Monday, August 29, 2011

Insyaallaah, We'll Find A Way

Pada seminggu terakhir ramadhan tahun ini saya beruntung banyak mendapat kesempatan bertanya dan berdiskusi dengan sejumlah ustadz. Pembicaraan mengenai zakat adalah salah satu yang saya perdalam. Tapi yang paling menarik tetap saja tentang pandangan para ustadz tersebut terhadap kemungkinan perbedaan penetapan jatuhnya tanggal 1 Syawal 1432 H.

Ini memang bukan kali pertama perbedaan terjadi. Sudah berkali-kali saya alami dan sejauh ini salah satu pertanyaan terbesarnya adalah, mengapa setelah bertahun-tahun tetap saja tidak ditemukan kesepakatan mengenai cara pandang terhadap beragam ayat dan hadits yang menjelaskan tentang idul fitri tersebut. bukankah Islam tidak sama dengan ketentuan dalam peraturan pusat-daerah yang acapkali tumpang tindih? :D

Seorang ustadz berkata pada saya bahwa rukyah memang diterjemahkan melihat bulan, literally, dengan alat apapun. Lebih lanjut lagi, kewajiban untuk mengikuti ulil amri (pemerintah) adalah juga dikarenakan hari raya merupakan sesuatu yang lebih bersifat kebersamaan, persatuan umat, maka janganlah kita berbeda karenanya.

Pada hari lain, ustadz lain memberi contoh menarik tentang bagaimana apakah rukyah/melihat itu benar hanya didefinisikan dengan pandangan mata? Bukankah kita juga tidak lagi memasuki waktu shalat dengan melihat tanda alam, melainkan jam dinding? Apakah Iqro juga berarti kita hanya disuruh membaca ayat demi ayat dalam Al-Quran. Wallahua'lam bisshowab.

Tetapi kedua ustadz tersebut sepakat, bahwa yang terpenting lagi adalah apakah kita sudah benar-benar memanfaatkan momentum sebulan ramadhan yang akan segera berlalu itu dengan semaksimal mungkin. Bagaimana mungkin kita akan merayakan hari kemenangan jika dalam 'kawah candradimuka' saja kita tidak lulus dan terlahir sebagai pribadi yang lebih baik. Bukankah itu artinya sama saja meletakkan hari raya sebagai simbol? Persis seperti ketika kita mengkritik kebiasaan sementara orang untuk menghabiskan banyak waktu berbelanja di akhir ramadhan. Kita sering bilang mereka 'kedunyan', tapi sudahkah kita juga memanfaatkan akhir ramadhan seperti orang yang tak akan bertemu kembali?

"...Hari itu, malu-malu dalam hati saya mengakui bahwa ramadhan ini saya memperbaiki beberapa hal, namun juga melemah dalam sejumlah hal lain..."

Pada akhirnya saya memilih berlebaran esok hari, bukan karena saya muhammadiyah, bukan pula karena tidak taat pada pemerintah yang memfasilitasi rakyat menggaji saya setahun ini. Tapi lebih karena sejauh ini demikianlah keyakinan pemahaman saya.

Pemahaman yang berbeda dengan sebagian keluarga saya yang memilih mengikuti pemerintah dan berlebaran di hari rabu. Sungguh walaupun sempat terjadi diskusi hingga penghujung malam tadi, toh tidak ada yang berubah kecuali jadwal memasak Opor dan ketupat. Itu adalah bagian dimana saya dan beberapa anggota keluarga yang mendahului harus memberikan toleransi. Selebihnya, kami masih keluarga yang sangat berbahagia bisa sekali lagi berkumpul bersama dalam momen istimewa. Tak lama lagi kami akan saling bermaafan, mencium tangan orang tua, mengajak nenek berziarah di taman makam pahlawan tempat kakek dimakamkan, beranjangsana kesana kemari menguatkan silaturahmi, dan segala hal indah lain di idul fitri. Sungguh, saya merasa beruntung karenanya dan berdoa semua saudara seiman bisa merasakan situasi kebahagiaan yang setara...

Maka saya makin yakin bahwa ini bukanlah perbedaan yang tidak bisa disikapi sebagai rahmat sampai akhirnya kita mencapai persamaan. Ya, saya masih menyimpan keyakinan bahwa para ulama dan ulil amri yang setiap tahun bersidang isbat, suatu saat akan menemukan kesepakatan. Meminjam keyakinan yang disyiarkan dalam lirik Maher Zain...

Insya Allah, Insya Allah
Insya Allah ada jalan
Insya Allah, Insya Allah
Insya Allah ada jalan

Kita adalah bangsa yang katanya terlahir dalam Bhinneka Tunggal Ika...

Begitu lantang kita meneriakkan NKRI harga mati...

Maka tidak seharusnyalah pula perbedaan ini memecah ukhuwah.


Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar

Laailaahaillallaahu Allaahu Akbar

Allaahu Akbar Walillaahilhaamd

Taqabalallaahu Minna Wa Minkum..

Minal Aidin Wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir Batin...





*Panda dan Keluarga*

No comments:

Post a Comment