Monday, December 27, 2010

On Any Given Wednesday!!!

Merunut pada pengalaman visual pribadi, semenjak Bill Pulmann memerankan Thomas J. Whitmore dalam Independence Day hingga pidato Barrack Obama di Balairung UI, maka Amerika, buat saya selain bangsa paling doyan perang, juga bangsa yang pandai merangkai orasi (atau katakanlah bualan) yang menggugah.

Salah satu ‘sosok’ lain yang juga memenuhi hipotesa tersebut adalah Tony D’Amato. Dia seperti halnya Thomas J. Whitmore memang hanya tokoh fiksi. Ia adalah sosok yang digambarkan memiliki determinasi dan dedikasi tinggi pada pekerjaannya sebagai pelatih Miami Sharks, klub sepakbola amerika yang sejatinya sedang terpuruk namun berhasil dibawanya mencapai final kejuaran. Dan diantara jeda babak di final itulah, disaat Miami Sharks dalam posisi tertinggal, D’Amato menyampaikan sebuah orasi hebat di kamar ganti…

“ ….I don't know what to say, really. Three minutes to the biggest battle of our professional lives. All comes down to today, and either, we heal as a team, or we're gonna crumble. Inch by inch, play by play. Until we're finished. We're in hell right now, gentlemen. Believe me. And, we can stay here, get the shit kicked out of us, or we can fight our way back into the light. We can climb outta hell.... “

Maka selepas orasi D’Amato yang diperankan dengan meyakinkan oleh Al Pacino, keluarlah para pemain Miami Sharks dengan semangat berbeda dan akhirnya film ini pun mencapai klimaks pesan yang ingin disampaikan judulnya, that on Any Given Sunday, everything can happen, including a superb comeback.

Benar, bahwa dalam script memang merangkai kata-kata saja seringkali sudah cukup untuk membalikkan situasi. Sementara dalam kehidupan nyata, persoalannya tidak semudah itu karena setiap orang rasanya punya preferensi yang berbeda ketika ia mencari cara untuk bangkit dari keterpurukan.

Saya mengenal beberapa teman yang bisa tersentuh oleh kata-kata bijak dari teman terdekatnya lalu tergerak karenanya. Beberapa teman dekat saya lainnya justru lebih suka jika masalahnya tidak ditambahi oleh bualan tentatif tentang moving on, there’s life after this ‘end of the world’, atau semacamnya. Mereka lebih suka petunjuk, dan bukan jawaban yang bisa mereka cari sendiri.

Saya…?

Pada sebuah Januari saya pulang, bukan hanya karena ingin menikmati hari kelahiran di kampung halaman, tapi yang lebih penting saya pulang pada tangan-tangan yang selalu bisa membuat saya tenang dalam situasi seburuk apapun, termasuk ujian besar yang harus saya hadapi di bulan itu. Ya, buat saya ibu adalah jembatan terdekat menuju Tuhan dan kebangkitan.

Pengalaman psikologis tersebut tidak bisa dipungkiri mempengaruhi perspektif analitis saya tentang kekalahan menyakitkan timnas Indonesia dari Malaysia semalam. Yang terbersit adalah seandainya ada waktu bagi para pemain untuk bertemu dengan ibu, istri dan atau anak-anak tercintanya, mungkin akan menjadi langkah penting mereparasi mental mereka yang lelah terganggu berbagai intrik politik dan infotainment yang semakin tidak proporsional.

Tapi saya bukan Alfred Riedl. Saya hanya supporter, outsider yang jatuh cinta pada apa yang telah ditunjukkan timnas kali ini. Maka selain memikirkan status lucu tentang "pembalasan setimpal buat laser ala malingsia" dan berdoa, adalah tugas saya untuk tetap menyimpan kepercayaan pada timnas.

Bahwa Riedl juga memiliki kapasitas untuk menemukan strategi yang sama jitunya seperti ketika Rafael Benitez memasukkan Dietmar Hamann dan menukar posisi Djimi Traore pada suatu Mei di Istanbul yang akan terus dikenang sebagai salah satu pertunjukkan comeback paling hebat di sebuah final kompetisi tertinggi antarklub eropa.

Atau mungkin Riedl, dibalik karakter serius dan irit senyumnya, malah menemukan cara mengkombinasikan strategi jitunya dengan rangkaian kalimat yang tak kalah inspiratif dengan apa yang diucapkan D’Amato…

"......On this team we fight for that inch. On this team we tear ourselves and everyone else around us to pieces for that inch. We claw with our fingernails for that inch. Because we know when add up all those inches, that's gonna make the fucking difference between winning and losing! Between living and dying! I'll tell you this, in any fight it's the guy whose willing to die whose gonna win that inch. And I know, if I'm gonna have any life anymore it's because I'm still willing to fight and die for that inch, because that's what living is, the six inches in front of your face.

Now I can't make you do it. You've got to look at the guy next to you, look into his eyes. Now I think ya going to see a guy who will go that inch with you. Your gonna see a guy who will sacrifice himself for this team, because he knows when it comes down to it your gonna do the same for him. That's a team, gentlemen, and either, we heal, now, as a team, or we will die as individuals. That's football guys, that's all it is. Now, what are you gonna do...??? "

Lalu tiga hari dari sekarang, dunia akan bisa melihat sebuah realisasi semangat luar biasa dari duapuluh tiga pemain kebanggaan negeri. Bahwa On Any Given Wednesday, segala sesuatunya juga bisa terjadi, selama kita percaya...

Dan apapun hasil akhirnya saya dan jutaan suporter lainnya bisa dengan bangga berkata GARUDA (MASIH) DI DADAKU!!!!

No comments:

Post a Comment