Katamu bisa bilang semua definisi tentang cinta...
Kataku....
Ah, sudahlah...
Kembalilah dan ceritakan saja padaku setelah kau menikah nanti..
Saturday, November 26, 2011
Saturday, November 19, 2011
Breaking Dawn, Bukti Sahih Tuhan Maha Adil
Usia pernikahan saya belum genap satu bulan. Perlahan saya mengerti bahwa ada jauh lebih banyak hal yang akan kita 'nikmati' ketimbang bayangan indah bercinta semata. Perbedaan yang mulai tak malu-malu menampakkan diri. Pun attitude demand yang mendorong masing-masing penyumbang saham dalam pernikahan itu untuk beradaptasi. Ya, pernikahan merubah banyak hal karena kami sama-sama tidak sempurna. Maka saya, tanpa pengalaman menjadi suami, mencoba memulainya dengan menjadi lebih communicatively decisive. Laki-laki pada akhirnya adalah imam, pemimpin, pelindung...
Maka menjadi lucu sebenarnya ketika hari kedua puluh pernikahan kami 'rayakan' dengan menonton sebuah film adaptasi novel laris yang ternyata memberi banyak pelajaran hal identik. Akan ada banyak orang, perempuan muda kebanyakan, yang menganggap film ini adalah tentang menikmati sajian fisik aktor-aktor yang bermain didalamnya. Sementara bagi kebanyakan pria, membaca novelnya saja sudah cukup untuk menjadi skeptikal terhadap film ini. Saya salah satunya....
Stephanie Meyer sebenarnya memberikan cukup banyak ruang untuk menjadikan film adaptasi ini mengambil porsi fantasi yang lebih galak. Tapi rupanya sang sutradara memilih untuk menyerahkan lebih dari dua puluh menit pertama hanya untuk memvisualkan romantisme Edward Cullen dan Bella Swan, sepasang pengantin baru. Mulai dari detil persiapan pernikahan hingga liputan live bulan madu mereka di sebuah pulau terpencil di Brazil.
Detilnya luar biasa (membosankan maksudnya), sampai-sampai saya berpikiran bahwa jangan-jangan sang sutradara dulunya adalah seorang wedding organizer atau kemungkinan lain, a lonely person dreaming of a great wedding, Tidak sering saya membaca blog via HP ketika sedang ada di dalam bioskop, tapi itulah yang terjadi kemarin. I'm bored and my wife thought so.
Tapi untunglah, adegan preparasi dan selebrasi itu lalu bergeser pada cerita bulan madu yang lama-lama membuat saya sedikit terhibur. Bukan karena tubuh telanjang pasangan vampir dan manusia itu, tapi lebih pada rasa syukur bahwa saya tidak sebodoh Edward. Dia adalah seorang laki-laki yang digambarkan hampir sempurna, kecuali fakta bahwa dia adalah pria bodoh. Edward seharusnya menjadi lebih laki-laki ketimbang mematung diam dan ketakukan kala seorang perempuan, istri sah-nya, setengah telanjang, harus sampai memohon-mohon untuk sebuah hak, nafkah batin yang dibutuhkannya....
Ketika cerita kemudian bergeser ke situasi kehamilan Bella, saya justru tak lagi berfokus pada alur scene pembangun eskalasi ketegangan setelahnya. Rentetan cerita yang melibatkan Edward, Bella dan Jacob, tiga orang yang berperan sebagai suami, istri dan mantan gebetan nan 'mbulet', akhirnya meyakinkan bahwa langkah saya, untuk memulai pernikahan dengan menjadi lebih communicatively decisive terasa benar. Edward, si vampir (hampir) sempurna itu rupanya bukan cuma bodoh, tapi juga tervisualisasikan lemah. Tak ada cerita seorang suami yang tegas dan bertanggung jawab, hanya berdiri, membiarkan mantan gebetan istrinya memeluk istrinya yang kesakitan dalam hamilnya. Di hadapannya pula. Sempat saya berpikir, ah mungkin ini efek kurang pengalamannya edward menghadapi situasi pasca menjomblo 100 tahun, walaupun akhirnya saya kembali pada kesimpulan awal. He's so lame....
