama sebelum kutemukan apa yang ingin kutuliskan pada lembar kosong ini. Entah gara-gara terkooptasi ketertarikanku sendiri pada angka 100 atau sekedar bosan karena rutinitas yang membuatku terlihat sama. Atau mungkin waktu yang memang sedang bergerak cepat dan tak memberikan cukup ruang intim untukku dan lembar kosong bernomor spesial ini. Sampai akhirnya sebuah perjumpaan beberapa hari lalu, mendorongku untuk mengabadikan sebuah sosok, dengan sederhana, begitu saja.

Hari itu Jumat yang cerah. Perempuan berkerudung itu masih jelas kukenali dari jarak duapuluhan langkah darinya. Lalu sebuah pelukan dari wajah yang berkaca-kaca menyambutku pagi itu seolah pertanda bahwa kekesalanku akan buruknya pelayanan birokrasi rumah sakit yang kualami sehari sebelumnya akan terobati dengan pertemuan tak terduga ini.

Dan segera setelah kuselesaikan urusan administrasi yang membawaku kembali ke sekolah kampungku hari itu, ia mengajakku berkeliling kompleks, menyusuri selasar bangunan SD yang tak berubah banyak kecuali cat dinding yang berbeda dan lantai tegel yang kini berganti keramik berwarna cerah, sembari bertukar kabar dan mengurai memori yang merekam masa kecilku bersamanya. Tentang persinggungan hidup kami yang tak diisi legenda, hanya beberapa keping cerita sederhana yang dibungkus dengan cinta.

Sosoknya yang lembut, terlihat masih sama (jika tidak lebih kuat terpancar) dibanding dua dekade yang lalu. Sebuah stereotip guru ideal yang membuat dia dekat dengan sebagian besar muridnya. Toh, dibalik kelembutannya aku belum lupa akan ketegasan yang disimpannya seperti yang sering kualami saat siang sepulang sekolah di akhir Juli 1992. Waktu itu siang setelah bel pulang banyak dihabiskannya mengajariku tambahan jam pelajaran menjelang sebuah perlombaan cerdas cermat di Kabupaten. Jangan harap aku bisa pulang kalau soal belum terpecahkan. Maka hilang sudah sebagian besar jatah bermainku di sawah kala itu. Sungguh ia berubah menjadi seorang begitu disiplin dan keras, macam instruktur tentara negeri yang tak kenal kompromi. Lantas disetiap akhir sesi, seakan belum puas, dijejalkannya buku-buku pelajaran tebal dan perangkat keterampilan beraneka rupa ke dalam tas besar warna coklat milikku. "Yang ini dipelajari di rumah, besok harus selesai dan bisa", tuturnya. Kupikir seperti punya dua ibu yang berbeda tapi sama standar kedisiplinannya dan karena itu, aku ingat seringkali masam mukaku di sore sepulang sekolah. "Nanti, ketika kamu tersenyum dan berdiri menggenggam medali, kamu akan mengingat siang-siang ini", begitu ujarnya memotivasiku di suatu siang saat aku mengalami demotivasi. At that moment, I just dont know why, till the harvest time come.

Ia sendiri masih ingat benar, bahwa aku kecil sangat tidak tertarik pada dua hal, sepakbola dan teman wanita. ~ Right now, I myself couldn't believe that either ~. Saking malesnya main bola, terkadang aku bahkan sampai sengaja lupa membawa seragam olahraga agar diijinkan tinggal di kelas, dihukum merangkum buku pun oke asalkan tidak ikut berpanas di lapangan. Well, Time is a kind of friend they say, it makes us old and learn. Maka ia sungguh terkejut dan tertawa ketika kuceritakan bahwa kini aku banyak menghabiskan waktu untuk urusan sepakbola dan berharap punya anak laki-laki yang menjadi pemain bola. Tentang teman wanita yang membuatku phobia?? well, Some memories are best kept hidden...

Ia adalah salah satu guru yang paling antusias mengenalkanku pada Kepala Sekolah, membanggakanku sebagai murid dengan penilaian yang kupikir terlalu berlebihan. Ia pula yang mengenalkanku pada profesi insinyur walau aku lebih bermimpi menjadi pilot kala itu. Ia bilang, "kenapa tidak bercita-cita menjadi insinyur pertama di kampungmu??" Apakah itu doa atau kekuatan visi indera keenamnya, yang jelas aku memang terbukti gagal jadi pilot dan sepertinya berakhir tak jauh dari apa yang dituturkannya. Itu dan banyak hal lain lagi yang masih diingatnya tentangku sungguh mengejutkan. Lebih dari apa yang bisa kuingat tentangnya dan sesaat kupikir aku menua lebih cepat darinya.

Dan perjalanan riuh cerita disepanjang selasar itu pun akhirnya terhenti di depan ruang guru. Raut mukanya terlihat sedih ketika kuutarakan bahwa padatnya urusan birokrasi yang harus kuselesaikan dalam sempitnya waktu memaksaku berpamitan. Digenggamnya tanganku erat sambil dititipkannya petuah pendek, "..Doakan ibu sehat ya nak. Jangan lupakan guru-gurumu setiap kali ilmumu bertambah tinggi dan kesuksesan menghampirimu. Pulanglah kapanpun kamu mau, lalu sempatkanlah berbagi dengan adik-adikmu di sekolah ini agar mereka bisa mengerti cerita tentang kalian..."

Sebuah janji lantas kuucapkan, untuk kembali, untuk guruku...

Dedicated to Mrs Nangimah, a teacher for life...

Friday, November 6, 2009

Mimpi Yang (sebenarnya) Sederhana

Ia duduk tenang di bawah deretan pohon yang memagari sebuah sungai kecil di ujung jalan Akordion Utara. Tidak ada apa-apa sebenarnya di jalan lintas Malang-Karangploso itu. Hanya bunyi air sungai yang bergemericik tenang, angin yang berhembus tanpa terhalang struktur beton, burung-burung kecil yang terbang rendah, dan sebuah "lukisan" gunung Arjuno di belakang hamparan sawah yang warnanya selang seling, kuning dan hijau. Tapi menghabiskan sore di jalan itu selalu menghadirkan sensasi kontemplasi yang utuh baginya. Disana dia bisa memikirkan jawaban tentang pertanyaan hidup, sekedar terdiam dalam tanpa memaksakan diri mencari solusi instan tentang ketetapan takdir yang menghampirinya, atau seperti sore ini, ketika ia memilih untuk duduk dan menertawakan perjalanan mimpinya sendiri yang sepertinya makin jelas..

[ this dream is over ]

Memang benar bahwa dulu, ketika kecil, dia ingin sekali jadi SUPERMAN atau KAMEN RIDER. Bisa menyelamatkan dunia dalam kedipan mata, lalu terbang cepat ke belahan bumi lain untuk mengulurkan tangan pada yang tertindas. Atau betapa kerennya bisa berubah menjadi kesatria tangguh pembasmi monster dalam hitungan detik dan dengan penuh gaya pula. Tapi itu dulu, sebelum dia bisa berpikir terlalu konyol bagi seorang lelaki, superhero tepatnya, untuk mengenakan kostum berwarna ngejreng, dan tentunya celana dalam di luar sebagai syarat wajib superhero seluruh dunia.
Itu mimpi masa kecil, sebelum dia mengerti bahwa jika seseorang menjadi superhero, maka saat itu juga dia menandatangani kontrak seumur hidup yang memintanya mengorbankan banyak hal, kebebasan, orang tua, bahkan pendamping hidupnya. Semuanya ditukar dengan kebebasan dan cinta untuk mereka yang dia tolong. Mungkin memang disitu makna dari kata "SUPER" itu sebenarnya dan bukan dari bagaimana dia bisa TERBANG....

Lantas, beberapa tahun kemudian, anak itu "menemukan" mimpi baru, menjadi PILOT. Mimpi itu datang begitu saja melalui rekaman memori tentang sekuel TOP GUN dan siaran TVRI setiap upacara hari nasional yang membariskan deretan pria berseragam biru dengan wing penerbang di dada yang begitu memukau bagi seorang anak baru selesai kecil, berseragam putih biru. Dan saat itu, si anak berjanji pada dirinya sendiri untuk bisa terbang melompati awan-awan, meliuk-liuk, sebelum melayang turun dengan tenang diantara bayangan surya yang menjelang senja. Tapi itu juga dulu. Jauh sebelum anak itu mengenal fast food, minuman bersoda, dan kebiasaan lain yang membuat badan atletis yang sempat mengantarnya menembus serangkaian seleksi Taruna Nusantara kini hilang tak berbekas.

Sejak kegagalan itu, si anak yang beranjak remaja semakin sadar, ia memang harus bermain lebih banyak dengan logika sembari menyadari bahwa fisik bukan lah kelebihan utamanya. Dan kalau kau bertanya apa mimpinya sekarang. Maka dia akan menjawab:

"Pilihan hidup telah menggiringku pada sebuah arus keinsinyuran. Telah kukubur dalam-dalam impian menjadi pahlawan penyelamat dunia, karena kini akan kuabdikan hidupku hanya untuk mereka yang membutuhkanku saja. Aku tahu muara masih jauh, pusaran sistem mengancam dimana-mana, tapi aku percaya dengan perahu kecilku. Perahu yang didalamnya kuangkut semua ilmu yang mengikatku dalam norma sekaligus membebaskanku dalam kreativitas.
Tak perlu lagi terbang tinggi, cukup langkah-langkah kecil tanpa riuh puja puji dan ingar bingar hormat. Karena mimpiku, hidupku ini memang (sebenarnya) sederhana, dan sungguh cukup dengan kamu didalamnya."

Atau apakah itu juga (masih) terlalu tinggi?? ... heu8x.... we'll see

for now i just wanna sing and keep workin on my little dream....

Every time I look in the mirror
All these lines on my face getting clearer
The past is gone, It went by, like dusk to dawn
Isn't that the way Everybody's got their dues in life to pay

Yeah, I know nobody knows
where it comes and where it goes
I know it's everybody's sin
You got to lose to know how to win

Half my life's in books' written pages
Lived and learned from fools and
from sages You know it's true
All the things come back to you

Sing with me, sing for the year
Sing for the laughter, sing for the tear
Sing with me, if it's just for today
Maybe tomorrow, the good lord will take you away

Dream On Dream On Dream On
Dream until your dream comes true
Dream On Dream On Dream On
Dream until your dream comes through
Dream On Dream On Dream On

Tuesday, October 27, 2009

Kloter 14

Hujan setelah magrib hari itu masih deras. Obat kerinduan kota ini pada kesejukan yang mulai hilang ditelan panas. Didalam rumah, dua orang pria dan seorang wanita muda duduk bersila di sudut kanan ruang tamu yang sudah beberapa malam dialasi karpet hijau. Ketiganya berbagi cerita sembari sesekali berganti fokus pada mangkuk bakso, toples-toples beraneka sajian, dan sekeranjang minuman buah yang malam itu rajin ditawarkan oleh sang empu rumah, yang kemudian ikut duduk dan bergabung dengan ketiganya. Sepertinya mengerti benar bahwa dua tamu muda mereka membawa serta dua perut yang sudah kosong hampir seharian. Tawaran yang akhirnya benar-benar tak disia-siakan oleh kedua pemuda itu.

Perut dua tamu muda itu mulai terisi dan pembicaraan pun makin lancar mengalir diantara kelima orang di ruangan itu. Dari cerita tentang perjalanan ke tanah suci esok hari, bergeser sampai ke obrolan tentang sebuah warung nasi goreng kediri di daerah Sanan, dan akhirnya kembali lagi ke persiapan bapak dan ibu temanku itu menuju Mekkah besok siang. Salah seorang tamu muda itu, aku, bisa melihat betapa wajah keduanya mengalahkan terang lampu malam itu. Berseri-seri layaknya musafir yang tak lagi sabar untuk segera bertandang ke rumah kekasih yang tak dijumpainya bertahun-tahun. Dan sejujurnya aku "iri....".

"...sampai juga engkau di hadapan kabah

bukan kata yang terucap, tapi air mata

kekasih yang lama bersemayam sepanjang usia,

kini cuma seayun mata.

labaik allaahumma labaik.

dari jauh beribu kilo di negeri rantau

kubertanya: kapan kiranya giliran hamba..."

