Sore kemarin istri saya membacakan 'cerita pengantar tidur'
 yang rupanya memiliki pesan tentang beberapa kejadian setelahnya.  
Adalah cerita Sunaryo Adhiatmoko tentang Misno dan Sikem, sepasang suami
 istri yang tinggal di sebuah desa pegunungan selatan Jawa Timur yang 
masyarakatnya masih mengkonsumsi tiwul sebagai makanan pokok.
Kehidupan
 sederhana mereka jalani dengan menjejakkan telapak kaki tanpa alas, 
diatas jalan berbatu dan aspal yang panas saat matahari membakar setiap 
kali mereka berdua berjalan kaki menuju pasar yang jaraknya tigapuluh 
kilometer dari desa mereka.  Misno dan Sikem adalah penjual rinjing 
(kerajinan dari bambu).  Rinjing-rinjing tersebut bukanlah buatan Misno 
dan Sikem, melainkan produk apara tetangganya. Mereka berdua hanyalah 
perantara yang membantu keluarga-keluarga miskin tersebut mendapat 
penghasilan.
"..Tidak usah berhitung kalau mau membantu orang.  
Gusti Allah mboten sare (Allah tidak tidur).."
Begitulah
 filosofi mereka tentang aktivitas berangkat berjalan kaki sejak pukul 
tiga pagi hingga tiba di pasar jam sebelas malam, lalu tidur di emperan 
pasar sembari menunggu pembeli yang berniat membeli dagangan tetangga 
mereka itu.  Barang-barang yang setelah seharian untungnya tak lebih 
dari dua puluh ribu perak.  Dan sebagian keuntungan itu, sepulang dari 
pasar, disisihkannya untuk membeli tulang-tulang sisa daging racikan 
dari warung-warung soto sepanjang jalan.  Mereka membelinya di banyak 
tempat agar tak terlalu  malu.  Ini oleh-oleh mewah untuk dimakan 
bersama tetangga mereka katanya.  Begitu terus berulang selama dua puluh
 tahun.

Dini
 harinya, ribuan kilometer di barat desa tempat tinggal Misno dan Sikem,
 di belahan dunia dan kisah lain, muncul sebuah semangat yang sama 
besar.  Dalam suasana DW Stadium yang dipenuhi 18 ribuan penduduk kota 
kecil tersebut, dipimpin Roberto Martinez, sebuah tim kecil melakoni 
misi mustahil yang seringkali dipadangkan dengan alur cerita The Great 
Escape.
Pasca
 kekalahan kontroversial di Stamford Bridge, ditambah rekor 14 kali 
pertemuan sebelumnya yang tak pernah sekalipun menghasilkan angka, 
kualitas individu yang kalah jauh, tertekan situasi di jurang klasemen 
dan rentetan pertandingan berat yang menguras energi membuat hampir 
semua pengamat menghapus peluang mereka untuk menang.
Tapi 
sepakbola adalah pertandingan sebelas manusia lawan sebelas manusia. 
Semua angka statistik pertemuan masa lalu yang kadung terekam di atas 
kertas bisa tak lagi berarti ketika bola mulai digulirkan.  Hanya mereka
 yang menihilkan diri sendiri akan harapan peluang yang masih terbilang.
Dan Roberto Martinez jelas bukan salah satunya.   Pria Spanyol pecinta passing football
 ini, rupanya mengerti betul bagaimana Athletic Bilbao dan Basel 
berhasil mengeksploitasi kelemahan cara bertahan United menghadapi 
formasi yang fluid dan terus menekan sepanjang pertandingan.  Karenanya,
 Shaun Maloney, James McCarthy, Victor Moses dan Mohamed Diame 
difungsikannya begitu mobil.  Toh semua strategi butuh sesuatu yang lain
 untuk bisa dieksekusi.  Dan Shaun Maloney dkk pagi tadi memiliki apa 
yang dibutuhkan untuk mewujudkan skema permainannya, ENERGI.  Tujuh 
tembakan harus diterima De Gea, satu diantaranya melengkung indah ke 
pojok kiri atas mengakhiri catatan clean sheetnya yang sudah terentang 
lima pertandingan.
Sebaliknya, tak siap dengan bagaimana lawan 
mereka bermain, para pengejar gelar tertampar.  Bahkan Ryan Giggs yang 
kenyang pengalaman pun tak luput dari serangkaian kesalahan umpan.  
Hanya dua tembakan sepanjang pertandingan melawan sebuah tim papan bawah
 jelas tidak bisa diterima oleh perfeksionis seperti Alex Ferguson.