Sementara di sisi lain, pada scene yang sama, saya menyadari bahwa karakter Jacob, bagi saya adalah visualisasi laki-laki bodoh. Dia adalah laki-laki yang tak lagi memiliki kesempatan bersama orang yang dicintainya, tapi masih saja, melakukan begitu banyak hal dan setengah berharap bahwa pernikahan orang yang dicintainya tak berhasil. Entahlah, bagi saya, seeorang serigala jadi-jadian seharusnya lebih bijak dan cerdas ketimbang apa yang dipertontonkan. Mungkin akan ada banyak yang membela, begitulah cinta. Bagi saya, cinta sekalipun, membutuhkan porsi logika yang cukup.
Maka dalam situasi sedikit menertawakan Bella yang 'terpaksa' harus memilih antara seorang vampir lemah dan seorang serigala bodoh, saya pun bersyukur dan semakin yakin, tidak ada manusia yang sempurna. Tidak Jacob, apalagi Edward. Dan ya, TUHAN ITU MAHA ADIL....
Maka pikiran skeptis perlahan saya buang. Karena toh dalam cerita yang tidak terpikirkan seperti Breaking Dawn - yang kemungkinan besar terpengaruh oleh konsep penyajian dua bagian ala edisi pungkasan Harry Potter, sehingga dilabeli Part 1 -, walaupun memang akhirnya tidak keluar dari khitahnya sebagai film fantasi perempuan, toh tetap ada beberapa lelucon dan pelajaran yang pantas disimak, khususnya untuk para lelaki yang 'wajib' menemani perempuannya menghabiskan waktu di bioskop. .
Tentang menetapkan batas-batas dan beradaptasi dengan tanggung jawab baru akan ikatan janji dihadapan Tuhan yang telah kami ucapkan. Tentang menjadi laki-laki yang decisive dan istri yang supportive. Tentang mengendalikan cinta dunia dengan logika agar kami tak melebihi kewajiban mencintai Dzat yang memang seharusnya mendapat prioritas pertama.
Atau sederhananya, pelajaran tentang Breaking Dawn, khususnya karakter utama Edward, Bella dan Jacob, naga-naganya bisa dirangkum dalam tag...
Maka menjadi lucu sebenarnya ketika hari kedua puluh pernikahan kami 'rayakan' dengan menonton sebuah film adaptasi novel laris yang ternyata memberi banyak pelajaran hal identik. Akan ada banyak orang, perempuan muda kebanyakan, yang menganggap film ini adalah tentang menikmati sajian fisik aktor-aktor yang bermain didalamnya. Sementara bagi kebanyakan pria, membaca novelnya saja sudah cukup untuk menjadi skeptikal terhadap film ini. Saya salah satunya....
Stephanie Meyer sebenarnya memberikan cukup banyak ruang untuk menjadikan film adaptasi ini mengambil porsi fantasi yang lebih galak. Tapi rupanya sang sutradara memilih untuk menyerahkan lebih dari dua puluh menit pertama hanya untuk memvisualkan romantisme Edward Cullen dan Bella Swan, sepasang pengantin baru. Mulai dari detil persiapan pernikahan hingga liputan live bulan madu mereka di sebuah pulau terpencil di Brazil.
Detilnya luar biasa (membosankan maksudnya), sampai-sampai saya berpikiran bahwa jangan-jangan sang sutradara dulunya adalah seorang wedding organizer atau kemungkinan lain, a lonely person dreaming of a great wedding, Tidak sering saya membaca blog via HP ketika sedang ada di dalam bioskop, tapi itulah yang terjadi kemarin. I'm bored and my wife thought so.