Selamat jalan... Semoga 40 hari kedepan bisa jadi hari-hari yang paling indah sepanjang hidup bapak dan ibu. Menikmati jamuan yang sudah disiapkan Alloh bagi golongan yang terpilih sebagai tamu-NYA, lalu kembali sebagai pribadi yang telah ditingkatkan derajatnya, tapi bukan karena label pak haji dan bu haji.

Kalo memang cuma boleh titip satu doa, maka saya titip doa agar saya bisa melihat wanita yang melahirkanku duapuluh tujuh tahun lalu dan seorang pria yang mengajarkanku bagaimana menjadi lelaki, bisa segera menyusul bapak dan ibu mencium lantai Baitul Haram. Tapi kalo ternyata ada jatah titipan doa yang kedua buat saya, ya berarti saya minta didoakan "tentang yang satu itu" ya pak, bu.... :D


Friday, October 23, 2009

Inside Avanza

Kulirik casio beside di tangan kiriku, hampir setengah delapan malam ketika Avanza Silver yang kutumpangi melewati deretan ruko di pasar lawang, cepat sekali kupikir, terlalu cepat. Wanita paruh baya di depanku mungkin sedikit menyesali keputusannya memilih duduk di jok depan.
Seorang lelaki keturunan yang duduk di sampingku berusaha tidur sambil sesekali men-cek telepon selulernya. Sama sepertiku, keduanya memilih diam, tak menyangka bahwa bapak tua dibalik kemudi itu sering lupa bahwa mobil ini punya teknologi bernama "rem" selain pedal gas. Kacamata dan keriput di wajah pak tua seakan menjadi bonus ketegangan semalam. Masihkah penglihatan dan staminanya mampu mengimbangi jarum speedometer yang selalu tinggi.

Mungkin ia juga lupa kalau menumpangi mobil berbodi ringan ini akan terasa sama dengan roller coaster bagi penumpang di belakang sepertiku. Hampir tak ada lagi skor kenyamanan yang bisa kuberikan, tapi sudah terlanjur juga kupikir. Lantas kucoba membuang kecemasan dengan bernyanyi kecil, mengikuti lirik-lirik menghentak simple plan yang kemarin kujejalkan kedalam pemutar musik kecilku. Tapi tak lama, sebuah adegan salip menyalip dengan sebuah truk tronton, mendorong pak tua yang makin tak sabar itu mengambil lajur kiri yang sejatinya terlalu sempit, tanpa sadar di tepi persis jalan ada motor yang sedang menepi, pelan.... Crriiiiiiiitttttt.... Badanku terdorong cepat, hampir kucium jok depan. Ketenangan yang kubangun hilang tak bersisa, walau kupikir masih beruntung juga pak tua tak terlambat mengerem. Lalu lirih kudengar ia menggerutu, mengutuki motor yang terlalu pelan saat menepi dan posisi tronton yang menyulitkannya, entah apa lagi dan siapa lagi yang salah pikirnya....


Kita seringkali menghujat polisi yang tampak inkompeten dalam beberapa kasus. Tapi lucunya kecerdasan yang membuat kita bisa mengendus aroma konspirasi korupsi seringkali tak cukup banyak untuk membuat kita sadar untuk lebih bijak dalam perjalanan, bahwa jalan raya bukan hanya milik kita. Pak tua sopir travelku tadi malam hanya satu dari sekian banyak "keanehan" yang menghinggapi orang-orang di jalanan. Menyalip dari kiri, Asyik memencet HP sambil naik motor, Memacu kendaraan dengan kecepatan yang tak bisa dipertanggungjawabkan, Tak memakai lampu di malam hari, Tetap jalan ketika lampu persimpangan sudah merah, adalah sedikit dari contoh dosa yang mungkin kita anggap kecil.

MAAF, TAPI ANDA YANG SEPERTI ITU, SEKAYA DAN SETINGGI APAPUN GELAR ANDA, SUNGGUH MENYEDIHKAN.... Sungguh, semua perilaku itu adalah KEGOBLOKAN yang bersumber dari ketidakdewasaan mereka yang tak tahu susahnya mengumpulkan uang untuk beli kendaraan sendiri. Tinggal pakai hasil jerih payah orang tuanya. Dan, oh ya, Pelampiasan bodoh dari mereka yang berpura-pura menjadi seorang "valentino rossi" untuk lari dari kehidupan mereka yang sepi. Tak ada yang menanti saat pulang, sehingga rayuan maut di jalan pun mereka jadikan teman.

Yah, Logika memang seakan mudah sekali hilang, menguap bersama panas jalan yang menyengat, atau tenggelam bersama kantuk yang sering menjadi alasan. Dan semua kendaraan lain pun sontak jadi lawan yang harus dikalahkan. Aku memang bukan penganut kecepatan, dan mungkin sebagian kalian akan menertawakan. Tapi menjadi bertanggung jawab dan menghormati orang lain di jalan sungguh adalah sebuah parameter kedewasaan diri dan bagian refleksi karakter bangsa. jadi, JANGAN BIKIN MALU JADI ORANG INDONESIA....

Tuesday, October 20, 2009

surat yang (mungkin) tak sampai

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.

Bapak, pertama-tama, selamat atas hari ini. Prosesi yang lancar semoga menjadi pertanda baik bahwa lima tahun ke depan adalah masa-masa yang lebih baik dari kemarin.

Seperti yang Bapak sampaikan dalam pidato 18 menit tadi pagi, maka saya setuju bahwa tantangan ke depan akan semakin besar. Ekonomi, Birokrasi, dan Hukum adalah sektor yang akan membutuhkan perhatian terbesar, kerjasama dari semua elemen yang masih mengaku Indonesia dan tentu saja kepemimpinan yang kuat dari Bapak.

Saya bangga punya presiden yang pintar, dan orang bilang cermat dalam pengambilan keputusan. Tapi saya juga percaya bahwa setiap pemimpin akan selalu dihadapkan pada beragam momen yang mengharuskannya mengambil keputusan sulit dengan cepat. Itu pula kenapa saat pilpres kemarin saya jatuh hati pada Pak Jusuf Kalla, pendamping Bapak kemarin yang di mata saya sungguh figur yang menyegarkan. Dan terus terang tadi pagi, beberapa hari ini saya merasa kehilangan beliau.

Namun apapun perasaan itu, yakinlah Pak, saya juga terus berusaha menjaga keyakinan bahwa Bapak juga seorang yang kapabel menjadi pemimpin yang cermat dan cepat memutuskan. Bukan begitu Pak??? Karena sungguh, disitulah saya pikir salah satu parameter kebesaran sejati seorang pemimpin. Maka jadilah Pemimpin Besar Indonesia. Tak perlu sesempurna Muhammad jika itu terlalu muluk. Cukup menjadi sebesar Gandhi, Mandela, dan Sukarno dan itu akan sungguh membanggakan. Jadilah seperti mereka yang menjadi panutan dan kebanggaan bangsa. Masuklah kedalam golongan pemimpin besar yang melindungi jati diri, budaya, dan integritas ekonomi tanpa meninggalkan HAM, Lingk.hidup, dan nilai-nilai universal lainnya.

Saya yakin Bapak memiliki cukup pengalaman dan pengetahuan untuk menuju kesana. Lima tahun kedepan yang semoga tak lagi diwarnai dengan berita diinjak-injaknya teritori negara kita, melangitnya utang ke lembaga-lembaga "rentenir" dunia, dirampoknya karya-karya besar budaya bangsa, disakitinya para prajurit penyumbang devisa, dicabulinya moral bangsa oleh pengaruh global, digerusnya sumber daya alam kita, hutan kita. JANGAN LAGI..

Pilih pembantu-pembantu yang kredibel, jujur dan mendukung Bapak. Jangan jadikan balas budi sebagai kriteria dengan bobot tertinggi. Lantas pimpin mereka dengan tegas dan penuh wibawa. Jangan biarkan satu orang pun memanfaatkan kelembutan hati Bapak untuk kepentingan akal bulus mereka. Jangan, jangan sampai itu terjadi!!!! Bersihkan dan tata kembali birokrasi negeri yang masih berbelit-belit ini dengan keberanian layaknya seorang Jenderal Tertinggi. Hancurkan saja setiap antek korupsi, tikus-tikus yang menggerogoti kami sekian lama. Mereka tak pantas hidup disini, di negeri yang Bapak dan saya cintai ini. Lumpuhkan juga ideologi terorisme di negeri ini dan jangan hanya tembak mati orang-orang bodoh yang melakukannya.

Bapak, tolong pimpin kami dengan cinta, jangan hanya angka. Angka pertumbuhan ekonomi yang terus positif memang benar keberhasilan Bapak kemarin. Tapi jangan menutup mata dan hati akan deretan pengemis dan antrean pencari kerja yang bersliweran dimana-mana. Angka hanya berguna untuk elit. Terkadang angka juga hanya citra untuk mata dunia. Rakyat kebanyakan takkan tahu apa itu inflasi, sentimen pasar modal, atau tetek bengek istilah lainnya. Mereka rasanya tak peduli bagaimana apresiasi media-media asing terhadap keberhasilan kita menjaga angka pertumbuhan. Rakyat cuma tau makan cukup. Mereka cuma ingin bekerja dengan bahagia.

Perhatikan kami, lalu hasilkan keputusan-keputusan yang memihak kami. Mudahkan pendidikan, Mudahkan kesehatan, Buka lapangan pekerjaan, juga lindungi Petani dan Nelayan. Lakukan semuanya dengan kebijakan yang Bapak miliki agar jangan lagi ada teriak ketidakadilan dari saudara-saudara kami di daerah-daerah tertinggal. Seimbangkan timbangan kemajuan Timur dan Barat.

Saya percaya semua hal di dunia akan mudah jika diawali dengan cinta dan saya yakin Bapak tahu benar apa itu cinta. Lebih banyak dari saya yang hanya tahu bahwa cinta dimulai dan bertahan dengan kontinuitas pencarian kebahagiaan di dalam dan bukannya terjebak pada apa yang pihak luar pikirkan.

Bapak, maaf jika nantinya kami tidak sabar menagih janji. Maaf juga jika bukti cinta kami tak hanya berwujud kata setuju tapi juga teriak lantang dan (mungkin) sedikit caci maki. Bukankah cinta juga butuh perbedaan dan riak untuk membuatnya semakin kuat?? Bukankah bebek goreng takkan nikmat tanpa sambal?? Maka anggap saja setiap kritik sebagai cermin buat Bapak, bukti cinta kami pada Indonesia. Ya, begitulah kami. Rakyat yang Bapak pimpin ini sudah terlalu lama mendambakan cita-cita bangsa. Pembukaan UUD 1945 adalah mimpi kami, mimpi Bapak juga rasanya. Maka jangan biarkan kami kehilangan keyakinan ini.

Akhirnya selamat bekerja Bapak. Cintai kami lebih dari 5 tahun yang lalu dan kami pasti mencintai Bapak lebih besar lagi. Perjuangkan kami lebih kuat lagi dan kami pasti akan mencatat Bapak dalam memori-memori indah kami. Sekarang, besok, selamanya.

BISA KAN PAAKK???

Salam hangat dan doa dari saya, salah satu rakyat

Wassalam


Sang Saka

Saturday, October 10, 2009

SEBUAH TITIK PERJALANAN LAIN

...Kulayangkan pandangku melalui kaca jendela
dari tempatku bersandar Seiring lantun kereta
Membawaku melintasi tempat-tempat yang indah
Membuat isi hidupku penuh riuh dan berwarna....

Pemutar musik digital kecil itu renyah mendendangkan sederetan lagu, hingga suara berat fadly yang melantunkan lirik-lirik "perjalanan ini" mengetuk saya dalam perjalanan ke Kuala Tungkal, sebuah kota pelabuhan di Jambi. Mobil SUV merah yang saya tumpangi melaju cepat, melintasi deretan kebun sawit dan bukit-bukit lempung yang sebagian menggundul, menyusuri aspal jalanan yang basah karena hujan sejak semalam. Didalam mobil, dua orang di depan berbincang tenang dalam logat daerah yang sesekali tak saya mengerti artinya. Saya sendiri tenggelam dalam keasyikan di jok belakang, larut dalam perenungan akan "jawabannya" tentang kebuntuan yang sempat mengaburkan logika namun tidak lagi. Debu menghilang tercabik rintik yang mulai menerjang dan inspirasi datang begitu saja setelah adanya penerimaan diri akan sebuah titik baru perjalanan panjang.

