Thursday, December 8, 2011

K O S T

Dulu hidup kost rasanya begitu dekat sebagai salah satu esensi perjuangan para perantau.   Kamar kost ukuran 2 x 3 meter yang dengan mudah akan terasa penuh ketika kita masukkan kedalamnya sebuah kasur, lemari berhias 'catatan sejarah' penghuni sebelum kita, sebuah meja kayu kecil, dan bidang kecil tempat sajadah tergelar seakan menjadi representasi sahih perjuangan penghuninya membagi-bagi anggaran bulanan dan kebutuhan hidup perkuliahan.   


Sore tadi, memandangi deretan hunian mahasiswa masa kini di sekitaran sebuah kampus negeri, saya merasa takjub,  Alih-alih 'dihiasi' jejeran celana dalam dan kaos kutang seperti jaman saya kuliah dulu, atap-atap hunian bergaya minimalis dan gothic itu kini makin dipenuhi payung-payung televisi berbayar.   

Saya bisa mengerti, kenyamanan memang berkorelasi dengan banyak hal, mungkin diantaranya kenikmatan belajar,  Pun halnya dunia yang memang sudah berubah begitu jauh sehingga argumentasi tentang tinggi rendahnya perjuangan memang tak bisa dinilai hanya dari 'inflasi' persyaratan fasilitas kost-kost an yang dicari seorang mahasiswa.  

Toh saya sore tadi sempat membagi kegundahan pada istri, tentang seberapa banyak sebenarnya rasa 'nyaman' yang kita perlu belanjakan untuk berhasil keluar dari kampus sebagai alumni yang nantinya, meminjam istilah populer masa kini, "sesuatuuu banget...". 

Lalu setelahnya saya berkata kembali pada istri...

"...besok, aku tak ingin melihat anak kita menderita, walau itu bukan berarti ia tak perlu berjuang untuk sekedar uang kost sekalipun..."

No comments:

Post a Comment