Tapi untunglah, adegan preparasi dan selebrasi itu lalu bergeser pada cerita bulan madu yang lama-lama membuat saya sedikit terhibur. Bukan karena tubuh telanjang pasangan vampir dan manusia itu, tapi lebih pada rasa syukur bahwa saya tidak sebodoh Edward. Dia adalah seorang laki-laki yang digambarkan hampir sempurna, kecuali fakta bahwa dia adalah pria bodoh. Edward seharusnya menjadi lebih laki-laki ketimbang mematung diam dan ketakukan kala seorang perempuan, istri sah-nya, setengah telanjang, harus sampai memohon-mohon untuk sebuah hak, nafkah batin yang dibutuhkannya....
Ketika cerita kemudian bergeser ke situasi kehamilan Bella, saya justru tak lagi berfokus pada alur scene pembangun eskalasi ketegangan setelahnya. Rentetan cerita yang melibatkan Edward, Bella dan Jacob, tiga orang yang berperan sebagai suami, istri dan mantan gebetan nan 'mbulet', akhirnya meyakinkan bahwa langkah saya, untuk memulai pernikahan dengan menjadi lebih communicatively decisive terasa benar. Edward, si vampir (hampir) sempurna itu rupanya bukan cuma bodoh, tapi juga tervisualisasikan lemah. Tak ada cerita seorang suami yang tegas dan bertanggung jawab, hanya berdiri, membiarkan mantan gebetan istrinya memeluk istrinya yang kesakitan dalam hamilnya. Di hadapannya pula. Sempat saya berpikir, ah mungkin ini efek kurang pengalamannya edward menghadapi situasi pasca menjomblo 100 tahun, walaupun akhirnya saya kembali pada kesimpulan awal. He's so lame....
Sementara di sisi lain, pada scene yang sama, saya menyadari bahwa karakter Jacob, bagi saya adalah visualisasi laki-laki bodoh. Dia adalah laki-laki yang tak lagi memiliki kesempatan bersama orang yang dicintainya, tapi masih saja, melakukan begitu banyak hal dan setengah berharap bahwa pernikahan orang yang dicintainya tak berhasil. Entahlah, bagi saya, seeorang serigala jadi-jadian seharusnya lebih bijak dan cerdas ketimbang apa yang dipertontonkan. Mungkin akan ada banyak yang membela, begitulah cinta. Bagi saya, cinta sekalipun, membutuhkan porsi logika yang cukup.
Maka dalam situasi sedikit menertawakan Bella yang 'terpaksa' harus memilih antara seorang vampir lemah dan seorang serigala bodoh, saya pun bersyukur dan semakin yakin, tidak ada manusia yang sempurna. Tidak Jacob, apalagi Edward. Dan ya, TUHAN ITU MAHA ADIL....
Maka pikiran skeptis perlahan saya buang. Karena toh dalam cerita yang tidak terpikirkan seperti Breaking Dawn - yang kemungkinan besar terpengaruh oleh konsep penyajian dua bagian ala edisi pungkasan Harry Potter, sehingga dilabeli Part 1 -, walaupun memang akhirnya tidak keluar dari khitahnya sebagai film fantasi perempuan, toh tetap ada beberapa lelucon dan pelajaran yang pantas disimak, khususnya untuk para lelaki yang 'wajib' menemani perempuannya menghabiskan waktu di bioskop. .
Tentang menetapkan batas-batas dan beradaptasi dengan tanggung jawab baru akan ikatan janji dihadapan Tuhan yang telah kami ucapkan. Tentang menjadi laki-laki yang decisive dan istri yang supportive. Tentang mengendalikan cinta dunia dengan logika agar kami tak melebihi kewajiban mencintai Dzat yang memang seharusnya mendapat prioritas pertama.
Atau sederhananya, pelajaran tentang Breaking Dawn, khususnya karakter utama Edward, Bella dan Jacob, naga-naganya bisa dirangkum dalam tag...