Dan kalau sudah sampai pada kesimpulan bahwa hidup ini adalah pilihan antara menerima atau tidak menerima, pertanyaan alamiah selanjutnya adalah apakah usaha masih diperlukan dalam hidup?.

"....Sesungguhnya tidak akan berubah nasib suatu kaum,
kecuali mereka sendiri mengubahnya...."

Begitu kira-kira arti salah satu firman Tuhan yang membuat saya mudah menjawab bahwa usaha masih diperlukan. Tapi pertanyaan selanjutnya adalah sampai mana?? Bagaimana berusaha yang bisa merubah kehidupan??

Sebagai orang yang tidak terlalu yakin pada adanya konsep keberuntungan di dunia, jelas bahwa saya tidak anti pada konsep usaha dan upaya. Namun akhir-akhir ini saya juga merasa bahwa kadang usaha, apalagi sampai ngoyo’, yang tidak diimbangi dengan kepasrahan, seringkali membawa rasa frustrasi dan kepedihan. Takdir itu sama seperti halny cinta, mudah dan memudahkan. Ya, saya bisa bilang bahwa saya telah menjalani beberapa pengalaman itu dalam kehidupan saya dan semakin lama saya semakin percaya bahwa jalan keluar yang paling enak ketika ingin mengubah kenyataan atau menyelesaikan suatu masalah adalah mengingat bahwa kenyataan tidak semata-mata tergantung pada usaha kita, dan ada jalan lain yang tidak selalu lazim untuk memulai.

Reza Gunawan bilang jalan itu “ABC”. Singkatan dari “Acceptance Before Change”. Jalan ini adalah ketika kita bisa mengerti bahwa perubahan pasti terjadi, dengan maupun tanpa usaha. Langkah pertamanya adalah menerima tanpa syarat apa pun kenyataan yang ada saat ini, apa pun perilaku dan sikap orang yang terlibat saat ini, apa pun pikiran dan perasaan kita saat ini.

Sementara om Mario bilang perjalanan adalah sebuah proses perpindahan dari satu pemberhentian ke pemberhentian berikutnya. Dan kita hanya akan segera sampai, jika kita menyegerakan sebuah pemberangkatan untuk setiap pemberhentian.

Maka mereka yang mencapai hasil yang banyak dan yang besar dan yang tinggi, adalah mereka yang berhenti saat mereka harus berhenti - tetapi yang segera memulai lagi. Sebaliknya, mereka yang lambat dalam mencapai haknya untuk berhasil, adalah biasanya orang-orang yang memperlakukan tempat-tempat berhenti – sebagai pemberhentian, atau bahkan betul-betul sebagai penghentian.

"Sebuah pintu keluar adalah pintu masuk ke ruangan yang lain"

Yang jelas, saya percaya, apa pun perubahan yang hadir di setiap momen perjalanan yang kita alami, jauh lebih mudah untuk menyambutnya dengan pikiran jernih dan hati yang lapang. Menerima bahwa tidak semua terwujud seperti doa kita, bahkan tetap positif ketika ada yang membenci kita. Saya sudah pernah melihat orang yang didera penyakit mematikan, mengalami sendiri jungkir balik cinta yang parah, hingga kesulitan rezeki yang membuat saya harus bertahan hidup dengan uang lima ribu perak selama seminggu. Semuanya bisa berbalik secara ajaib ketika kita sudah mencapai titik 'menerima' keadaan. Ini sungguh sulit untuk ditulis. Kita perlu keberanian untuk mengalaminya sendiri.

Dan pemutar musik itu kembali berjalan.
....
I know, i know, i know part of me says let it go
everything must have it reason
round and round it goes
and every day is a one before
but this time, this time
i^m gonna try anything to just feel better...

| inspired by reza gunawan

Untuk beruang, mungkin tiga kalimat favorit itu terlalu sering dipakai sehingga Tuhan kembali mengujinya dalam realita. Entah kalimat-kalimat itu hanya deretan kata atau memang sudah menjadi pondasi yang kuat, jawabannya akan ada nanti. Yang jelas tetap tegar ya walaupun uang saku pas-pasan, and be stronger than ever... :D

Wednesday, October 7, 2009

Buntu

Akhir-akhir ini saya sepertinya sulit sekali menuangkan ide untuk bertanya dan menulis tentang sebuah hal yang benar-benar menarik perhatian. Penyebab awalnya jelas karena saya memang masih menjadi penulis yang buruk, walaupun saya yakin Dewi Lestari juga pasti pernah buntu. hehe... Dan ketika logika macet, biasanya yang keluar malah masalah yang diluar logika, dan itu konyol bagi saya. Tapi hati memang kadang susah dikendalikan, jadi saya biarkan saja dia nyelonong diantara status-status ga jelas di dunia maya.

Penyebab kedua sepertinya menemukan momen menulis yang tepat dan cepat. Kemarin saya ingin menulis tentang DONITA, banci yang sempat "menemani" saya dalam perjalanan mudik kemarin, tapi sampai sekarang materi saya malah belum terisi dan kebodohan donita juga menjadi sedikit basi. Waktu 'merenung' tersita oleh agenda wisata kuliner dan silaturahmi tetangga kanan kiri yang masih saja terjadi. Lalu, terpikir juga untuk melanjutkan "cerpen bodoh" itu, tapi saya belum punya ide bagaimana kami akan menentukan ending-nya, menutupnya dengan akhir yang bahagia, atau melanjutkannya dengan tanya... Lantas semua ide pun tertunda, terhimpit deadline di dunia nyata, membuat sekarang ini saya malah mempertanyakan kembali idenya. Tapi saya percaya, setidaknya semangat itu masih ada, the spirit carries on. Dan waktu yang sepertinya terasa terbuang sia-sia ternyata juga menawarkan jeda untuk saya berpikir kembali...

"...Ada masanya aku ingin dan akan bicara tentang pertem(p)u(r)an dua hati yang masih saja berkejaran tiada henti seperti kuda-kuda penghuni komedi putar di pasar malam. Tapi konyol rasanya merangkai kata-kata itu ketika bumi bergolak, udara menghitam, dan saudara kita terkubur sekarang ini. Kita, jika kata itu hanya dimensi yang mewadahi aku dan kamu, maka sungguh kerdil bagiku sekarang.

Terpikir juga olehku menceritakan tentang remeh temeh kemarin, tapi aku kadung bercita-cita untuk menggantinya dengan sebanyak mungkin perbuatan hari ini dan harapan akan esok hari. Aku buntu, dan sedikit mengadu... cinta, kau bawa kemana wajah kaku yang padanya kusandarkan inspirasiku?? Kapan jemarimu kembali dalam genggamanku?? Aku bertanya karena aku percaya dengan banyak cara engkau selalu menjawab. Maka tampar saja jika itu bisa mengakhiri jeda, asal jangan diam seperti malam. ..."


[ sapi hadir kembali ]

Friday, September 18, 2009

Laskarku

Setahun yang lalu saya tidak pernah membayangkan akan mengalami satu lagi "perjalanan" yang menakjubkan. Ketika kini saya mencoba berpikir kembali, maka saya menemukan banyak hal, cerita tentang individu-individu yang saling mengingatkan atau bersama-sama mencoba.
Dan seperti saat pertama kita membuat origami sederhana, entah perahu atau pesawat kertas, maka semua dimulai dengan lipatan yang mempertemukan dua sisi yang tadinya berlawanan arah. Selanjutnya setiap kejadian, pahit, manis, aglomerasi dan friksi jelas adalah konsekuensi dari setiap pilihan kita yang memutuskan untuk terus melipat dan menekuk kertas kecil itu menjadi bentuk yang diinginkan.

"Seperti udara, aku mencintaimu, selalu terikat ruang. Seperti cuaca, aku menyayangimu selalu terikat waktu. Seperti hujan, aku membencimu, sewaktu-waktu."

Lantas ketika semua lipatan yang dibutuhkan sudah dilakukan, maka yang tampak takkan lagi semua, walau kertas kita tak berkurang. Hanya tekukan takdir yang menentukan bahwa sebagian harus ada di sisi yang lain, memainkan peran lain yang menguatkan namun tak lagi mengizinkan eksistensi fisik. Sama persis seperti yang kita akan hadapi entah besok, beberapa bulan, setahun, sewindu, atau mungkin tak perlu. Dan kita hanya akan punya satu pilihan untuk menerima. Seperti hati yang akan berusaha selalu menyimpan walau mata terkadang miskin tatapanmu dan kering akan senyummu. Then, thats simply what i hope, the reason we've met for, coz it takes forever than the moment we share....

Taqabalallaahu Minna Wa Minkum
Minal Aidin Wal Faidzin

"...selamat melahap jamuan terakhir ramadhan tahun ini, selamat berhari raya esok nanti, dan maafkan saya teman, sahabat, saudara, adik, kakak, inspirasi hidup...."

Friday, September 11, 2009

Wartel Dewi dan Kejujuran

Tahukah bahwa dua hal itu ternyata memiliki persamaan?? Yepp... sama-sama makin susah dicari!!!. Wartel, yang dulu seolah menjadi entitas simbol kejayaan telekomunikasi era 2000-an memang sudah kena gusur sama outlet-outlet isi ulang pulsa seluler. Sebuah hal yang sama sebenernya ketika wartel-wartel itu "merubuhkan" kotak-kotak telepon umum yang dulu menjadi saksi bisu kisah cinta bermodal recehan gambar wayang jaman SMP/SMA. Jaman itu, ngantri setengah jam demi 10 menit didalam "kotak keramat" itu pun dibela-belain, hahaha..mengakulah kalian!!!.

Beberapa tahun lalu, ketika wartel makin menjamur, saya mengalami kesulitan mencari telepon umum yang berfungsi normal di Indonesia, i mean: pesing, suka nelen receh, dan ada iklannya semacam "...budi was here...", "...adi sayang arif...(lho?!*%)", ato "..telpon aq ya 64 73 80 (tomi)...". hehehe.... Dan ya, ternyata kemaren saya mengalami kesulitan yang identik pas nyari wartel!!! Lima wartel di Kerto-kertoan (daerah kosan mahasiswa brawijaya) yang di awal-awal kuliah menjadi tempat andalan saya mengadu nasib dengan jodoh, ternyata semuanya sudah berubah fungsi. Yang dua masih ada plang wartel tapi begitu saya deketin, eh lha koq ruangannya penuh dengan mesin cuci. Jangan-jangan ini inovasi baru box telepon yap?? wangi euy.. hehe...
Trus dua wartel selanjutnya yang saya datangi, baru dilihat dari kejauhan saja udah keliatan almarhum. Dan yang satunya lagi malah jadi kos-kosan.. (lho?!*%) hehehe, maksud saya wartel yang terakhir ada tulisannya "TERIMA KOS PUTRA". Yaa, masih mendingan lah daripada jadi WC umum kan?!. Beruntung, akhirnya, di ujung sebuah jalan saya menemukan guna lahan wartel yang belum mengalami deviasi dan masih berfungsi sebagaimana mestinya, namanya WARTEL DEWI...!!! *bukan anaknya pak haji*

Lantas kenapa saya kemaren repot-repot nyari wartel padahal ada HP?? Alasannya rumit dan panjang ceritanya, tapi intinya semua berawal dari masalah pulsa HP..!!! :D. Kenapa rumit, karena teman baik (dan sedikit aneh) yang ingin saya hubungi itu hanya punya telepon rumah dan HP yang beda operator dan dari yang sudah-sudah pembicaraan kami dijamin bakal ngelantur. Jadi nelpon lama ke HP-nya bakal jadi salah satu cara bunuh diri paling efektif.. Hehe, Penurunan tarif interkoneksi antar operator yang sempat heboh kapan hari itu memang masih belum terasa nyata dalam beberapa kondisi tertentu. Mungkin operator lebih fokus bikin macem-macem trik telpon dan sms murah tapi kadang ribet, plus promosi tarif gprs, nebeng kesuksesan fesbuk mobile dan messenger.

