Monday, January 18, 2010

D R A M A

Ketika pagi tadi saya membuka-buka beberapa situs berita online yang mengangkat sebuah drama baru, fatwa haram rebounding dan foto pre wedding, yang dikeluarkan oleh Forum Bahtsul Masail Putri ke-12 di Pondok Pesantren Lirboyo, maka yang saya temukan adalah komentar-komentar yang begitu beragam. Ada yang lucu, ada yang menarik secara materi, ada yang terlihat emosional, dan yang menyedihkan bahkan ada pula yang akhirnya saya nilai berbau sara dan sungguh sayang belum disensor oleh pengelola situs tersebut (semoga segera disensor komen itu). Inilah kenyataan dalam dunia yang bagaikan jaring luas nyaris tanpa penghalang, semua bisa berekspresi walau saya tidak tahu apakah mereka yang mengutuki sebuah fatwa lebih paham tentang ilmu tentang hal tersebut dibanding pihak yang mengeluarkan fatwa. Atau mereka sekedar mendahulukan emosi untuk membentuk asumsi.

Adalah memang lebih mudah bagi orang yang tidak atau katakanlah belum berada dalam lingkaran pengaruh sebuah keputusan untuk berpendapat dengan lebih bijak atau mungkin terlihat abstrak bagi mereka yang mengalaminya. Persis dengan apa yang dilagukan SO7, Mudah saja bagimu/Mudah saja untukmu/Andai saja/Lukamu seperti Lukaku. Dan bagi saya yang tidak pernah (dan tidak berniat) rebounding dan belum punya rencana matang apakah pernikahan saya nanti akan menggunakan jasa pre-wedding atau tidak, maka sejauh ini pendapat saya terhadap fatwa tentang kedua hal ini adalah sebuah berkah dan ujian.

Menjadi berkah, karena hal ini akan memberikan tambahan alasan untuk memikirkan setiap tindakan dengan lebih hati-hati. Tuhan adalah satu-satunya kebenaran dan mencintai orang-orang yang bicara kebenaran. Kita dianugerahi dua telinga dan hanya satu mulut karena kita selayaknya lebih banyak mendengar terlebih dahulu sebelum berbicara. Maka memilih kata-kata yang tidak menyakiti hati orang lain, membuka aib, atau menimbulkan kesia-siaan ketika diposting kedalam status atau catatan dalam fesbuk dan blog adalah lebih bermanfaat bagi saya sekarang ini.

Menjadi ujian, karena hal ini menunjukkan bahwa perubahan-perubahan akan selalu terjadi dan mungkin saja hal itu akan menyentuh sisi kehidupan kita. Benar bahwa jika harus memilih, mungkin dibanding mendahulukan mempopulerkan fatwa haram kedua hal ini, saya lebih mendukung percepatan pengumuman fatwa haram bagi pemakaian hot pants di ruang public, fatwa haram bagi filem horror seks nggak penting, dan fatwa haram bagi acara-acara televisi yang menyebarkan fitnah.

But life is as unpredictable drama as ever, that we just have to accept it.

Bahwa sesuatu yang kita anggap benar, mungkin saja suatu saat akan kita ketahui sebaliknya. Sesuatu yang tadinya terkesan remeh dan bukan menjadi masalah, bisa saja berubah karena keesokan hari muncul fakta baru tentangnya. Dan kita tidak perlu seperti Hiro Nakamura, pergi kembali ke masa lalu hanya untuk menyelamatkan apa yang menurut kita benar dan meluruskan apa yang salah. Meminjam kata-kata Dee, Apapun persepsi kita atas cinta, tak ada salahnya bersiap untuk senantiasa berubah. Jika hidup ini cair maka wadah hanyalah cara kita untuk memahami yang tak terpahami. Jadi ini adalah ujian apakah saya siap menghadapi perubahan itu..

Sukar memang menetapkan neraca dari segala pertimbangan kita: apakah ini urusan salah dan benar, atau sebetulnya cocok dan tak cocok? Jika urusannya yang pertama, selamanya kita terjebak dalam debat kusir karena setiap orang akan merasa yang paling benar. Jika urusannya yang kedua, masalah akan lebih cepat selesai. Kecocokan saya bukan berarti kecocokan Anda, dan sebaliknya. Dan seperti yang kita amati dan alami, lebih sering kita memilih yang pertama agar berputar dalam seri-seri drama yang tak kunjung selesai.

Jadi sekali lagi, terlepas dari segala persepsi saya tentang fatwa prewed, adalah lebih penting dalam benak saya sekarang ini untuk memikirkan bagaimana caranya saya bisa sampe kesana (red.: siap kawin sama dia). Itu dulu, sembari selalu berdoa ihdinasshiraatal mustaqim, sebelum saya memikirkan apa yang perlu dilakukan ketika sudah ada disana, yang semoga juga akan saya dasarkan pada kebenaran yang saya percayai. Toh kalo saya dan dia pada akhirnya memilih untuk melakukan akad nikah terlebih dahulu, lantas baru berfoto untuk dipajang di acara resepsi yang diselenggarakan selanjutnya, maka tidak haram bukan fotonya? Eh tapi secara bahasa itu bukan lagi pre-wedding ya..?? :D

Kebenaran hanya milik DIA, dan kesalahan adalah semata dalam diri saya…

Jazakallaah Khairan Katsira..


[ logo halal sekedar gambar dalam konteks ini, bukan untuk menjustifikasi apakah note saya ini halal atau haram ]

No comments:

Post a Comment