Fergie
 seusai pertandingan berujar bahwa ini hanyalah satu dari sedikit malam 
dimana segalanya menjadi buruk.  Namun lebih dari itu, kentara sekali 
bahwa jika United nantinya benar-benar meraih gelar, maka tanggal 8 
januari 2012 lalu akan dikenang sebagai salah satu tanggal terpenting 
yang mengubah peta persaingan juara musim ini.  Paul Scholes kembali 
dari pensiunnya hari minggu itu dan dua belas pertandingan setelah ia 
kembali, Manchester United meraup 11 kemenangan dan 1 kali imbang.  Pagi
 tadi, tanpa Scholes yang diistirahatkan, Carrick tak mampu sendirian 
mengontrol ritme dan persaingan gelar juara yang tiga hari lalu seperti 
tinggal sebuah prosesi, kini kembali meninggi.  Pagi tadi juga sekali 
lagi sebuah alarm yang akan menghantui Fergie jika di musim panas nanti 
ia tak bisa menemukan sosok muda pengganti setara sang pangeran jahe.
Tapi
 lupakan dulu tentang gelar dan ambisi tinggi lainnya yang terdampak 
situasi pagi tadi.  Sejenak biarlah kesempatan ini ada lebih untuk 
mengapresiasi permainan Wigan.  Benar, dengan QPR menuai hasil positif 
juga semalam, hasil ini belum tentu membuat Wigan bertahan di liga 
primer.  Benar, bahwa jadwal tandang berat selanjutnya di Emirates 
Stadium bisa jadi akan kembali menghempaskan mereka ke jurang 
degradasi.  Toh untuk satu malam mereka telah memberi penonton pelajaran
 tentang perjuangan.  Menggali jauh kedalam batas-batas normal, Wigan 
menemukan energi yang bisa jadi timbul dari rasa ingin berkorban untuk 
orang-orang yang mencintai klub kecil yang tak banyak ambisi ini.
Sama
 seperti apa yang menjadi landasan Misno dan Sikem merelakan diri 
melakoni peran Mbah Rinjing tanpa mimpi tinggi untuk menjadi pahlawan 
perbaikan perekonomian.  Sekedar pemahaman bahwa begitu berarti 
keuntungan kecil yang bisa didapat keduanya bagi para tetangga sehingga 
jika Misno dan Sikem tak berjualan sekali saja, maka tetangganya tak 
bisa makan, Gaplek!
Pernah dalam sebuah kesempatan mereka sakit 
dan tak bisa berjualan, lalu  datanglah seorang tetangganya yang kala 
itu bermaksud meminjam gaplek...
"..sudah ambil saja, kasihan anak-anakmu kalo tidak makan.."
Demikian kata Sikem pada tetangganya itu walau ia sendiri sebenarnya tak memiliki cukup persediaan untuk keluarganya.
Mengerti situasi, sedikit segan, sang tetangga balik bertanya "..lha sampeyan bagaimana nanti?.."
"..Tidak usah dipikir, biar Gusti Allah yang mikirin saya..",
tandas Sikem bernas. Ia memenuhi pesan Tuhan untuk mencintai orang lain sebagaimana ia mencintai diri sendiri.
Kekuatan
 hati semacam itu telah membuat Sikem bertahan, bahkan ketika ia hampir 
saja runtuh menghadapi kepergian Misno-nya tercinta.  Hanya untuk 
kemudian ia bangkit bersama wasiat Misno untuk terus berjualan demi 
tetangganya.  Sendirian ia susuri kembali jalan-jalan panas yang dulu 
dilaluinya berdua seakan Misno tak pernah pergi dari sampingnya.
Enam
 tahun kemudian, Sikem pulang untuk berkumpul kembali dengan Misno-nya 
tercinta.  Tak ada lagi Mbah Rinjing, tapi apa yang dilakukannya tetap 
ada dan dikenang mereka yang tersentuh karenanya.  Istri saya pun hampir
 menangis membaca cerita pengantar tidur ini.  Dalam dunia yang berbeda,
 kemenangan bersejarah Wigan atas United juga suatu saat bisa jadi tak 
lagi berarti banyak menghadapi kerasnya persaingan.  Namun sikap dan 
cara mereka berjuang akan lekang bagi penduduk kota kecil mereka.  
Misno, Sikem, Roberto Martinez dan para pemain Wigan menemukan hal yang 
sama....
KEKUATAN KEINGINAN, ADALAH PINTU HARAPAN UNTUK BERTAHAN...
#NOWPLAYING : HIDUP ADALAH PERJUANGAN/DEWA

Salam, terima kasih telah menjadikan kisah Misno dan sikem bagian dari warna cerita tulisan Anda. Dua orang itu adalah orang tua saya yang telah membesarkan saya dan memberi saya pelajaran untuk menjadi manusia.
ReplyDeleteSalam,
www.sunaryo-adhiatmoko.blogspot.com
salam, saya tidak menyangka mas sunaryo berkenan membaca tulisan saya. memang saya sangat terkesan dengan pelajaran didalam cerita tersebut sehingga berkeinginan membaginya dengan teman-teman saya. semoga cuplikan saya yang masih belajar bercerita ini tidak merusak kisah luar biasa milik mas sunaryo dan menjadi penyambung silaturahmi diantara kita...
Delete