Nah, sama seperti nyari wartel, mencari kejujuran ternyata juga makin sulit. Yang lucu kadang orang seringkali yakin bahwa dirinya terpaksa berbohong karena itu demi kebaikan, Just like what Adam Sandler did against his meanmachine team in the longest yard movie. Dalam skala kejadian nyata, kebetulan temen saya belum lama ini sempat cerita mau bikin SP3 buat pegawainya. Entah sudah keberapa kalinya dia bikin SP3 sampe-sampe saya heran. Ketika saya tanya kenapa, dia bilang "...aku bisa ngajarin dia jadi lebih pinter, tapi aku ga bisa ngajarin orang jadi jujur...". Yepp, ada benarnya juga sih, kejujuran memang tidak bisa diajarkan semudah membuat orang mengerti bahwa se-relatif apapun cara pandang kita, 64 tetap tidak akan sama dengan 65 dan lampu merah itu artinya berhenti bukan?!.
*Uppss, yang terakhir agak sulit juga si diajarin buat sebagian orang hehe...*

Intinya, walaupun setiap orang saya yakin fitrahnya suka dengan kejujuran, tapi hal tersebut sebagaimana nilai-nilai penting lainnya harus ditumbuhkan dari awal. Kadang bahkan dengan cara-cara yang keras namun tetap penuh kasih sayang, terus menerus, dan tentunya dicontohkan dalam perbuatan yang mendidiknya. Memang, pendidikan dari awal toh juga belum tentu menjamin mereka ga bakal berubah menjadi figur yang 180 derajat berbeda ketika mereka dewasa. Figur polisi yang bersih tetap bisa lahir dari sebuah lingkungan masa kecil yang buruk. Sementara orang-orang yang lahir terdidik kemudian tumbuh menjadi pribadi yang terkenal, bahkan memegang amanah orang-orang disekitarnya atau memenangkan kontes kecantikan, lantas menafikan hati kecil mereka terhadap sesuatu yang benar dan berlindung dibalik logika yang mereka tempatkan dalam porsi yang terlalu besar. Tapi secara umum saya percaya akan jauh lebih sulit mendidik orang yang sudah ngerti "uang bisa memudahkan banyak hal" dibandingkan membangun fondasi sebuah rumah yang kokoh.

Jack Nicholson dalam Departed pun membentuk Matt Damon menjadi anteknya sejak kecil, dimulai pada detik ketika dia bilang pada si collie sullivan kecil, ".....A man decide who he'll be. No one will give it to you. So you have to take it....."

And the same thing, will do with honesty....

Walaupun mungkin tidak seratus persen sama, karena bibit kejujuran disemai bukan saat mereka sudah menjadi pria atau wanita, bukan pula ketika bayi sudah bisa memanggil ibunya, tapi saat setiap tetes rizki yang halal menyusun wujud kita dalam rahim mulia seorang ibu, lantas disambung dengan lantun "panggilan Tuhan" dari seorang ayah untuk pertama kalinya...


ini contoh, bukan wartel dewi yang sebenernya..

Sunday, September 6, 2009

Gudeg

Haruskah pintar memasak untuk menulis tentang masakan??

Uhmm... kalo iya, maka sepertinya tulisan saya yang satu ini bakal banyak salahnya karena saya memang tidak pintar memasak walaupun saya tidak asing dengan aroma dapur sejak saya mulai jatuh cinta dengan mixer dan oven roti. Ya saya, lebih tahu cara bikin brownies (eh, tapi jangan ragu-ragu untuk meragukan rasanya ya..hehe..) dibanding bikin sayur sawi dan telur bumbu yang enak banget seperti yang temen saya biasa bikin buat sahur . Intinya kalo soal masakan sampai saat ini saya lebih suka menjadi penikmatnya saja, entah itu karena rasanya atau suasananya. Dan kalo ditanya makanan apa yang paling saya pengen saat ini, maka jawabannya adalah GUDEG JOGJA!!!

Ya, ternyata selama apapun saya tinggal di Jawa Timur dan secinta apapun saya sama yang namanya rawon pasuruan, nasi goreng kediri, pecel madiun, atau bakso malang, rupanya lidah saya masih menyimpan kerinduan yang luar biasa pada setiap masakan yang manis, termasuk gudeg. Mungkin ini yang namanya pepatah "Lidah tak pernah lupa pada kulitnya" hehehe.... Dan entah kebetulan ato enggak, kemarin sore ada acara kuliner di tivi yang isinya cerita tentang warung gudeg di pinggir-pinggir jalan Malioboro. *Hummm..... ces.. ces.. ces...*
Pikiran saya pun langsung jalan-jalan ke tempat yang terakhir saya datangi beberapa waktu lalu. Waktu itu, dua tempat jual gudeg jogja yang sempat saya dan teman saya cicipi adalah Gudeg di Wijilan dan Gudeg kaki lima di Deket Pasar Beringharjo.

Menyandingkan keduanya ibarat membandingkan minum secangkir cappucino almond di cafe dengan meneguk kopi instan yang diseduh dalam potongan botol bekas air mineral sambil duduk di tepi pantai. Wijilan, kampung di sebelah timur Alun-alun Utara Keraton Yogya ini sudah bertransformasi menjadi kampung wisata kuliner. Oleh karenanya wajar jika penyajiannya gudeg disini sudah dikemas sedemikian rupa, termasuk harganya yang "dikemas" menjadi harga turis. Beda dengan gudeg kaki lima di deket pasar beringharjo, yang cenderung lebih "lepas aturan".

Nah, secara subjektif harus saya akui bahwa saya lebih suka makan gudeg yang di depan Pasar Beringharjo. Bukan semata karena harga gudeg-nya yang seakan menantang hukum ekonomi "ada uang ada barang", tapi saya menikmati interaksi yang terjadi antara saya dan mbok penjualnya yang terjalin lebih hangat dibanding saat saya ada di Wijilan. Saya memandangnya sebagai hasil sebuah sistem relasi sosial khas warung nasi gudeg "monggo kerso" (silahkan milih), yang tercipta secara dinamis melalui karakter khas masyarakat disana, penuh kolegialitas, hangat, akrab, dan tenang.
Walaupun ya, memang bagi sebagian orang makan makanan yang ga diatur posisi brokolinya, jamurnya, dagingnya, nasinya, dan segala tetek bengek table manner akan terasa ga gaul. Tapi bagi saya jauh lebih nikmat ketika kita bisa memilih lauk dan porsi sesuai yang kita inginkan dibanding membaca daftar menu bergambar yang dicetak diatas kertas-kertas mahal.

Overall, keberadaan gudeg dalam berbagai ragamnya di Jogja adalah satu bentuk keindahan budaya negeri. Butuh setidaknya dua hari untuk mengolah nangka muda agar mencapai rasa yang "pantas" untuk dijadikan Gudeg. Sebuah proses yang merefleksikan pandangan orang Jawa bahwa, kesempurnaan hidup bisa muncul lewat sebuah proses, muda menjadi dewasa, kuli menjadi bos, puasa ragawi menuju puasa ruhani. THATS BEAUTIFUL ISN'T IT... Lantas bandingkan dengan ayam goreng warisan kolonel sanders yang super gurih dan bisa matang hanya dalam waktu 5-10 menit dengan bantuan lemak trans. Sebuah cermin kenikmatan instan a'la ekonomi "kartu kredit" (red.kapitalis) yang seringkali mengaburkan ekses dibaliknya....

Lantas diakhir pagi ini pikiran saya pun kembali ke pertanyaan pas saya lagi ngiler-ngilernya gudeg di acara "Kamus Kuliner" itu.. ada ga ya gudeg jogja yang enak di Malang?? Yang bayarnya ga pake "kartu kredit" pastinya!!!"

Kalo emang ga ada..
Then, JOGJA, get ready, i'm comin soon yaa!!!
siapkan gudegmu...!!!
semoga kau masih seperti dulu..
kala tiap sudut menatapku bersahabat dan penuh selaksa makna....

Thursday, August 27, 2009

Jangan Dibaca!!! :D

Alkisah, dalam sebuah siang yang saya habiskan untuk survey lokasi reuni dengan teman seangkatan pas kuliah dulu, banyak sekali yang kami bicarakan. Sebagian diantaranya mengancam kualitas puasa kami hari itu sebenernya, biasaaa lah, gossip dan review TMO (saya nggak ikutan yang kedua ini lho.. hehe..). Naaah, untungnya sebagian lagi insyaallaah justru menambah makna puasa, seperti pembicaraan tentang desain masa depan, dan pertukaran ilmu baru yang menarik, termasuk ketika salah seorang temen baik saya yang sekarang jadi dosen muda "favorit" (masa sih??)memperkenalkan istilah ini, REVERSE PSICHOLOGY.

Nah, kebetulan waktu itu hanya dia yang tau sementara saya dan temen saya yang lain kompakan "ndang ndong". Dan eeh ternyata REVERSE PSICHOLOGY sangat sederhana, sesederhana terjemahannya sebagai PSIKOLOGI KEBALIKAN.
"Reverse psychology is defined as telling a person something that is the opposite of what you want them to do or actually believe."
Seni manipulasi ini dikembangkan oleh dua orang psikolog Jerman di tahun 70'an, Adorno dan Horkheimer. Aplikasinya bisa diwujudkan dalam kata-kata maupun tindakan. Sederhananya, hal ini berawal dari asumsi bahwa ada kecenderungan, orang itu kalo semakin dilarang, semakin menjadi. Disitulah gunanya teknik ini..

Paham kan??.....

Saya pikir teknik ini keren juga dan kalo kita pake dengan tepat dalam kehidupan kerja ato bersosialisasi, rasanya bakal bikin kita naik level. Merayu anak kecil yang males makan dengan menantangnya menggunakan kalimat.. "hayo, pasti kamu ndak bisa ngabisin semua rotinya??" bisa juga jadi contoh manfaat teknik ini. *sayang saya blum bisa nyoba ke anak sendiri, mamanya aja blum deal.. hehe..*
It even could turn into a classy joke i think.

Tapi ada yang perlu diperhatikan dlm penggunaanny, coz rasanya ada syaratnya: jangan keseringan pake, trus intonasi kita kudu pas dan pastinya lawan bicara kita lagi bagus moodnya dan juga ga telmi-telmi amatth.. Kalo orang lagi moodnya jelek kita ajak maen reverse psichology, bisa-bisa dia malah marah karena kita dianggap ga langsung to the point, mbulet, alias GEJE. Lebih parah lagi kalo yang kita ajak bicara kurang loading, bisa jadi malah kayak cerita "penembakan" si paijo pada si siyem di sebuah warung es teler...

Paijo : beib...
Siyem : heh?? apaan tuh beib.. beib?? (not responding)
Paijo : itu loh, panggilan sayang orang-orang di kota
Siyem : iihh... emang sejak kapan aku jadi beib mu
Paijo : sejak abis ini insyaallaah
Siyem : lho?? mau nembak aku sekarang ya??
Paijo : Enggak koq, sebulan lagi lah kira-kira... (reverse psichology)
Siyem : oo, ya udah, aku pulang dulu ya, nanti aja sebulan lagi kita ketemu... (completely not responding)
Paijo : ??????

[Siyem pulang beneran, paijo kleleran di pinggir jalan sendirian sama tukang es teler yang pasang tampang siap menggantikan siyem.. hihi.. ]

*tenang, ini contoh fiktip dan bukan based on kejadian tragis seseorang, jadi rasanya ga ada yang kesindiri kan??*

Banyak juga yang mempraktekkannya dalam bentuk seolah-olah tertarik pada pembicaraan lawan bicara, termasuk saya pas kadang ketemu orang yang gumedhe (red: kakehan cangkem). Seringnya, saya ga maksud menanggapi kalo ketemu orang beginian, hanya kadang iseng saya keluar juga, pengen liat dia sekali lagi berbicara hal yg sama dengan lebih bersemangat. Karena biasanya, seseorang akan lebih bersemangat dalam berbicara ketika lawan bicaranya memberi reaksi seperti: “masa?” atau “iya?” atau “eh, coba kamu ulangin kata2 yg tadi!”.
*Hehe... para jomblowan/wati yang lagi ngincer lawan jenis yang kelasnya diatas anda-anda juga harus aware kalo pas pedekate mereka ngomong gitu, belum tentu inceran anda emang tertarik beneran, jadi jangan keburu kebawa ngimpi yaa...*

So, in the end, teknik ini mungkin bisa dicoba supaya orang-orang tidak merokok di kendaraan dan tempat-tempat umum, harusnya dipasang papan yang bertanda "SILAHKAN MEROKOK”. Atau Supaya orang tidak membuang sampah sembarangan, mungkin seharusnya dipasang papan bertuliskan “Silahkan membuang sampah dimana-mana, Sakarepmu!!” ya...