"DONT TRY THOSE AT HOME" ....:p
Saturday, October 22, 2011
[ 17 ]
"...Where Have I Been, All Your Life*..."
*tulisan yang melekat di kaos seorang gadis pengamen kecil di perempatan arjosari, malang
[sabtu, 22 Oktober 2011, 17.30 wib ]
[sabtu, 22 Oktober 2011, 17.30 wib ]
Tuesday, October 18, 2011
Mungkin Nanti...
Hidup saya menyenangkan sekali akhir-akhir ini. Bukan, bukan karena semua agenda berjalan sesuai rencana. Sebagian diantaranya malah jelas-jelas gagal terlaksana. Tapi lebih karena saya sibuk sekali. Berpikir cepat dalam kejaran jadwal demi jadwal nan padat. Merasakan tidur yang terasa lebih berharga diantaranya, dibanding hari-hari biasa. Menikmati bahagianya bisa menyempatkan seperempat jam sebelum magrib untuk mencuci sendiri kendaraan pribadi. Dan betapa beruntungnya Tuhan membangunkan saya hampir tiap dini hari akhir-akhir ini...
Hidup saya rasanya lebih bermakna...
Sayang, sepertinya si mama benar...
saya gagal menemukan waktu untuk menulis hari-hari indah itu,
membagi kebahagiaan dan keluhnya dengan dengan anda...
Mungkin nanti, sebentar lagi...
Hidup saya rasanya lebih bermakna...
Sayang, sepertinya si mama benar...
saya gagal menemukan waktu untuk menulis hari-hari indah itu,
membagi kebahagiaan dan keluhnya dengan dengan anda...
Mungkin nanti, sebentar lagi...
Friday, October 7, 2011
Suddenly Feeling Insecure
Kalo misalnya maling pulsa itu meninggalkan format "..ngaku-ngaku keluarga, ketik ini itu, ato hadiah tertentu..", lalu beralih ke metode yang lebih sederhana semacam "..mas/mba, apa kabar? masih inget sama saya nggak.." Rasanya akan banyak orang yang tertarik mengetik "..Sopo iki?, kenal dimana ya?.." And then, wow, how dangerous it'll be?
Tuesday, October 4, 2011
THE PROPOSAL (1)
Baik dan buruk. Kadang, repetisi pengalaman buruk masa lalu yang
masif itu mengendap menjadi memori, untuk tanpa sadar kita menyusun
definisi. Laki-laki itu begini. Perempuan itu begitu. Kita semua
memilikinya. Tak hanya kamu. Tak hanya aku. Dan karenanya sungguh tak
pantas aku menggugat apapun tentangnya, siapapun karenanya...
Lihat bahwa aku menemuimu dalam diriku yang kau lihat sekarang. Kamu ingat bukan, sejak awal pun, aku tidak banyak menjanjikan untuk membelikanmu pakaian setiap bulan, karena itu akan terasa berat bagiku. Pun mengajakmu memuaskan hasrat mencicipi ragam rasa penganan, tak akan mungkin terjadi setiap hari. Belum lagi rumah indah. Setidaknya sekarang, entah nanti....
Lebih buruk lagi dari soal materi, aku juga dingin (mungkin), Not too good looking? jelas. Posesif? Mungkin aku memang sudah terlalu banyak kehilangan...
"...Lalu apa hak-ku menilai diri lebih baik darimu?.."
Pertanyaan itu yang terus terngiang di kepalaku pada pagi setelah malam panjang kita itu. Pagi itu menyesal. Menyesal bahwa aku harus menunggu sampai pagi untuk meyakinkan diriku sendiri bahwa kamu dan segala tentangmu adalah sama.
Tak ada yang berhak menilai dirinya lebih baik, tidak aku, tidak kamu, tidak siapapun di dunia. Dan karena itu pula aku meyakinkan diri untuk menyodorkan proposal ini.
