Wednesday, June 22, 2011

Menakar Batas Untuk Kebenaran

...Untuk sesuatu yang benar, bersediakah anda melampaui batas kepentingan keluarga? Mempertaruhkan pernikahan anda?....

Pertanyaan-pertanyaan yang mengguncang Valerie Plame itu adalah salah satu sudut pandang yang bisa dipelajari dari Fair Game yang mengangkat kisah dibalik kebohongan terbesar yang dibuat pemerintahan George W Bush tentang alasan invasi ke Irak.

Valerie adalah agen intelijen yang karena kerahasiaannya, mampu menjalani hidup normal sebagai ibu dua orang anak dan istri dari seorang mantan duta besar yang memiliki jasa besar bagi negaranya. Sebagai salah satu agen terbaik ia lantas ditugaskan untuk menyelidiki isu pembelian uranium oleh Iraq dalam jumlah besar dari Nigeria. Dan ia akhirnya merekomendasikan Joe, suaminya, untuk pergi ke sana dan melakukan penyelidikan.

Yang tidak diketahui oleh Valerie adalah bahwa sesungguhnya dibalik semua pencarian itu, sebuah kesimpulan sebenarnya telah tersusun, apapun hasil yang nantinya ditemukan Joseph. Maka puncaknya adalah ketika George W Bush berpidato tentang rencana invasi Irak berdasar tuduhan pemerintahannya tentang senjata pemusnah massal. Joe Wilson, saat itu pula menyadari bahwa pemerintah membohongi dirinya, dan karenanya merasa perlu memberi tahu publik tentang apa yang diketahuinya. Ia pun menulis artikel kontroversial di New York Times yang bertajuk “What I Didn’t Find In Nigeria”.

Pihak Gedung Putih yang kebohongannya terancam terbongkar karena artikel Wilson menyerang balik sang diplomat dengan merilis artikel yang menyebut sang diplomat adalah pembohong. Dan kehidupan Valerie pun sontak berubah ketika didalam artikel tersebut pemerintahan Bush sengaja membocorkan identitasnya sebagai agen intelijen sebagai pengalih isu akan kebohongan politik penguasa.

Terdengar familiar?

Tunggu dulu. Lupakan atau setidaknya singkirkan dulu hasrat dan ketakutan bahwa film ini melulu seperti refleksi apa yang terjadi di negeri ini.

Sebagai sebuah premis politik, yang menarik, adalah bahwa bagian terbaik dari Fair Game akhirnya justru datang ketika film ini memanggungkan visualisasi konflik rumah tangga Joseph dan Valerie.

Bocornya identitas membuat Valerie harus berkali-kali mengganti nomor telponnya karena begitu banyak orang yang ingin menghubunginya dengan beragam maksud. Ia dan suaminya pun harus menghadapi berbagai cercaan kelompok yang menuduhnya sebagai pengkhianat bangsa. Yang terburuk, ia harus menghadapi pertentangan besar dengan suaminya.

Tak tahan dengan kebisuan, Joseph, sang pria yang menjunjung tinggi prinsip hidupnya sangat ingin istrinya berbicara kepada media. Persis seperti yang dilakukannya untuk meluruskan berbagai berita salah tentang mereka berdua. Persis seperti keyakinannya bahwa keteguhan hati adalah yang ia cintai dari istrinya. Sementara sebagai perempuan yang harus membesarkan dua anak kecil, Valerie tak bisa memungkiri keraguan yang menyeruak di benaknya. Ia mencintai keluarganya lebih dari apapun dan sebagai agen intelijen, ia tahu persis apa yang bisa dilakukan orang-orang berkuasa di Gedung Putih. Maka wajarlah kepalanya penuh dengan pertanyaan semampu apakah ia dan suaminya untuk melawan kekuatan besar itu.

Dan ya, tentang drama keDoug Liman, sang sutradara rasanya sangat terbantu oleh akting prima Seann Penn dan Naomi Watts, yang mampu menghadirkan sisi humanis yang kental diantara pergulatan politik tokoh-tokohnya.



Adalah chemistry antara Penn dan Naomi yang nyata membuat kita bisa menikmati Fair Game sebagai pertanyaan mudah tentang seberapa jauh anda berani mempertahankan sesuatu yang benar. Hal yang mungkin seringkali hadir dalam benak ketika harus memilih sejauh mana kita menggenggam idealisme di tengah desakan kepentingan di dunia pekerjaan. Bahwa ditengah memudarnya nilai-nilai karakter bangsa, kita masih bisa melakukan sesuatu di level keluarga. Sesuatu yang membuat kita bisa bereaksi ketika dihadapkan pada persoalan sehari-hari semacam...

"..Apa yang harus kita lakukan jika pimpinan di tempat kerja memerintahkan sesuatu yang salah dan tak adil?.."

"..Sudahkah kita mampu tetap mengantri tiket angkutan umum dengan tertib ketika hari panas menyengat?.."

"...Akankah kita mengajarkan anak-anak kita untuk tak pernah mencontek seperti yang mungkin kita sesali dulu..?"

"...dan Apakah jika mereka yang kuat mampu berteriak lebih keras dari kita, maka itu artinya mereka benar dan kita salah?.."

No comments:

Post a Comment