Reverse psychology
Doesn't always work on me
It works my nerves
But I think logically
So don't rehearse what you're gonna say
I like it better the spontaneous way
You got an insecurity? I won't nurse it
I don't buy psyche - so why reverse it?
Games are good for attention (Mmm-yeah!)
But in the end they let you down
Hold me back or let me go
But no more middle ground

Monday, August 24, 2009

PARADOX OF CHOICES


[ ni bentuk cover bukunya ]
"When people have no choice, life is almost unbearable. But as the number of choices keeps growing, negative aspects of having a multitude of options begin to appear"

Kata diatas itu ada di bagian pengantar dari sebuah buku yang kapan itu direkomended sama temen, THE PARADOX OF CHOICE-nya Barry Schwartz, katanya:
[ Mai Pren: Dewi Lestari juga baca lho... ]
[ Saya: "dewi anaknya pak haji yang di iklan provider seluler itu??? ]
[ Mai Pren: Grrrrr...... *asah pisau dapur mode : on sepertinya* ]
[ Saya: guk.. guk... guk... ]
[ Anda: toing.. toing... grookk.. grookk... miaw.. miaw *hehehe* ]

Walaupun "pilihan" bukan lagi hal yang baru dan di tiga bagian pertama itu kesannya kebanyakan contoh yang sebagian sebenarnya identik,, tapi materi buku ini bagus koq. Berhubung temen saya itu blum ngasi ijin bukunya nginep di rumah saya, akhirnya kemaren itu ya saya baca aja sekenanya.

Buku ini terbagi menjadi 4 (empat) bagian. Tiga bagian pertama, isinya kira-kira ngasi gambaran tentang bagaimana orang sekarang menghadapi rentang pilihan dan bagaimana hal itu memunculkan tekanan seperti: adaptasi, penyesalan, kesempatan yang terlewatkan, harapan yang meningkat, dan perasaan ketidakpuasan saat membandingkan dengan orang lain.

Barry Schwartz menggambarkan pandangannya tentang pilihan demikian:
“When there are no options, what can you do? Disappointment? maybe; regret? No. When you have only a few options, you do the best you can, but the world may simply not allow you to do as well as you would like. When there are many options, the chances increase that there is a really good one out there, and you feel that you ought to be able to find it. When the option you actually settle on proves disappointing, you regret not having chosen wisely. And as the number of options continues to proliferate, making an exhaustive investigation of the possibilities impossible, concern that there may a better option out there may induce you to anticipate to regret you will feel later on, when that option is discovered, and thus prevent you from making a decision at all.”

Mungkin ini ya sebabnya kenapa sebagian orang yang keliatannya ideal - cakep, pinter, lucu, punya tujuan hidup yang jelas-, kadang juga susah pas milih jodoh. Sama susahnya dengan orang yang kesannya "biasa aja atau bahkan kekurangan". Bedanya kalo orang yang biasa ato kekurangan seperti saya, cenderung dibatasi pilihan, orang yang "berlebihan" malah kebanyakan pilihan, bingung, secara ga sadar kadang terdorong untuk menyeleksi semuanya, dan akhirnya justru malah dapet orang yang kesannya "biasa aja" ato "kekurangan". Perhaps in terms of keeping the world in balance too... hehehe....

*yang merasa biasa saja ato kekurangan segeralah ambil nada dasar C trus baca "amiiiiieeeennn" bersama-sama!!! :D*

Bagian Keempat jauh lebih menarik, soalnya menjelaskan tentang berbagai rekomendasi buat ngambil pilihan yang positif dalam berbagai keadaan. Quote menarik yang sempet kebaca di bagian keempat ini:

“The only way to find happiness and stability in the presence of seemingly attractive and tempting option to say, ‘I’m simply not going there. I’ve made my decision about a life partner, so this person’s empathy or that person’s looks really have nothing to do with me. End of story.’ … Knowing that you’ve made a choice that you will not reverse allows you to pour your energy into improving the relationship that you have rather than constantly second-guessing it.”

So kalo ingin menambah wawasan tentang bagaimana cara memetakan keputusan,then perhaps you need to see this book too...

Thursday, August 20, 2009

Banjarbaru (Setahun Yang Lalu)

Tahun ini memang berbeda dengan kemarin.....
Jika awal ramadhan tahun lalu saya "terpaksa" tarawih pertama di sebuah Masjid Agung di Kalimantan, merasakan aura semangat orang-orang disana kala itu, dan lantas Bingung DJ ketika mendengarkan khotbah tarawih dalam bahasa banjar tanpa menu bilingual, maka kali ini saya memulainya di tempat yang lebih familiar, masjid sebelah rumah di Malang.
Sebenernya tempat favorit saya selama di Malang kalo urusan tarawih adalah Masjid di daerah ITN, Sabilillah ya namanya??. Tempatnya "cozy" buat berdoa, sebuah paduan yang pas antara karpet yang hangat dan tata ventilasi ruangan yang memberikan cukup kesejukan khas angin di Kota Malang. Tapi yang lebih penting, menurut saya masjid itu menawarkan tarawih yang "pas". Ga terlalu panjang dan bikin pikiran jalan kemana-mana, juga ga serasa dikejar-kejar orang sekampung gara-gara nyuri kembang desa... hehe.. Khotbahnya juga seringkali cukup menarik buat saya, jadi sebenarnya sayang juga tadi malem saya ga sempet kesana. Gara-garanya aer di rumah abis dan baru idup menjelang adzan isya', hehe rodo ngeles iki sepertinya...

Perbedaan yang kedua, jika setahun yang lalu pas sahur pertama saya dibangunkan oleh suara salah satu wanita paling menyenangkan yang pernah saya kenal, maka tadi malem yang bangunin sahur perhaps an angel, dengan bantuan beberapa ekor nyamuk tak tahu diri...
Pas kecil dulu, saya sering males sahur, lidah rasanya belum siap makan jadi sering dipaksa sama orang rumah. Tapi akhir-akhir ini sepertinya sahur ga lagi jadi masalah, berasa nikmat aja, walaupun kadang cuma pake mie instan telor. Apalagi tahun ini ada ditemenin OVJ Sahur, Fesbuk, dan YM.. hehe.. ajjiiibbb....

Nah perbedaan yang ketiga, adalah puasa hari pertama ini saya tidak lagi melakukan "kebodohan yang enak" seperti setahun lalu, di Bandara Syamsudin Noor, Banjar Baru. Waktu itu, sekitar jam 12 siang waktu indonesia tengah, panas banget Banjar Baru waktu itu, jadi sambil nunggu boarding, saya duduk-duduk di sebuah cafe bandara yang "anehnya" koq sepi. Lantas saya pun disodori menu dan "secara ajaib" saya pesen secangkir kopi. Orang-orang sekitar cuek aja ngobrol dalam bahasa banjar yang ga saya pahami dengan baik...
Nah, saya mulai bingung pas orang-orang mulai ngeliat saya minum kopi itu, kenapa ya???... Refleks saya ngecek retsleting celana, karena biasanya bagian ini yang seringkali menarik perhatian orang kalo ga diamankan dengan baik, dan ternyata AMAN TERKENDALI!!!... jadi apa dong?? sambil nyeruput kopi lagi, saya mencoba ngecek bagian lain, muka saya, jangan-jangan 3 hari di Banjar bikin muka saya lebih ganteng dari sebelumnya sampe bikin orang-orang terpesona, dan ternyata ENGGAK JUGA!!!... Akhirnya saya nyerah, biarin aja orang-orang ngeliatin saya minum kopi itu, sampe akhirnya 5 menit kemudian ada telpon masuk dari temen saya, ngecekk.

Temen Saya: "Udah boarding??"
Saya: "Belum, masih sejam lagi, kecepetan soalnya salah naik ojek banjar yang 'obsessed ma gaya ngojeknya valentino rossi' .."
Temen Saya: "Trus ini lagi dimana??"
Saya: Lagi duduk aja di kafe
Temen Saya: "panas ya puasa di Banjar??"
Saya : "Deeeennggg.......... hyaaaa.... lha.... ups... "
Temen Saya: "Knapa??"
Saya : Hahaha....
Temen Saya: "Lho??"
Saya : Aq beli kopi...
Temen Saya: "???????????"

*saya langsung boarding sebelum waktunya, malu, tapi lumayan enak lahh, udah lama ga dapet rejeki lupa minum kopi hehe...*

SELAMAT PUASA, AYO MINTA YANG BESAR-BESAR, KESEMPATAN YANG PALING MENANTANG, JODOH YANG KELIATANNYA NGGA MUNGKIN, KESEHATAN, ILMU, DAN DUIT YANG BERMANFAAT BUAT ORANG LAIN, SEMUANYA DEH... MUMPUNG ADA "KHASIAT" RAMADHAN...

Wednesday, August 12, 2009

Mimpi Tentang Kematian

Walaupun memang mungkin pas momennya dengan beberapa peristiwa kematian figur yang berpengaruh akhir-akhir ini, tapi sebenarnya alasan utama saya menulis note tentang kematian adalah dari mimpi saya dua malam yang lalu...

Tentang mimpi, beberapa orang yang dekat dengan saya sering bilang kalo mimpi saya itu aneh-aneh. Ada benarnya, hehe.. saya pernah mimpi dikejar-kejar polisi karena dianggep teroris sampe akhirnya saya lari ke sebuah pernikahan yang ternyata kawinannya mantan saya (Tragiss..!!, mungkin perlu saya kasi judul "derita teroris di tenda biru"..). Saya juga pernah mimpi nikah sama alyssa subandono (lhe.. ini mimpi apa ngarep??? hehe...). Pokoknya macem-macem, dari yang lucu, berdarah-darah, sampe yang menguras keringat....

Kebetulan dua malem yang lalu saya mimpi bahwa temen deket saya meninggal dunia mendadak setelah pergi dengan saya. Nah, setelah saya bangun, pikiran saya masih nyantol di mimpi itu apalagi sisa-sisa keringat yang keluar pas saya tidur juga masih membekas di beberapa bagian bantal... hehe... (tenang, saya yakin itu keringat, bukan yang lain koq)...

Intinya kenapa saya masih saja mikirin mimpi tentang kematian itu karena dalam mimpi itu rasanya saya bener-bener seperti ditunjukkan seperti apa suasananya jika salah satu orang terdekat kita meninggal mendadak, emosi keluarganya, dan kebingungan saya menghadapi situasi tersebut. Agak serem ya?? tapi ga papa lah sekali-sekali kita bicara tentang kematian. Sigmund Freud, dalam teori “dreamworks”-nya bilang, kematian dalam mimpi sesorang adalah representasi dari kegagalan individu tersebut dalam menggapai satu harapan. Kegagalan tersebut ditekan (tidak dimunculkan) dalam kehidupan sehari-hari dan mengendap-endap dalam mimpi dan membawa pesan melalui kematian tentang kegagalan dalam kehidupan nyatanya. Saya sendiri penasaran, apa iya?? ada yang tau nggak sih arti mimpi ini dalam kacamata yang lain??

Kematian adalah keniscayaan, dan dalam ayat dalam kitab suci agama saya banyak dibahas tentang ini, salah satunya dalam sebuah ayat yang kira-kira artinya, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.” (QS. 29:57). Toh, kematian sendiri sepertinya selalu menjadi satu objek pemikiran yang menggelitik rasa penasaran manusia. Air mata, keluh, penyesalan hingga tawa dan canda selalu hadir mengekor pada satu peristiwa kematian. Kematian bahkan sangat sering dipanggungkan sebagai satu simbol atau bahkan pesan satu kejadian teatrikal. Sudah tak terhitung rasanya filem holywood yang pernah saya tonton dan didalamnya terdapat berbagai pencarian manusia tentang kematian dan bagaimana cara menghindarinya.