Aku sudah mengenal perempuan yang (dianggap) sempurna, pun dia yang menafikan semua definisi kesempurnaan. Denganmu, aku merasa, aku percaya bisa kita saling memberi untuk membuat masing-masing dari kita lebih baik...
Pada akhirnya memenuhi kriteria pria sempurna, a prince charming, jelas tidak akan ada dalam proposal ini. Menjadi lebih bersih diri dan wangi? itu aku bisa. Menguras keringatku untuk mencoba menafkahimu dan anak-anak kita? itu pun tak usah kau ragu. Mengurangi dengkur di tidurku? akan kucoba. Menjadi tak terlalu posesif? yakinlah bahwa, kita selalu bisa bersama menetapkan batas-batasnya...
Menjadi lelaki yang lebih baik, lelaki yang berbeda dari semua lelaki yang kau kenal sebelumnya, itu saja yang aku bisa janjikan....
"...Selain tentunya menjadi lucu, hangat dan mempesona seperti biasanya..."
With all my kind and my bad, this is who i am,
equal, as i accept you for what you are...
And the sole purpose of this proposal is you..
as a friend, as a lover, as the mother of our childs...
So, Would you put your trust on me...?
Lihat bahwa aku menemuimu dalam diriku yang kau lihat sekarang. Kamu ingat bukan, sejak awal pun, aku tidak banyak menjanjikan untuk membelikanmu pakaian setiap bulan, karena itu akan terasa berat bagiku. Pun mengajakmu memuaskan hasrat mencicipi ragam rasa penganan, tak akan mungkin terjadi setiap hari. Belum lagi rumah indah. Setidaknya sekarang, entah nanti....
Lebih buruk lagi dari soal materi, aku juga dingin (mungkin), Not too good looking? jelas. Posesif? Mungkin aku memang sudah terlalu banyak kehilangan...
"...Lalu apa hak-ku menilai diri lebih baik darimu?.."
Pertanyaan itu yang terus terngiang di kepalaku pada pagi setelah malam panjang kita itu. Pagi itu menyesal. Menyesal bahwa aku harus menunggu sampai pagi untuk meyakinkan diriku sendiri bahwa kamu dan segala tentangmu adalah sama.
Tak ada yang berhak menilai dirinya lebih baik, tidak aku, tidak kamu, tidak siapapun di dunia. Dan karena itu pula aku meyakinkan diri untuk menyodorkan proposal ini.
Aku sudah mengenal perempuan yang (dianggap) sempurna, pun dia yang menafikan semua definisi kesempurnaan. Denganmu, aku merasa, aku percaya bisa kita saling memberi untuk membuat masing-masing dari kita lebih baik...
Pada akhirnya memenuhi kriteria pria sempurna, a prince charming, jelas tidak akan ada dalam proposal ini. Menjadi lebih bersih diri dan wangi? itu aku bisa. Menguras keringatku untuk mencoba menafkahimu dan anak-anak kita? itu pun tak usah kau ragu. Mengurangi dengkur di tidurku? akan kucoba. Menjadi tak terlalu posesif? yakinlah bahwa, kita selalu bisa bersama menetapkan batas-batasnya...
Menjadi lelaki yang lebih baik, lelaki yang berbeda dari semua lelaki yang kau kenal sebelumnya, itu saja yang aku bisa janjikan....
"...Selain tentunya menjadi lucu, hangat dan mempesona seperti biasanya..."
With all my kind and my bad, this is who i am,
equal, as i accept you for what you are...
And the sole purpose of this proposal is you..
as a friend, as a lover, as the mother of our childs...
So, Would you put your trust on me...?
Saturday, October 1, 2011
Son, This is Probably How I Met Your Mother
There's a thing about stupid decision, the one that doesn't make sense at all, We all make them. We all carry baggages, fully loaded with mistakes we should stop comparing. And you couldn't give up your dream just because of it. Cause our relationship with time is funny, sometimes even a little magical. It can take that stupid decision into something else entirely. Sometimes even turns out into our best...
Subscribe to:
Posts (Atom)