Saturday, March 16, 2013

Antri Obat

Alhamdulillah, beberapa tahun terakhir saya jarang butuh berobat dan sebagai konsekuensinya, saya juga tidak punya cukup banyak pengalaman personal tentang pelayanan kesehatan.  Tapi namanya manusia, akhirnya ada juga saatnya harus pergi ke fasilitas pelayanan kesehatan.  Untuk kasus saya, adalah istri yang memaksa pergi karena batuk yang saya alami ketika kedinginan dan dimulai dari sejak terekspos blower AC bus di perjalanan luar kota terakhir telah seminggu ini mengganggu.

Jujur, saya terkesan dengan kecepatan pengurusan administrasi di Puskesmas yang saya datangi.  Sistem yang digunakan masih manual dan sebagai seorang yang baru pernah memeriksakan diri di tempat tersebut, saya sempat khawatir akan ditanya macem-macem data dan fotokopi ini itu.  Tapi tidak, hanya butuh waktu lima menit untuk sang ibu mencatat data yang dibutuhkan and thats it.  Saya bisa mengantri pemeriksaan dokter.

Pemeriksaan dokter juga berjalan cukup lancar dan komunikatif.  Saya baru mengernyitkan dahi ketika sejam setelah pemeriksaan dokter tersebut, saya masih saja duduk di bangku antrian penukaran resep dengan obat gratis.  Saya adalah antrian nomor dua dan setelah saya, masih banyak lagi yang menunggu.  Beberapa remaja yang menemani neneknya dan ibu muda yang mengantri obat untuk anaknya mulai tidak sabar dan beberapa kali bangkit dari bangku antrian, melongok ke jendela layanan yang diatasnya ditempel kalimat ini...

MERACIK OBAT
Membutuhkan
Waktu dan Ketelitian
Mohon kesabarannya 
Untuk menunggu

Tak ada yang salah dengan kalimat itu.  Rasa ingin tahu saya adalah apa benar butuh selama itu untuk memproses resep yang sempat saya baca terdiri dari tiga macam obat generik standar, bukan racikan kapsul?

Hari itu hari Jumat. Puskesmas seperti halnya instansi pemerintahan lainnya, sepertinya terjebak dengan situasi pagi hari yang diisi aktivitas olahraga untuk stafnya.  Pengalaman pribadi di kantor saya menunjuk angka 9 sebagai waktu jam pelayanan baru efektif dimulai di hari Jumat.

Inilah kultur yang perlu dirubah. Dan saya pikir mempercepat pelayanan tidak sulit, barangkali hanya dengan mengukur ulang waktu olahraga staf dan menata kembali jumlah petugas yang menangani satu tugas tertentu.  Terlalu banyaknya petugas di ruang pelayanan resep membuat potensi mereka untuk menghabiskan waktu bersama makin tinggi.

Menunggu petugas meracik obat itu memang wajar bersabar.   Tapi sabar jelas kata yang sulit, ketika melihat dari balik kaca bahwa para petugasnya bercengkrama dengan asyik dan panjang lebar sementara membiarkan resep menumpuk?

No comments:

Post a Comment