After all, Kematian memang sepertinya selalu baru meski sifatnya sebenarnya repetisis (berulang) bagi kita. Banyak orang bilang, kita tidak akan pernah sepenuhnya terbiasa dengan kematian meski telah menjadi saksi atasnya berulang kali dan respon-respon ekspresif pun akan dengan setia ada setiap maut beraksi. Semua mungkin karena perasaan ketidaksiapan kita untuk mati saat kita masih menjadi pribadi yang tidak ideal dalam persepsi agama kita masing-masing. Bahwa kita, bagaimanapun kita berubah dalam kehidupan, toh masih menyimpan fitrahnya untuk percaya bahwa pasca mati akan ada kehidupan lain yang memiliki beberapa skenario dan pilihannya ada ditangan kita saat hidup di dunia sekarang ini.

Semoga kita tidak lagi terbiasa mendangkalkan peristiwa kematian yang dirasakan, karena sesungguhnya disetiap kematian ada pelajaran untuk yang menunggu giliran mati...

Friday, August 7, 2009

Nash

"Alicia: How big is the universe?
Nash: Infinite.
Alicia: How do you know?
Nash: I know because all the data indicates it's infinite.
Alicia: But it hasn't been proven yet.
Nash: No....
Alicia: You haven't seen it.
Nash: No.....
Alicia: How do you know for sure?
Nash: I don't, I just believe it.
Alicia: It's the same with love I guess"

Masih inget dengan penggalan filem Beautiful Mind tadi?? Filem biografi tentang John Nash Jr, seorang jenius yang sempat mengidap schizoprenia adalah salah satu filem Ron Howard yang saya sukai. Dan entah kenapa beberapa esensi dalam filem itu tetap tersimpan di kepala dan beberapa kali juga menjadi bahan omongan dengan teman saya. Hal pertama yang bisa kami ingat tentunya "Teori Ekuilibrium" Nash yang merevisi teori ekonominya Adam Smith dan lantas merevolusi berbagai teori lain. Dalam filem diceritakan bahwa Nash menemukan dasar konsep ekuilibrium bahwa:
"Hasil terbaik akan muncul dalam sebuah kelompok jika setiap individu dalam kelompok itu melakukan yang terbaik bagi dirinya dan kelompoknya".
*jenius itu ternyata memang berawal dari yang simpel, menjadi reasonable dan hasilnya luas maknanya yahh...

But baru akhir-akhir ini saya tahu bahwa ada beberapa hal penting ttg hidupnya yang tidak keangkat atau sengaja tidak diangkat. Mungkin Ron Howard mikir kalo fakta-fakta dibawah ini ditampilkan juga, maka filemnya jadi kurang inspiratif atau tidak menyenangkan bagi keluarga Nash.

Pertama, Nash ternyata pernah punya pasangan homo bernama JOHN MILNOR

Ehehe.... ternyata Nash doyan semuanya, laki atau perempuan, dan mungkin dia pantas direkomendasikan masuk lingkaran pertemanan kami yang salah satu nilainya katanya "CINTA ITU UNIVERSAL".

Kedua, fakta bahwa sebelum menikah dengan Alicia, John Nash memiliki seorang anak hasil hubungan diluar nikah dengan Eleanor Stier, namanya John David Stier dan ini sempet jadi masalah di pengadilan karena Nash ga mau merawat keduanya.

Ehehe.... jago juga dia ternyata urusan "pergathelan" (red: cinta), lebih jago dari kami sepertinya

Ketiga, hubungan Nash dengan Alicia, istri yang digambarkan sangat setia di filem itu sebenarnya pernah bercerai, sebelum memang akhirnya Alicia kembali dan akhirnya memperbarui pernikahan mereka pasca penganugerahan Hadiah Nobel 1994

Sepertinya koq saya suka kalo bagian ini ada di filem ya, lebih jujur, dan menurut saya memang nyata bahwa cinta yang tumbuh dan lantas "berkomitmen dalam sebuah hubungan" bisa juga tereduksi dan untuk kemudian melebur hilang. Atau sebaliknya, memutuskan kembali karena cinta tak pernah hilang, hanya simpulnya mengendur atau terlepas, seperti fakta hidup Nash dan Alicia.

Keempat, terakhir, Nash sebenarnya ga pernah dikasi kesempatan ngasi pidato yang di filem itu digambarkan begitu inspiratif, happy ending speech a la Holywood. Faktanya dia dianggap 'kurang stabil' sehingga dia hanya diberi kesempatan memberikan pernyataan pers di Princeton
Dan untuk alasan ini saya juga bisa menerima "revisi" Ron Howard, karena harus saya akui bahwa ending speech Nash di filem "Beautiful Mind" memang sangat menggugah dan menjadi salah satu quotes favorit saya sampai saat ini....

"What truly is logic?
Who decides reason?
My quest has taken me to the physical, the metaphysical, the delusional, and back

And now I have made the most important discovery of my career....
It is only in the mysterious equations of love
that any logic or reason can be found....

I am only here tonight because of you
you're the only reason i exist
you're all my reason.........

Saturday, August 1, 2009

Goin Where The Wind Blows!!!

Sadar ga sadar selama saya meniti perjalanan panjang bernama Kehidupan ini ternyata entah berapa kali saya mencoba bertahan dengan sekotak norma dan nilai or whatever u call it, tanpa sadar bahwa kehidupan itu sendiri adalah sebuah evolusi.

Saya kadang terjebak menganggap nilai saya itu tersebut sebagai ‘kebenaran mutlak’ karena itulah yang sudah saya genggam bertahun-tahun. Bahkan, tidak jarang saya menganggap mereka yang berseberangan dengan saya sebagai pihak yang ‘salah’ – semata-mata karena apa yang mereka percayai tidak sejalan dengan saya. Akhirnya, ketika saya menasehati/berusaha meyakinkan seseorang untuk menerima apa yang saya anggap benar (dengan mengatasnamakan kebaikan orang yang bersangkutan), sesungguhnya itu hanyalah upaya untuk mengonfirmasi apa yang bersarang di benak saya sekian waktu lamanya; bahwa saya masih benar, bahwa saya masih bisa menggenggam prinsip tersebut, bahwa saya masih dapat mempercayainya.

Padahal jangankan nilai, wong hal-hal sepele seperti acara tivi, lelucon, atau pakaian yang digilai dan dianut mayoritas orang dan dijadikan konsep ideal massa saat ini saja, bisa tidak laku lagi 10 tahun mendatang, atau bahkan mungkin 1 tahun lagi seperti lagu-lagu murahan yang diidolakan sekarang ini. Apa yang dianggap tren terkini bisa menjadi usang dalam hitungan waktu, dan apa yang disebut ‘nggak banget’ sangat mungkin berubah menjadi ‘saya banget’.

Intinya, lepas dari apapun yang diyakini sebagai kebenaran mutlak (DIA), saya percaya bahwa kebenaran sejati hanya bisa diperoleh dari kehidupan yang terus berevolusi. Dari pengalaman-pengalaman otentik yang mendekatkan setiap orang pada realitas dirinya yang sejati. Kenapa relatif? Karena proses evolusi setiap orang tidak sama; layaknya proses tumbuh-kembang manusia secara fisik (ada anak yang umur setahun sudah bisa berlari, ada yang baru belajar berjalan. Ada yang sudah pandai cuap-cuap ketika berusia 2 tahun, ada yang baru belajar bicara, dan sebagainya), atau seperti faktor penyebab kebahagiaan yang sangat beragam. Nggak usah jauh-jauh ngomong bahagia, dari hal-hal terkecil yang biasa ditemui dalam hidup sehari-hari saja, banyak contoh kasus yang bisa dijadikan analogi.

Salah satunya dulu saya tidak terlalu suka kopi, lebih suka pahitnya teh. Tapi sekarang saya sangat membutuhkan kopi. Saya menikmati kehangatannya yang membuat saya bisa begadang semalaman memburu deadline kerjaan dan menghargai kehadiran kopi di setiap gelak tawa dan pertukaran cerita dengan komunitas orang-orang dalam lingkaran persahabatan saya.

Atau contoh yang lebih gathel, dulu saya menganggap cinta itu harus diperjuangkan sekuat tenaga. tapi sekarang saya lebih percaya bahwa cinta itu mudah dan seharusnya memudahkan, tak perlu usaha berlebihan dan tak perlu lah menunggu terlalu lama hanya untuk meluluhkan sebuah cinta. Masa inkubasi cinta itu tidak lama, akan menginfeksi saya dalam jangka waktu yang dekat, satu dua senyuman yang diiringi satu dua pembicaraan mendalam yang akan mengukur seberapa jauh saya dan dia bisa melangkah...
[YOU'VE INFECTED ME AT HELLO]

Masih banyak lagi sih perubahan yang menjadi contoh bahwa saya terus berproses bersama kehidupan. Sederhana saja. Saya mungkin telah menemukan inti dari siapa saya beberapa waktu lalu, tapi faktanya itu tidak mencegah seorang individu untuk terus beradaptasi bahkan berevolusi.

Dan suka tidak suka, cepat atau lambat, kita akan berhadapan dengan momen dimana kita harus memilih: melepaskan apa yang selama ini kita genggam, atau terus menyimpannya sampai berkarat. Tidak mempertahankan apa yang sudah usang, atau memeluknya sampai mati. Meninggalkan "sofa kenyamanan" untuk meneruskan perjalanan, atau bergelung dan menutupi wajah dengan selimut hangat yang terkadang melenakan?? Ikut berevolusi bersama kehidupan, atau tinggal dalam kondisi yang sama selamanya??

Siapkah kita, jika suatu saat kita berhadapan dengan realitas bahwa apa yang selama ini kita pegang erat-erat telah berubah menjadi ‘kebenaran usang’ yang tak lagi beriringan dengan proses evolusi kehidupan?

Siapkah kita, jika dihadapkan dengan momen dimana kita diharuskan untuk memilih, meski kita tak ingin menetapkan satu di antara dua (atau tiga, bahkan empat)?
Siapkah kita, jika ‘tanggal kadaluarsa’ itu tiba?

Apa yang akan kita lakukan?

Saya? Saya hanya punya satu harapan, simple, jika tuntutan itu datang lagi, maka Mungkin memang sudah waktunya dan semoga hati ini bisa semakin diperluas untuk terus beradaptasi dengan setiap proses evolusi kehidupan, apapun wujud dan caranya.

Jika tiba saatnya saya harus melonggarkan jari untuk melepas, biarlah hal itu terjadi dengan natural, sebagaimana mestinya, karena memang sudah saatnya.

Jika tiba waktunya untuk berubah, biarlah saya melepas semua yang selama ini saya jalani dengan lapang dada; nyaman tidak nyaman, suka tidak suka.

Ketika tiba saatnya berhadapan dengan realitas dari kehidupan yang senantiasa bergerak dinamis ini, biarlah saya memiliki kebesaran jiwa untuk menerimanya... dan bergerak bersamanya...
*go with the flow kata temen saya*

Someone said life is for the taking
Here I am with my hand out
waiting for a ride

I've been living on my great expectations
What good is it when I'm stranded here
And the world just passess by

Where are the signs
to help me get out of this place

If I should stumble on my moment in time,
How will I know
If the story's written on my face,
does it show

Am I strong enough to walk on water
Smart enough to come in out of the rain
Or am I a fool going where the wind blows

Here I sit halfway to somewhere
Thinking about what's in front of me
and what I left behind

On my own, supposed to be so easy
Is this what I've been after
Or have I lost my mind
Maybe this is my chance coming to take me away

"-Goin Where The Wind Blows, Mr Big"

Saturday, July 25, 2009

Kick Andy vs TMO

Kalo nonton acara Golden Ways nya, Mario Teguh lebih sering saya anggap sebagai asupan logika, maka materi acara Kick Andy lebih sering saya cerna sebagai makanan untuk hati. Ini adalah acara televisi terbaik di Indonesia, paling inspiratif yang tragisnya ratingnya jauh dibawah sinetron" produksi industri kreatif indonesia seperti Cinta Fitri or worst Inayah . Sudah minim, sekarang acara ini juga "dapat teman baru" acara ge-je lainnya yang jam tayangnya bareng, Take Me Out (TMO) Indonesia..

