Saturday, February 23, 2013

Sama Rasa

Awan-awan keabuan pengantar hujan mulai bergerak pelan menepikan nuansa biru dan putih di langit.   Sisa terik sabtu siang bercampur angin kencang menerjang jalanan yang padat kendaraan.  Kemacetan di jalur utama kota memang sudah beberapa bulan terakhir menjadi rutinitas akhir pekan.  Potret kemajuan ekonomi dan daya tarik kota kilah sementara pembesar.  Sedang orang-orang yang mengalaminya seringkali berpendapat berbeda.  Terlebih jika orang-orang yang terjebak dalam kemacetan itu menemui situasi dimana persamaan hak mereka di jalan raya ditantang beberapa orang yang ingin diutamakan.

Saya adalah salah satu yang sangat terganggu dengan pengutamaan segelintir orang tadi siang.  Terjebak macet sejak di bawah Fly Over A Yani, saya tiba-tiba mendengar sirene dari arah belakang yang meraung mendekat.  Terpikir awalnya bahwa ada ambulans mendekat, orang-orang yang terjebak macet disekitar saya pun sepertinya berpikiran sama, bergerak mencoba memberi jalan.  Namun ketika suara itu semakin dekat dan tercampur dengan bunyi klakson khas, saya tahu itu mobil polisi yang biasa melakukan pengawalan. 

Ketika itu posisi saya berada di samping sebuah dump truck kuning pengangkut material, persis di bibir jalan sehingga sebenarnya sejak awal tidak ada lagi kemungkinan memberi jalan.  Maka menjadi sangat tidak menyenangkan ketika mobil polisi dan rombongan yang dikawalnya itu terus menyeruak, mencoba memaksa truk di samping saya bergeser.  Menyadari bahwa ada beberapa pengendara motor di sisi kirinya, si pengemudi truk awalnya enggan segera meminggirkan kendaraannya.  Tapi bunyi klakson keras dan berulang dari mobil polisi akhirnya memaksanya mengalah, yang tentu saja membuat saya dan antrian sepeda motor dibelakang semakin terdesak dan susah payah berhenti diantara jepitan truk dan mobil-mobil dibelakangnya. 

Setelah berhasil memposisikan motor di belakang truk, saya melihat salah satu polisi itu dari dalam mobil menunjuk-nunjuk dan mengumpat berkali-kali pada sopir truk sebelum akhirnya bergerak melaju mendesak kendaraan lain di depannya yang masih terjebak antrian satu kilometer-an.  Di belakangnya mengular beberapa kendaraan mewah, plat merah luar kota dengan sedikit angka, khas kendaraan pejabat dengan strata beberapa tingkat diatas pegawai biasa seperti saya. 

Berusaha melanjutkan perjalanan, saya terkejut dengan tingkah salah satu dari kendaraan rombongan itu, sebuah toyota landcruiser hitam mengkilat yang membuka kaca kiri depannya.  Dari kaca itu, sang penumpang dengan setelan jas, mengeluarkan tripod kamera, separuh panjangnya. 

Entah apa maksudnya, mungkin mereka pikir bahan metal tripod itu akan memaksa kendaraan-kendaraan di depannya memberi lebih lebar jalan.   Pikiran memberi jalan pada saat itu telah hilang sepenuhnya dalam benak saya.   Dan ketika pada beberapa saat kemudian kecepatan rombongan itu kembali terhambat kemacetan dan saya berhasil meliukkan motor bersisian dengan fortuner tadi, saya melihat empat orang didalamnya.  Satu orang berpakaian batik dan tiga orang bersetelan jas sedang tertawa-tawa sambil terus mengacungkan tripod itu di samping saya.  

Beberapa detik kemudian secara resmi saya kirimkan beberapa umpatan dan kutukan untuk mereka. Lega rasanya saat itu walau perasaan menyesal timbul setelah saya sampai di rumah dan menyadari bahwa umpatan itu adalah sebuah kesia-siaan.... 

Di rumah saya mencoba mencari dasar dan menemukan bahwa dalam Peraturan Pemerintah No 43/1992, disebutkan bahwa semua orang adalah setara dalam hak dan kewajiban memanfaatkan jalan.  Sebuah pernyataan yang seharusnya menjadikan kita equal, sama rasa ketika ada di jalan raya.  Rombongan arogan siang tadi rasanya jauh dari kategori pengecualian kendaran yang wajib didahulukan, sebagaimana disebutkan dalam pasal 65 ayat 1 :
  1. Pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas
  2. Ambulans yang mengangkut orang sakit
  3. Kendaraan untuk memberi pertolongan pada kecelakaan lalu lintas
  4. Kendaraan Kepala Negara (Presiden dan Wakil Presiden) atau Pemerintah Asing yang menjadi tamu negara
  5. Iring-iringan pengantar jenazah, konvoi, pawai atau kendaraan orang cacat
  6. Kendaraan yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus.

Maka semoga anda semua yang masuk rombongan arogan tadi dijauhkan dari jabatan dan kemampuan mempengaruhi negara serta anda diberikan kesempatan sebesar-besarnya menikmati macet seperti saya dan warga negara lainnya rasakan....  Karena ketidakmampuan para pejabat dalam memahami hal-hal 'remeh' seperti inilah yang membuat Indonesia kesulitan memenuhi potensinya. 

No comments:

Post a Comment