Tapi, Alhamdulillaah tadi malam saya berada dalam kumpulan orang-orang yang se-ide tentang pilihan channel televisi danjelas kami menempatkan TMO cuma buat selingan pas iklan. Dan yang lebih saya syukuri lagi, episode Kick Andy tadi malam adalah salah satu yang menurut saya spesial, Cerita tentang kepahlawanan disekitar kita, yang dilakukan oleh orang-orang biasa. Bukan superhero yang bisa bergerak cepat, terbang, melintasi dimensi waktu, atau dianugerahi fisik sekokoh karang. Bukan pula mereka menjabat, berkemampuan finansial lebih atau memiliki berderet gelar keilmuan yang kadang menciptakan jarak antara konsep dengan realitas.

Dan sungguh "menyakitkan" mendapati fakta bahwa saya bukan apa-apa dibanding mereka, mata saya berkaca, MALU AGAINNN....!!!
Bagaimana mungkin saya yang cuma planner serabutan, lulusan sarjana dari salah satu universitas terkenal, dan memiliki cukup rizki ini, bisa dibandingkan dengan seorang polisi berpangkat Bripda yang begitu saja menerobos kepungan api untuk menyelamatkan korban kebakaran, tanpa memikirkan bahwa ia akhirnya sempat koma 11 hari setelah hari itu dan bahkan luka-lukanya pun kini belum sepenuhnya mengering. Begitu polosnya semalam dia mengutarakan alasan dibalik "perbuatannya" hanyalah karena ia yakin Tuhan ada dan adil. Naluri memang berperan, tapi toh hati yang menggerakkan pilihan dalam setiap kejadian.

Prof.Komaruddin Hidayat yang dalam komentarnya tadi malam terlihat berkaca, mengatakan bahwa ini adalah figur polisi sejati, seorang yang menurutnya hanya berpangkat Bripda namun berhati Jenderal. Menyaksikan orang-orang seperti sungguh membuat kita berharap para politisi negeri ini bisa berkaca dari keping-keping pribadi mutiara yang nyata adanya di negeri yang indah ini katanya lagi....

Bagaimana pula saya bisa dibandingkan dengan seorang pelajar indonesia yang tanpa ragu-ragu menyelamatkan remaja Jepang yang akan tenggelam di laut ganas, meskipun akhirnya pemuda itu, Mas Endang, harus menukarnya dengan nyawanya.
Ini bukan sebuah skenario dalam sinetron yang bisa dirubah kapan saja, ini nyata. Lebih dari sekedar "i die for you" yang biasa dipake nggombal orang-orang yang lagi kasmaran, tapi Mas Endang menunjukkan apa itu "i die for others life" beyond any borders, entah itu batas negara atau bahkan agama, murni atas nama kasih sayang.

Keikhlasan akhirnya memang tak bisa dituturkan, tapi bisa diajarkan dengan tindakan nyata. Dan walaupun gurat kesedihan masih nampak di wajah kedua orang tuanya ketika dihadirkan di Kick Andy tadi malam, tapi saya yakin dalam hati keduanya, ada kebanggaan yang luar biasa, bahwa anak kesayangan mereka, meninggalkan mereka dalam salah satu cara yang terbaik, as a true hero.....

Lantas di akhir malam saya kembali bertanya-tanya. Terjaga diantara kata-kata dalam pesan pendek di telepon seluler saya dan tetesan tanya tentang apa dan bagaimana saya nanti akan pulang pada-NYA, dengan jalan yang identik dengan Mas Endang atau lewat jalan yang lain..

Mungkin saja ini hanya masalah kesempatan. Mungkin saya mungkin belum pernah dihadapkan pada situasi segenting itu sehingga saya tidak bisa mengukur apakah intuisi saya akan bekerja sebagaimana yang mereka lakukan. Tapi jika saat itu tiba apakah memang hati saya sudah cukup bersih untuk menggerakkan intuisi saya ke pilihan arah yang sama seperti mereka?? Apakah saya sanggup?? Semoga.......

There's a hero if you look inside your heart
you dont have to be afraid of what you are
there's and answer if you reach into your soul
and the sorrow that you know will melt away

Ant then a hero comes along
with the strength to carry on
and you cast your fears aside
and you know you can survive

So when you feel like hope is gone
look inside you and be strong
and then you'll finally see the truth
That a hero lies in you.........

Hero-Mariah Carey

Wednesday, July 15, 2009

Mutung Management

Kalo cerita soal kemarahan, saya langsung inget sama filemnya adam sandler, yang judulnya hampir sama (beda bahasa) dengan notes ini, 'anger management'. Inti filem itu yang mencoba menunjukkan bagaimana mengeskpresikan kemarahan menurut saya mengena dengan karakter saya...

Entah apakah gara2 darah yang membentuk saya itu berasal dari dua daerah matraman (kediri dan ponorogo) atau memang saya dilahirkan sebagai seorang pribadi yang tidak terlalu cepat berekspresi, yang jelas membuat saya menunjukkan kemarahan itu sulit!!!.

Tapi susah marah bukan berarti ga bisa marah... hehe... Saya ngerti koq menahan marah itu sama buruknya dengan tidak bisa mengendalikan diri. Dan anehnya, dibanding ketika dihadapkan pada hal-hal yang berbau 'Pengkhianatan dan Kebohongan' yang jelas akan membuat siapapun termasuk saya marah, saya justru lebih mudah mengeluarkan marah saya pada hal-hal seperti ketika ada orang nyerobot antrian, nerabas lampu merah, dan atau buang sampah sembarangan, terlebih jika orang-orang itu berpendidikan cukup baik.

Entah kenapa, yang jelas ketika dihadapkan pada persoalan besar dan saya berusaha mencari kata-kata yang merefleksikan kemarahan, otak saya dengan keras kepala justru mengajukan beberapa pilihan kata lain sehingga saya susah mencari kata-kata yang saya 'rindukan' seperti cuk and the essentials....

Akhirnya ekspresi kemarahan saya sering hanya muncul dari diamnya saya dalam beberapa waktu atau dalam beberapa gerakan konyol yang saya lakukan sendiri seperti mengatupkan kedua tangan di depan wajah sambil menarik beberapa napas panjang pendek.

Saya selalu tergiring pada asumsi logika bahwa persoalan besar seperti pengkhianatan misalnya, tidak bisa selesai dan justru jadi runyam ketika kita langsung mencoba 'bertukar kata dan argumen panas' saat itu juga. Thats why i prefer to stay away or keep silence for a moment in this circumstances...
*but temen saya bilang dalam kasus ini sepertinya kadang saya butuh anger management tingkat lanjut.. dunno exactly what he means by that sih...*

Nah saya justru lebih suka dan mudah mengekspresikan marah pada hal-hal yang sepele, misalnya ada seorang mahasiswa, sehat, ngantri makan di warung, lantas tanpa ba..bi..bu nyerobot, dan seenaknya minta dibungkusin 5 s.d 6 bungkus untuk teman2nya yang duduk dan ga ikut ngantri, buat saya jadi perkara karena menurut otak saya itu merefleksikan mental seorang individu dan akan celaka jika banyak yang seperti itu di negeri ini dan tak ada lagi kesempatan untuk menyelesaikan masalah selain saat itu juga. Kadang saya wondering, knapa sih dia ga bilang baik2 "ma, maaf bolehkah kami 6 orang mahasiswa letoy ini nyerobot sampeyan?". Jadi biasanya kalo ada kasus seperti ini sebisa mungkin saya berusaha untuk 'nyolot'... hehe... Sudah berkali-kali saya berjumpa dengan kondisi seperti itu, dan setelah agak lama ga ngalamin lagi (terakhir pas ngantri pecel di jalan dhoho, kediri), eh ternyata tadi malam adalah salah satu kesempatan bagi saya untuk mengekspresikan kemarahan itu... And it feels good somehow ketika saya bisa bilang 'Mas, maaf bisa ngantri ga ya?' dengan intonasi suara ala lelaki sejati... hehe...
Jadi sekarang anda tau satu lagi tentang saya... hehe...

Saturday, July 11, 2009

" 47 "

dalam setiap tanda kita bercinta

menyeberangi spasi dan menghela koma

kadang terkungkung diantara petik

dan tercenung dalam tanya

seperti kita pernah pula terantuk seru

tapi tak ingin terhenti oleh titik

karena kita adalah kata

dan semua tanda hanyalah jeda

Wednesday, July 8, 2009

MADAKARIPURA

Minggu kemaren, setelah dua jam berpanas-panas ria di rute Pasuruan-Probolinggo, saya akhirnya sampe juga di air terjun MADAKARIPURA yang katanya dulu jadi tempat Patih Gajah Mada menjalani tapa brata setelah kekalahan di Perang Bubat. Gajah Mada sendiri dalam legenda tersebut akhirnya diceritakan "moksa" atau menghilang ke nirwana setelah bertapa dibalik air terjun ini.

Dari tempat parkir agar bisa sampai ke lokasi kami harus berjalan kaki sekitar 1 km melewati sungai dan jalan setapak, ditemani oleh seorang pemandu (Pak Siplin) dan soal jalan kaki ini ada sedikit penyesalan.....

Pertama, saya lupa sudah ga makan nasi selama 24 jam jadi batere saya sebenernya udah tipis. Nah, kesalahan kedua adalah saya ga pake alas kaki yang lebih pantas buat jelajah medan, or at least sandal jepit ijo saya yang tentunya lebih affordable dicari penggantinya kalo sewaktu-waktu takdir menentukan Si Jepit Ijo harus berpulang di tempat ini...hehe...

Hari itu saya justru pake Si Coklat, sendal kulit yang seharusnya hanya saya pake buat aktivitas normal, seperti nemenin si Medium Heels kondangan... (Kalo high heels lebih jodoh ma sepatu kulit saya), alhasil saya pun memutuskan untuk melanjutkan jalan dengan nyeker saja... Dan sakit juga ternyata melewati batu-batu yang cukup tajam di sepanjang perjalanan dan lingkar perut yang lebih dari normal juga terbukti tidak membantu di saat-saat seperti ini.

Sementara itu, dua orang temen saya yang berukuran pas-pas an itu lebih mencemaskan dampak penumpukkan nikotin yang sudah bertahun-tahun mereka lakukan itu keluar lewat setiap dengusan napas mereka.... ngossh... ngosshh... hehe... SAATNYA MENGURANGI ROKOK KAWAN-KAWAN...

Tapi semua kelelahan itu kami anggap sebagai ujian dan pemanasan yang lumayan sebelum kami melaksanakan rencana besar KEMPING DI SEMPU bulan depan. Toh masih untung juga, diantara kami yang masih sesama jenis ini masih bisa menjaga harga diri sehingga ga ada yang perlu merengek.. "gendongen kemana-mana... gendongen kemana-mana"...

Akhirnya setelah cukup berpeluh, kami sampai juga di lokasi air terjun dan ... wooowww.... INDAHHH, ENDANG BAMBANG, MAKNYUS MAK LEGENDHERRR TENAN.....
and suddenly it taste much better than facebook.. hehehe.... Oya precisely ada 5 air terjun tapi yang ada di sisi wilayah Probolinggo hanya 3, sementara 2 air terjun lainnya ada dibalik bukit, masuk wilayah Kecamatan Lumbang, Pasuruan.

Yang menarik bukan gemuruh debur airnya, tapi lebih pada keindahan tirai air yang terbentuk di dua air terjun pertama dan keunikan air terjun utama yang mengalir di cekungan cadas berbentuk setengah lingkaran setinggi lebih dari 10 meter. Kolam air yang terbentuk dibawah air terjun utama katanya cukup dalem, sekitar 6-7 meter, sayang ga ada satupun temen saya yang punya rasa ingin tau cukup tinggi untuk membuktikannya.... (lain kali kalo ada yang penasaran, silahkan dicoba.. hehe...)

Setelah puas mengagumi keindahan karya-NYA selama 1 jam plus mengabadikannya dalam beberapa pose yang menggemaskan, maka kami pun beranjak dari lokasi air terjun. Dalam hati, saya yakin bahwa pelajaran utama yang saya dapat saat ini adalah untuk bersyukur,

ketika mata kembali diperlihatkan betapa nyata kuasa-Nya,
ketika setiap percik air yang mendarat di badan menyusup lebih dalam,
merengkuh hati dan pikiran yang sedikit menghangat
dan menggantinya menjadi embun....
i wish you were here friends,
sharing this grace with me....

Tapi ternyata..eh ternyata, pelajaran yang bisa saya ambil disini bukan cuma itu, karena Pelajaran kedua justru muncul di akhir perjalanan, dan ini tentang pentingnya Budaya Positif dalam Pengembangan Wisata....!!!!

Ceritanya, ketika saya bersiap untuk beranjak, ada kejadian antara beberapa wisatawan asing dengan sekelompok pemandu jalan yang baru saja mengantar mereka ke air terjun. Perlu diketahui pangkalnya adalah soal uang jasa pandu. Kalo tarif jasa pemandu yang kami bayar adalah 20 ribu untuk tiga orang, maka para pemandu yang menemani rombongan bule itu yang juga berjumlah 3 orang rupanya meminta bayaran 50 ribu/orang, jadi total 150 ribu. Tarif khusus untuk bule dan rombongan besar memang biasa dibikin beda kata Pak Siplin, pemandu kami itu. Dan jelas, dari raut mukanya, orang bule itu terlihat terkejut (mungkin kecewa) dengan mahalnya tarif jasa pandu itu, tapi sepertinya rombongan wisatawan asing itu memilih tidak terlalu lama berdebat dengan kelompok pemandu itu sehingga memutuskan membayar sebanyak yang mereka minta.

Well, dalam hati saya, terus terang langsung berpikir, betapa sayangnya...keindahan potensi pariwisata air terjun ini masih saja tereduksi oleh perilaku sebagian orang itu yang melihat keuntungan sesaat. Saya berandai-andai, apakah iya ini karakter orang pedesaan disana....?? apa sudah sedemikian dalam kah pengaruh konsumerisme memaksa mereka menunjukkan ciri-ciri kapitalis....?? atau ini hanya sekedar urusan perut yang masyarakat kelas bawah yang tak tercukupi.....??. Bayangkan betapa ruginya jika nantinya kabar kurang mengenakkan ini tersebar ke luar, saya yakin citra positif keramahan orang sekitar tentunya akan berkurang karenanya.

Saya sendiri memandang bahwa pemerintah perlu mengadakan sosialisasi, dialog, dan transfer pemahaman pada para pemandu wisata ini tentang pentingnya citra kawasan yang tak terlepaskan dari keindahan obyeknya itu sendiri....

Love Indonesia..

Monday, July 6, 2009

Tersenyumlah Cinta :D

kecapean kadang bisa bikin kita ngerasa males pas mau mikirin hal serius, seperti saya sekarang ini. Sebenernya ada beberapa hal penting yang harus saya pikir segera tapi setelah seharian ke MADAKARIPURA WATERFALL, PROBOLINGGO (its fantastic, and i'll share my story with u tomorrow deh) ternyata badan saya tidak cukup bertenaga buat mikirin solusi untuk bbrp masalah saya itu.

Akhirnya sambil leyeh-leyeh nonton acaranya om mario teguh otak saya malah ngajak buat mikir hal2 GPP (Ga Penting Pol) dan rupanya malem ini saya terinspirasi oleh sesuatu tentang karakter orang. Hmm, karakter orang banyak yang definisiin, termasuk di kuis2 fesbuk yang sekarang udah ga pernah saya mainin lagi... hehe... tapi kalo saya si ngeliat karakter orang bisa dari 2 hal.

Yang pertama dari KATA-KATANYA. "..bahasa adalah pembeda kelas kita.." (katanya orang bijak yang saya lupa namanya).
Walaupun saya sebenernya kurang terlalu nyaman dengan konsep pembedaan kelas orang gara2 bahasa, tapi faktanya kemampuan mengkomunikasikan pikiran lewat kata2 memang sudah jamak dijadikan penentu or at least kesan pertama kita tentang seseorang yang menjadi lawan bicara kita, apakah kita bisa mengerti, nyambung, emosi, atau malah jatuh cinta dengan lawan bicara kita...

Nah yang kedua, adalah ATTITUDE. Cara kita tertawa, duduk, ato yang lain jelas bisa juga dipake buat sedikit banyak ngeliat karakter orang. Sebenernya sekarang ini saya pengen posting tentang attitude ini, which is KARAKTER ORANG DARI KENTUTNYA. Bukan yang 'berkelas' si variabelnya dan mungkin sebagian jg udah pernah mendalami masalah ini... hahaha..... Tapi menurut saya tetep sedikit bisa dipake juga dan yah moga2 bisa bikin kepala saya dan yang baca ini lebih enteng.

jadi inilah hasil penelusuran saya tentang karakter orang berdasarkan kentutnya:

1) Orang MISTERIUS : Orang yang kalo kentut, nggak ada yang tau
2) Orang TIDAK JUJUR : Orang yang abis kentut terus nyalahin orang lain
3) Orang GOBLOK : Orang yang nahan kentut sampe berjam-jam
4) Orang BERWAWASAN LUAS : Orang yang tau kapan harus kentut
5) Orang SENGSARA : Orang yang pengen kentut tapi nggak bisa
6) Orang GUGUP : Orang yang sempet-sempetnya nahan kentut pas lagi kentut
7) Orang yang PERCAYA DIRI : Orang yang selalu ngira kalo kentutnya wangi
8) Orang SADIS : Orang yang kalo kentut di ranjang trus ngibasin sepreinya ke ranjang orang lain
9) Orang RAKUS : Orang yang ga puas cm kentut jadi ngasi 'bonus
sedikit najiz' di clananya
10) Orang yang STRATEGIS : Orang yang pas kentut ketawa ngakak biar ga kedengeran
11) Orang BODOH : Orang yang kalo abis kentut, narik nafas panjang buat ngganti udara yang keluar
12) Orang PELIT : Orang yang kentutnya dikeluarin dikit..dikit...
13) Orang SOMBONG : Orang yang mencium kentutnya sendiri
14) Orang RAMAH : Orang yang seneng cium kentut orang laen
15) Orang yang INTROVERT : Orang yang kalo kentut sembunyi
16) Orang SAKTI : Orang yang kalo kentut ngeluarin tenaga dalam
17) Orang JUJUR : Orang yang ngaku abis kentut
18) Orang PINTER : Orang yang bisa mengidentifikasi bau kentut orang laen
19) Orang DRAMATIK : Orang yang kalo mau kentut dia akan minta semua orang tenang, trus sambil berbisik dia minta semua orang disekitarnya untuk konsentrasi... nah abis itu baru dia kentut
20) Orang yang ROMANTIS : Orang yang kalo kentut sambil bikin puisi
21) Orang yang LOGIS : Orang yang kalo kentut ga dimasukin hati
22) Orang yang KREATIF : Orang yang kentutnya beda2 tiap hari

*just for refreshing*

maka tersenyumlah sejenak sebelum kita kembali bergulat
karena separuh duniaku ada di deretan gigi putihmu itu yang tertawa lepas

Wednesday, July 1, 2009

" C "

seumur-umur saya punya fesbuk, seingat saya belum pernah posting hal2 yang 'berbau' spiritual. Oh, maaf pernah sekali saya posting, tapi cuma status pendek yang ternyata ada salah satu kata yang 'disalahartikan dan disalahkomenkan' oleh beberapa sahabat saya yang mungkin kangen dengan guk.. guk... guk... nya saya. Terus terang saya sedikit trauma waktu itu. bahkan kepikiran mbalik ke frenster aja rasanya... he8x...

Nah alasan utama kenapa saya ga pernah posting gituan karena sampe detik saya koq ga merasa pantas ngasi2 hal2 seperti itu. Jangan2 penerimaan orang akan buruk karena apa yang saya sampaikan kurang tepat, atau mungkin intinya tepat tapi 'kata2' saya dipandang orang lain tidak tepat alias malah jadi 'KEMENYEK utawa SOK2AN utawa MERASA LEBIH BERILMU DIBANDING YANG LAIN'...

Tapi kadang saya mikir juga siy, bagaimana dengan tanggung jawab saya untuk menyampaikan kebaikan walaupun hanya satu ayat yang mungkin saya tau ketika khotbah jumat, kebetulan denger pengajian, ato kebetulan ganti channel tipi dan ketemu ust.arifin ilham waktu pagi2 bosen liat acara orang Insomnia itu...

Jadi setelah dipikir2 (moga2 kalo salah ada yang betulin), akhirnya saya milih berbagi cerita berbau 'serius' ini dalam bahasa saya saja yang memang seperti ini adanya....

Intinya saya mau cerita bahwa dalam dua jumatan terakhir di Malang terus terang saya 'sedikit' tertohok dengan isi khotbah dari bapak2 ustadz yang budiman. Kali ini saya mau cerita yang pertama..

Jumat 2 minggu lalu saya salat jumat di Masjid deket rumah di daerah perum.dinoyo permai-malang, waktu itu saya sedikit terlambat dateng ketika khatib naik mimbar. Alasan ga logisnya karena air mandi di rumah saya habis...bis...dan cuma cukup buat wudhu sementara badan saya cukup 'wangi' setelah beraktivitas sepagian. Nah alasan logisnya saya ga mengakhiri aktivitas pagi lebih cepat dari seharusnya, alias 'ndunnyo' mulu, dan berakibat waktu prepare jumat saya minim...

Eeh, belum lama saya duduk, saya sudah langsung 'ter-poke' oleh pak ustad yang pertama cerita ttg ".......Betapa ruginya orang yang datang jumatan ketika sudah azan, apalagi khotbah udah dimulai......" Ibarat kata Malaikat udah mau closing absen, kita baru dateng, jadi ribet kita daftarnya walaupun lebih baik juga siy dibandingkan yang 'berhalangan' pergi ke masjid. Saya tolah toleh dan rupanya banyak juga rombongan 'kloter akhir' yang kelihatan sama tertohoknya dengan saya.

Jujur harus saya akui kalo waktu shalat saya, bukan cuma jumatan, masih sering tertunda karena alasan2 yang tidak jelas, jalan2 setelah magrib yang akhirnya bikin shalat isya ga tepat waktu, nonton filem, dan subuh kesiangan karena kerja lemburan ato keseringan telpon di malam hari...

Ketika khotbah berlanjut ke paragraf kedua yang isinya "...sungguh menyedihkan orang-orang yang terburu-buru pergi setelah salat jumat, takut bahwa urusan dunianya akan tertunda kalau berlama-lama di masjid, padahal malaikat dikatakan berdzikir bersama kita setelah salat...", saya tertohok lagi dan alhamdulillaah kali ini ga sempet tolah toleh cari temen senasib lagi. Apakah saya termasuk golongan itu? apakah waktu dzikir saya sudah cukup panjang? ato jangan2 saya terbiasa jadi orang yang nganggep doa lebih cepat dan lebih baik kalo pake 'prangko pos ekspress'...

Ramadhan sudah dekat dan saya rindu auranya. Tapi kalo inget janji2 saya to be a better person di malam terakhir ramadhan taun lalu saya jadi malu....Noktah hitam saya masih banyak selain yang sudah kena tohok pas jumat itu...

saya khawatir seandainya lisan saya tlah jadi mulut harimau ganas, tangan saya jadi cakarnya, dan karenanya sudah banyak hati yang saya sakiti padahal dulu saya berjanji untuk memuliakan setiap hati...

saya khawatir seandainya saya masih berlindung dibalik kata 'ketidaksiapan' yang membuat perintah Nya menjadi sesuatu yang saya pikir sebuah pilihan kebebasan....

saya khawatir waktu saya lebih banyak yang dihabiskan untuk ketidakpentingan, padahal dulu saya berjanji untuk mengisinya dengan perbaikan diri...

saya khawatir saya terlalu mencintai ciptaanNya, terlena karena kenikmatan, terpuruk karena perpisahan, atau menafikan maaf setelah pertengkaran, padahal dulu saya berjanji hanya akan mencintai karena dan dengan cara Dia...

saya bahkan khawatir tulisan ini tak sepenuhnya dari hati saya....

*Mohon maaf apabila ada yang kurang berkenan, Terimakasih bila ada yang menyempurnakan, dan semoga Dia menjaga saya dan yang membaca tulisan singkat ini dari keburukan*